Semuanya terasa seperti baru kemarin bagi Jeon Jungkook. Panggung, banner, tepuk tangan, teriakan, nyanyian, dan para penggemar mereka.
Jungkook, pemuda bergigi kelinci itu seakan masih bisa mendengar dengan jelas suara teriakan para penggemarnya, penggemar mereka.
Semua bagaikan mimpi untuknya, sebelumnya dia masih berdiri di panggung bersama ke enam temannya, kakak-kakaknya, dan ketika dia terbangun, semuanya sudah hilang, hancur. Dan mendapati semua orang pergi, mengikuti ego mereka masing-masing.
Jungkook menghela nafas saat melewati Olympic Gymnasium, sebuah tempat yang pernah menjadi saksi kejayaan mereka. Sebuah tempat, yang menjadi saksi impian ke tujuh pemuda itu menjadi kenyataan. Sebuah tempat yang menjadi akhir dari segalanya.
"Aku pulang." Jungkook melepas sepatunya dan menyimpannya dengan rapi di rak sepatu.
Mata bulatnya menelusuri apartement berukuran sedang yang nampak sepi itu, langkahnya yang semula pelan, berubah tergesa saat tak menemukan siapapun di sana, dia membuka satu persatu pintu, walaupun hanya dua pintu yang dia buka, kamarnya, dan kamar mandi. Tidak ada siapa-siapa.
Kemudian dia menghela nafas lega, saat melihat sosok pemuda itu berdiri di pojokan balkon tertutup oleh tirai yang melambai-lambai tertiup angin. Pelan, Jungkook mendekatinya, pemuda bersurai cokelat keemasan itu tengah asyik memejamkan matanya, menikmati angin yang memainkan rambutnya.Nampak tidak mengetahui bahwa Jungkook sudah ada di sampingnya.
"Taehyung Hyung." Jungkook menyentuh bahu pemuda itu, Kim Taehyung.
Taehyung tersentak kaget, dan menoleh ke samping, mendapati Jungkook tengah tersenyum padanya membuat Taehyung ikut tersenyum juga,"Kau sudah pulang?"
Jungkook mengangguk, lantas pemuda itu menghirup udara sebanyak-banyaknya ikut menikmati angin dari balkon apartement mereka. Sekilas, Jungkook menatap Taehyung yang kembali memejamkan matanya. Mata Jungkook terasa panas, juga mulai berair. Setiap kali melihat Taehyung, mengingatkannya akan luka itu, mengingat semua yang pergi dan hanya menyisakan mereka berdua.
Jungkook kembali menyentuh bahu Taehyung pelan, "Ayo makan." Jungkook mengangkat kantung plastik putih berisi makanan yang dia beli sebelum pulang.
Tidak ada pembicaraan di antara keduanya, padahal dulu mereka berdua salah satu anggota yang paling berisik dan selalu jahil,tapi sekarang mereka berdua hanya memakan makanan yang di beli Jungkook dalam diam. Seolah mempunyai pembicaraan sendiri dalam benak mereka masing-masing, rasanya berat sekali bagi Jungkook untuk bersuara, Jungkook selalu takut kalau dia membuka suara dia malah akan menangis, dan Jungkook tahu Taehyung tidak suka melihatnya menangis.
Jungkook yang semula menunduk teralihkan saat melihat sumpit milik Taehyung menaruh daging di atas nasi miliknya, Jungkook mendongak menatap Taehyung yang memamerkan senyum kotaknya, senyum kotak istimewa milik Taehyung, senyum kotak yang selalu disukai penggemar mereka. Walaupun Jungkook tahu, senyum itu bukanlah senyum yang dulu selalu Taehyung perlihatkan, senyum itu senyum palsu yang selalu Taehyung perlihatkan selama tiga tahun terakhir ini.
"Terima kasih,Hyung."
***
Jungkook menaikan selimut biru tua itu sebatas dada mereka, sejak satu tahun terakhir ini Jungkook sudah terbiasa tidur satu ranjang dengan Taehyung, padahal sebelumnya dia tidak suka berbagi tempat tidur. Rasanya ada beberapa hal yang berubah sejak tiga tahun terakhir, terlalu banyak.
Dari balik jendela kamarnya, Jungkook bisa melihat bulan purnama di langit malam yang tidak berawan. Dia tahu, Taehyung juga sedang menatapnya walaupun posisi tubuh Taehyung membelakanginya. Jungkook menatap punggung Taehyung yang masih bidang, walau dia tahu punggung itu tak sekuat dulu, rapuh.
Jungkook sekuat tenaga berusaha tidak memeluk Taehyung walau dia ingin. Jungkook menyalahkan dirinya sendiri yang melewati tempat itu, membuat memorinya kembali lagi, memori menyakitkan yang selalu dia ingat setiap kali dia melihat Taehyung.
"Jungkook-ah." Taehyung bersuara pelan, membuat Jungkook tersentak.
"Nyanyikan sebuah lagu untuk ku." pinta Taehyung.
"T-tapi Hyung..."
"Nyanyikan satu lagu untuk ku, aku ingin tidur sambil mendengar suara merdumu." Taehyung meminta lagi.
Jungkook menggigit bibirnya, namun tak kemudian dia menyenandungkan sebuah lagu.
Cause nothing can ever,
Ever replace you.
Nothing can make me feel like you do, yeah.
You know there's no one
I can relate to.
And know we won't find a love that's so true...There's nothing like us,
There's nothing like you and me,
Together through the storm.
There's nothing like us,
There's nothing like you and me,
Together..Jungkook ingat lagu itu, lagu yang dulu pernah dia cover. Sebuah lagu dari salah satu penyanyi favorit nya, kalau dulu dia akan menyanyikan lagu itu dengan perasaan bahagia, sekarang Jungkook menyanyikannya sambil menahan tangisan, walaupun air mata rasanya sudah akan keluar dari sudut matanya.
Setetes air mata lolos begitu saja dari pelupuk matanya, dengan kedua tangannya dia membekap mulutnya sendiri yang bergetar menahan isakannya. Dulu, Jungkook suka sekali menyanyi di depan Taehyung, dia suka sekali memamerkan perkembangan suarannya yang semakin matang pada Taehyung juga pada anggotanya yang lain.
Namun sekarang, menyanyi di depan Taehyung adalah hal yang paling dibenci olehnya, karena sekeras apapun Jungkook bernyanyi di hadapan Taehyung, pemuda itu tidak akan mendengarnya,
Karena kejadian tiga tahun yang lalu itu sudah merenggut pendengaran Taehyung.
🍂🍂🍂
P.s : Akan ada beberapa perubahan plot, nama, dsb, agar tidak menyinggung beberapa pihak.
Regards,
Agnes
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Spotlight ✔ [ SUDAH TERBIT ]
Fanfiction[ Sudah diterbitkan ] Di balik sorotan lampu dan riuh tepuk tangan, mereka menyimpan dukanya sendiri