Sherly terlihat beberapa kali mengaduk minumannya. Ia terlihat kesal dan bosan, karena sudah terlalu lama berada di kafe sendirian. Beberapa kali matanya melirik ke arah jam yang ada di pergelangan tangan. Ekspresi wajah Sherly juga berubah setiap ia mengecek jam.
Sudah hampir satu jam Sherly menunggu di kafe ini tanpa kepastian. Kedua sahabatnya ini benar-benar harus di omelin, meminta ia kemari tapi mereka tidak kunjung datang. Bahkan mereka hanya mengatakan sabar, sebentar lagi, tunggu, dan lain-lain. Sangat-sangat menjengkelkan!
"Lebih baik gue pulang."
Ia langsung menuruti permintaan pikirannya. Membereskan barang-barang yang ia bawa dan baru saja ia berdiri, ia terpaksa kembali duduk ketika melihat pintu terbuka. Disana mereka baru saja masuk dengan ekspresi tidak bersalah.
"Hai Sherly," sapa Emma.
Tatapan Sherly sudah seperti orang yang ingin membunuh siapa pun sekarang juga, "Hai Hai! Apa dia pakai hai gituan!! Lo berdua kemana aja?!"
Aubrey menyengir, "Maaf Sher, tadi macet."
"Ya di bilang kek kalau macet! Ini di tanya malah jawab sabar, tunggu, bentar lagi! Kebanyakan bohong lo berdua!!" kesal Sherly.
"Tenang tenang, yang penting kita udah sampai, 'kan?" Emma mencoba menurunkan emosi Sherly.
Sherly mendengus. Ia sama sekali tidak mempan dengan ucapan Emma, "Cepetan kasih tahu kalian mau apa! Gue udah bosan disini!"
Aubrey benar-benar harus bersikP sabar untuk menghadapi Sherly yang sekarang. "Kita mau lo ngenalin dengan teman-teman lama kita."
"Mana mereka? Jangan bilang gue harus nunggu lagi!" sensi Sherly.
Tarik napas, hembuskan. Emma berulang kali melakukan teknik itu untuk membuat dirinya tidak ikut sensi. "Itu mereka udah datang."
Mata Sherly langsung menatap ke arah pintu. Dimana sepuluh orang masuk dan bukan hanya perempuan. Ramai sekali, mereka mau tawuran ya? Ini semua teman-teman lama Sherly atau teman tawuran Sherly? Atau teman demo ketika di kampus dulu?
"Ini teman-teman gue semua?" Sherly masih tidak percaya.
"Sakit hati gue di lupain lo," jawab Evan berlebihan.
Aubrey berdecak, "Kalian mulai perkenalan aja deh."
"Gue Henry, teman lo waktu SMA dan pacarnya Kayla. Gue orang yang paling mendukung lo dan ngebantu lo."
"Gue Kayla, kita semua teman lo waktu SMA. Cuman kita punya hubungan khusus selain pertemanan, yaitu sebagai kakak adik yang selalu berbagi. Kita juga sering ketemu waktu lo ada di Bali."
"Gue Arka. Suaminya Emma. Kita udah kenalan waktu itu di rumah sakit."
"Gue Evan, pacarnya Aubrey. Salam kenal untuk kedua kalinya ya, Sher. Gue sakit hati nih lo lupain, tapi nggak apa-apa deh lo lupain gue. Jadi ingatan buruk lo tentang gue ikut terlupakan."
"Gue Andre, suaminya Jessica. Gue dulu orang yang paling heboh dari semua orang yang pernah lo kenal."
"Gue Jessica. Kita dulu sering ngobrol bareng lo, terus curhat-curhat. Gue juga kembaran Krystal."
"Hai Sher! Gue Krystal, dulu kita pernah ngelakuin beberapa hal yang nggak bisa gue sebutin sih. Pokoknya kita sering seru-seruan deh."
"Gue Gilang, gue pernah jadi pahlawan lo waktu SMA. Gue itu suaminya Krystal. Lo sering iri dengan hubungan gue dengan Krystal, iri tentang romantisnya bukan lo yang suka sama gue."
"Hai Sherly, kita kemarin udah pernah ketemu waktu di depan rumah Jack. Gue Alecia, dulu gue pernah iri sama lo waktu SMA, setelah itu nggak lagi."
"Cia itu tunangan gue. Makanya lo ketemu sama dia kemarin," ucap Jack.
