Dunia Sempit

48 5 0
                                    

***
Kejadian kematian bang wira memang telah berlalu 2 tahun yang lalu tapi sakit akibat kepergiannya membawa luka yang mendalam dalam kehidupanku, hingga membuat semua keluargaku merasa iba sampai bang riyan yang sampai ikut pindah untuk menjagaku. Memori perjalanan hidupku terus teringat setiap harinya, rasanya baru kemaren pertemuan itu.

Kota ini saksi bisu pertemuanku dengan bang wira. Aku merasa sesak setiap kali mengingatnya. Hubungan keluargaku dengan bang wira masih seperti dulu bahkan ibunda bang wira selalu mengingatkan ku untuk menjaga kesehatan.
Aku merasa kasihan pada ibu bang wira karena kehilangan putra tunggalnya.

"Dek, kamu ngapain ngelamun disitu mendingan ikut abang jalan-jalan yuk suntuk nih"ucap bang riyan menepuk bahuku pelan yang membuatku sadar kalau dari tadi aku mengingat bang wira lagi.

"nggak agh bang, adek capek tadi habis 2 praktikum bedah2 mayat" ucapku menampakan wajah lelah dan sedikit senyuman agar bang riyan tidak khawatir pada kondisiku.

"yah, ayolah dek abang pengen nongki-nongki asyiklah sama kamu"ucap bang riyan yang merengek kepadaku

"ya udah deh, daripada entar abang malah terus teror adek kayak nangih hutang aja"ucapku dengan nada mengejek

"ya elah perumpamaan kamu nggak elit deh dek"ucap bang riyan

"Udah agh, jadi pergi nggak ini"ucapku sedikit mengoda nya

"iyalah, jangan ngambeklah! Udahlah sana kamu ganti baju"ucap bang riyan mendorongku masuk ke kamar.

Kuhabiskan waktuku bersama bang riyan mengelilingi kota Yogyakarta yang semakin malam jadi semakin ramai. Aku melihat pasangan muda mudi saling bergandeng tangan saling memadu kasih. Aku seketika teringat momen-momen kebersamaanku bersama bang wira, tanpa sadar setetes air mata meluncur indah di pipiku.

Seketika aku langsing menghapusnya agar bang riyan tak melihatnya. Ketika asyik mengamati pasangan muda mudi aku dikagetkan dengan bang riyan yang mengitruksiku.

"Dek kita kesana yuk, abang mau makan wedang ronde"ucap bang riyan menunjuk pada salah satu kedai wedang ronde dekat dengan kilometer nol kota yogyakarta. Yah kami memang berjalan2 disekitar daerah malioboro seperti pasangan lain hanya saja aku dan bang riyan adalah adik dan kakak.

"ya udah kita kesana deh bang"ucapku dengan menyembunyikan kesedihan ku

Ketika akan mencapai tempat penjual wedang ronde aku dikejutkan dengan suara instruksi dari seorang lelaki yang memanggil nama bang riyan. Seketika kami menoleh dan saling pandang kearah bang riyan. Aku menautkan alisku tanda binggung 'sebenarnya siapa dia sepertinya tidak asing wajahnya'. Bang riyan hanya mengangkat bahu tanda tak tahu.

"Hey bro, apa kabar?"tanya laki-laki itu

"baik, maaf anda siapa ya?"ucap bang riyan

"Yaelah bro kamu lupa ya aku kan sanjaya arya pamungkas"ucap laki-laki itu

"ya ampun sampai aku pangling lihat kamu bro"ucap abangku yang sudah mengingat laki-laki itu.

Mereka seketika langsung saling memeluk dan berbicara dengan mengenang kisah mereka dulu. Ternyata laki-laki itu bang saya temen bang riyan saat pendidikan diawal menjadi taruna akan tetapi mereka beda mantra, karena bang riyan taruna akmil sedangkan bang saya taruna aal.

Mereka bernostalgia tanpa memperhatikan aku yang melihat mereka seperti kambing congek menyaksikan keasyikan mereka berbicara akrab. Seketika aku merasa bosan dan untuk mengakhiri nya aku berdehem untuk mengalihkan pembicaraan mereka kalau aku masih ada didekat mereka.

Seketika bang riyan menghentikan pembicaraan Mereka dan mengenalkan aku dengan teman semasa seperjuangan nya dulu. Kami saling menjabat dan mengenalkan diri hingga sambil menikmati wedang ronde yang sempat tertunda karena mereka mengobrol asyik.

"oya ar, kamu tugas dimana?"ucap bang riyan

"aku disurabaya bro"ucap bang arya

"Loh lha trus ngapain kamu kesini?"tanya bang riyan sedikit penasaran

"Aku lagi jenguk adikku bro yang lagi kuliah disini katanya dia sakit dan mama suruh aku datang ke jogja buat jenguk dia"ucap bang satya

"owalah, emang adikmu kuliah dimana?"pertanyaan bang riyan

"Di UGM sih bro ambil jurusan kedokteran umum"ucapnya

"Loh iya po? Si biana juga disana, ya kan bi?"ucap bang riyan dan melemparkan pertanyaan kepadaku

"egh iya bang, aku sama kok emg angkatan berapa dia bang? Mungkin saja aku kenal"ucapku

"owh angkatan 2012 sih bi, itu yang abang tahu"ucapnya

"Loh berarti satu angkatan denganku dong bang, siapa namanya bang"ucapku dengan nada kaget fan penasaran

"namanya Candradiah larasati pamungkas"ucap bang arya seketika jadi teringat laras sahabatku yang memang dia sakit beberapa hari yang lalu

"egh tunggu bang, apa yang ini namanya laras"tanyaku ke bang arya sambil menunjukkan photo kebersamaan kami

"iya betul bi, ini laras adik abang"ucap bang saya yang mengenali sahabatku sebagai adik kandungnya

"yaelah, ini mah bukan kenal lagi bang bahkan kami seperti saudara kembar. Owh jadi ini yang dibilang si laras yang katanya abangnya ganteng tapi nggak punya-punya pasangan"ucapku yang membuat bang saya langsung melotot

"ya elah dunia sempit ya ternyata, egh tapi ngapain laras bilang gitu ke kamu bi. Emang ya itu anak perlu diceramahin"ucapnya yang membuat kami langsung tertawa, ternyata benar kalau bang saya yang diceritakan laras emang ngomongnya konyol dan sedikit asal.

Malam semakin larut kami berdua memutuskan untuk pulang karena besok rutinitasku dan bang riyan sangat padat. Perjalanan kami tidak memakan waktu yang lama karena jarak yang cukup dekat Dengan daerah tersebut.

****

Maaf ya telat update sory juga nggak dapet feelny nulis

Jangan lupa vot dan komentar ya

See you and happy reading ☺

BianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang