Ada perselisihan yang berlangsung lama, namun tak pernah terselesaikan karena kedua pihak sama-sama tidak mencoba. Yang rakyat tahu Edma dan ibunya hilang di hutan. Tidak ada yang curiga mengingat orang yang mengatakan adalah paman, pihak keluarga. Kenyataannya, paman telah merenggut harta dan takhta yang seharusnya milik Edma sedari kecil. Beranjak dewasa, Edma tidak lagi peduli karena ia sudah hidup bahagia dengan ibunya di perbatasan terpencil dari bagian Kerajaan Timur Laut. Meski ibu selalu mengingatkannya bahwa kerajaan butuh pemimpin yang sesungguhnya.
Edma tidak pernah menanggapi perkataan itu dengan serius. Hingga, kakinya kembali menginjak tempat dulu ia tumbuh dan berkembang. Kerajaan sudah berubah. Rerumputan gersang, penduduk berpakaian compang-camping seakan hanya peduli pada urusan perut, langkah kaki mereka berat oleh banyaknya perintah dan mata-mata sayu yang lelah berjuang sendiri.
Hati Edma teriris. Tidak menyangka kekacauan dibawah pimpinan pamannya.
"Selamat datang keponakanku," ujar Paman yang duduk angkuh di singgasananya. Empat dayang-dayang mengipas-kipaskannya.
Tiga ajudan yang baru datang menunduk hormat. Salah satunya menyepak kaki Edma agar melakukan hal yang sama. Tapi tentu saja Edma tidak melakukannya. Bagaimana bisa memberi hormat pada pemimpin yang menyengsarakan rakyatnya?
"Siapkan jamuan untuk keponakanku," perintah Paman pada ajudan yang lain.
Begitu beberapa ajudan beranjak pergi, Edma berdeham meminta perhatian. "Ada keperluan apa sampai Paman memanggil?"
Paman tertawa membahana. "Edma, kau sangat mirip sekali dengan Ayahmu. Selalu ingin membicarakan inti masalah. Marilah kita makan malam bersama dulu. Beristirahatlah di sini sehari," katanya.
"Apa yang Paman inginkan?" tanya Edma tajam. Sama sekali tidak menginginkan percakapan berliku.
"Edma, kau sudah sangat dewasa. Aku tahu apa yang paling kau inginkan. Takhta dan kekayaan yang kumiliki," ucap Paman sambil tertawa pongah.
Edma tersenyum sinis. "Kekayaan yang Paman miliki? Lucu sekali, mengingat warisan ini diperuntukkan untukku dan kesejahteraan rakyat. Paman hanya penganti sementara."
"Penganti sementara? Selama ini aku memimpin, kau masih bilang aku hanya penganti sementara?" tanya Paman licik.
"Paman hanya sedang berada di atas angin. Siapa pun yang terlalu pongah di atas angin, akan kualat di tanah yang akan dipijaknya," tandas Edma.
Paman bertepuk tangan. Suaranya nyaring di tengah-tengah ruangan sepi. Ajudan yang berbaris di sisi kanan-kiri hanya penonton tanpa suara, yang bergerak jika diminta.
"Betapa muda dan naif keponakanku," ucap Paman polos. "Begini saja, mari kita buat perjanjian. Sederhana saja. Kau harus mengambil kelapa di pohon yang berada di perbatasan Laut kerajaan ini dan Kerajaan Timur. Jika kau berhasil membawanya padaku, kau berhak menjadi raja dan memperoleh seluruh harta. Tapi jika kau gagal, kau dan ibumu harus pergi selama-lamanya dari wilayah ini. Bagaimana?"
Semua orang tahu ada pohon ajaib yang menjadi garis pemisah di perbatasan Kerajaan Timur Laut dan Kerajaan Timur. Pohon itu hanya satu, berakar kuat, bercabang besar dan tinggi. Di dahan teratas ada satu kelapa yang selalu dijaga tiga hewan buas. Monster Ikan, Buaya Raksasa dan Belut Danawa. Belum ada yang tahu manfaat kelapa tersebut. Namun Paman tetap memberikan pilihan itu seolah berencana untuk membunuh keponakannya secara tak langsung.
"Bukankah semua perjanjian harus ada hitam di atas putih?" tanya Edma yakin. Satu-satunya cara untuk membahagiakan ibu dan membebaskan rakyat dari kesengsaraan hanya dengan langkah tersebut.
Paman tersenyum puas. "Baik. Surat perjanjian ini akan ditulis segera."
Surat perjanjian itu ditandatangani oleh Edma dan Paman. Hanya dua orang saja tanpa mampu dicegah oleh penasihat kerajaan. Harusnya dipertimbangkan bersama para tetua, namun Paman implusif bahwa tubuh Edma akan dikoyak tiga hewan buas tersebut sebelum sempat meraih kelapanya. Tidak pernah ada dalam catatan sejarah, seseorang selamat dari tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertarungan Terakhir Pangeran
FantasiaAmbil kristal ini, atau relakan nyawa Brevan. Atas perintah Bawanapraba untuk menemukan serpihan kristal. Edma menyamar menjadi rakyat jelata. Membaur di desa dan menginap di rumah Brevan. Serangkaian rencana yang Edma susun berujung pada masuk diam...