Mata Sherly berkedip beberapa kali. Ia mencoba menyimpan semua nama-nama baru yang sangat asing itu ke otaknya. Ia berharap tidak melupakan nama-nama mereka secepat mungkin. Dan ia berusaha menghapal nama mereka agar tidak salah nama.
"Oke, gue ulang ya. Henry, Kayla, Arka, Evan, Andre, Jessica, Krystal, Gilang, Alecia. Benar, 'kan gue?" ucap Sherly takut-takut.
"Iyaps! Lo benar!" seru Andre.
"Maaf ya gue ngelupain lo semua." Sherly jadi tidak enak hati melihat mereka semua yang terlihat ramah.
Di dalam hati, Sherly berdoa tidak melupakan nama dan wajah mereka secepat mungkin. Mungkin ia juga akan meminta kontak mereka satu persatu dan melihat-lihat foto mereka satu persatu lalu mengingat nama mereka sekaligus.
Itu cara termudah untuk menghapal mereka semua. Menghapal nama dan wajah teman lama atau barunya ini.
Keesokan harinya, di tempat yang lain. Seorang pemuda berdiri di belakang pembatas atau tembok tinggi yang berfungsi untuk menghalangi orang jatuh ke bawah. Ia berada di lantai paling atas sebuah gedung, lebih tepatnya di atap gedung ini. Menikmati angin sore yang sama sekali tidak terasa sejuk.
"Azka!!"
Suara melengking orang yang memanggilnya tidak membuat tubuh pemuda yang di panggil Azka itu bergerak. Ia masih saja berdiri seperti patung dan melihat keramaian kota ini. Matanya menatap lurus ke arah yang sangat jauh dan pikirannya di penuhi dengan beberapa hal.
"Gue panggil juga, bukannya noleh malah diam aja!!!" Kayla sudah berdiri tepat di samping Azka dan masih saja tidak mendapat respon apapun dari Azka, "Azkaa!!! Woi!! Jangan diam ajaa!! Mau bunuh diri ya?!"
"Berisik banget," kesal Azka.
Kayla menyengir, ia memeluk Azka dari samping. Azka tidak membalas atau pun menolak pelukan itu. Azka hanya diam saja seperti patung. "Gue bawa sahabat lo nih! Lo harus kenalan sama mereka!"
"Woi bro! Lo ngapain disini? Mau ngelakuin yang gue bilang waktu SMA ya?" canda Evan.
Gilang yang berdiri di samping Evan langsung menoyor belakang kepala Evan, "Jangan sembarangan lo! Entar kalau beneran dia ngelakuin, lo yang paling banyak nangis!"
"Lo pada udah tua juga nggak berubah sifatnya! Lo juga Lang, udah mau jadi Bapak masih aja gitu!" tegur Andre.
Azka hanya berekspresi datar ketika melihat kelakuan aneh orang-orang yang tidak di kenalnya ini. "Kalian siapa? Yang gue tahu cuman Henry, karena dia dekat sama Kayla."
"Kita sahabat lo dari SD sampai sebelum lo amnesia," jelas Arka.
"Oh," Azka memasukkan kedua tangannya ke saku celana, "sorry, gue lupa sama kalian. Ini bukan keinginan gue, jadi gue rasa kalian nggak akan mempermasalahin hal ini."
Setelah mengatakan hal itu, Azka langsung berjalan pergi meninggalkan mereka. Ia tidak menatap mereka lagi dan terus berjalan untuk pergi dari tempat ini.
"Yang kita permasalahin itu lo yang nggak mau kenalan sama kita lagi!" kesal Evan.
Henry menghela napasnya, "Dia masih belum bisa nerima kenyataan ini."
Kayla cemberut. Ia benar-benar merasakan perasaan resah, sakit dan sedih yang di rasakan Azka. "Gue kira dia udah mau ngebuka lembar baru."
Berbeda dengan Sherly yang sudah menerima nasibnya, Azka masih saja tidak menerima hal yang menimpanya.
***
Komen yuukss!!
7 September 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
{3} Rompecabezas
RomanceKetika dua orang kembali dipertemukan, disaat mereka saling melupakan. Ketika mereka berdua tidak mengingat tentang masa lalu mereka lagi. Bukan karena keinginan mereka, tapi karena takdir dan keinginan dunia yang membuat mereka saling melupakan sat...