Sixth: Dia

143 11 0
                                    


Alleta's Pov

*

"Al, bangun sayang bangun" aku mendengar sayup-sayup suara mama membangunkan aku. Oiya! aku baru ingat, aku kan pingsan. Dan aku pingsan karena mendengar kabar dari Lala. Lala! Ah iya kabar itu, tentang... Dion.

Entah mengapa mengingat kejadian kemarin saja rasanya kepalaku sakit sekali. Aku memegangi kepalaku yang rasanya seperti di tusuk-tusuk dengan jarum.

Dan tentu saja itu membuat mama panik, "Al kamu nggak papa sayang? Kita ke dokter ya sayang, mau ya?"

Aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Perlu di ketahui aku sangat benci rumah sakit, karena di rumah sakit juga, aku kehilangan sosok yang sangat aku sayangi.

"Nggak perlu ma, Al cuma capek aja kok, mam nggak usah khawatir ya, Al nggak papa kok" Aku berusaha menenangkan mamaku, walaupun jujur, kepalaku rasanya sakit sekali dan dadaku terasa sangat sesak. 

"Sayang, kalo kamu ada apa-apa kamu cerita ya sama mama, jangan pernah kamu pendem sendiri, itu nggak baik sayang. Kamu tau, mama akan selalu ada buat kamu, selalu dengerin kamu. Mama sayang banget sama Al" Ucap mamaku lembut. Ya, mamaku selalu berhasil menenangkan aku, menjadi seorang teman, kakak, sekaligus ibu. Ya kalo itu sih sudah pasti. Karena kakakku sedang menpuh pendidikannya di luar negeri dan hanya pulang setahun sekali, jad mama merangkap tugas menjadi orang tua sekaligus kakak.

"Iya mamaku sayang... Al janji kok, Al bakal cerita apapun." Kataku sambil tersenyum, menyembunikan masalahku agar mama tidak kepikiran.

'maaf ya ma, untuk sekarang Al belum bisa cerita ke mama. Al minta maaf banget ma, ntar kalo Al udah siap, Al mesti juga bakal cerita kok ma'

Akhirnya mama keluar dan menyuruhku istirahat. Memang, hari ini aku bolos sekolah. Karena kata mama wajahku masih pucet banget, tapi tetep... Aku nggak mau pergi ke dokter. Nggak mau pokoknya. Ntah sifat keras kepalaku ini menurun dari siapa, soalnya mama sama papa nggak gini-gini amat sifatnya. Ah entahlah. Mungkin menurun dari kakek buyut, aku juga kurabg paham.

Rasanya lelah sekali tidur seharian, bosan. Akhirnya aku memutuskan untuk beranjak dari tempat tidurku, meskipun rasanya lemas sekali, tapi tetap kupaksakan untuk bangun dan berjalan menuju jendela kamarku. Aku menarik tempat dudukku kesana, angin sepoi-sepoi yang masuk meniup helaian rambutku. Sekaligus membuatku deja vu. Aku hanya bisa tersenyum getir mengingat kenangan waktu itu. Seandainya ya... Seandainya kamu disisni, aku nggak akan merasa kesepian seperti ini.

Aku masih ingat seluruh perkataan yang pernah ia ucapkan padaku. Segala kenangan yang mampu membuatku tertawa, atau minimal senyumlah. Kenangan indah yang dia berikan, sesuatu yang sepele tapi bisa membuat aku senyum-senyum sendiri, bahkan hanya dengan mengingatnya, seperti saat ini. Ngenes ya? Rasanya aneh yon, kamu pergi tapi tanpa ngajak aku. Padahal dulu udah janji, kalo mau jalan-salan ngajak aku. Tapi apa? Hehe kamu jahat yon. Air bening perlahan-lahan turun dari pipiku. Bagaimana tidak, mendengar namanya saja aku sudah sedih. Apalagi mengingat ucapan Lala kemarin.


Flashback***

Pletak!

Jendela kamarku tiba-tiba di lempar batu. Aku udah hafal itu ulahnya siapa. Siapa lagi kalo bukan Dion. Makhluk satu itu memang mudah di tebak. Kadang-kadang tapi hehe.

"Apaan yon? Mau ngajakin lomba lari lagi? Ogah yon! Ogah gue. Pegel kaki yang kemaren aja belom sembuh" teriakku dari dalam kamar. 

"Yaelah siapa juga yang mau ngajakin lo lomba lari, ini lain Al. Laaiiinnnn!!!!" Dion malah teriak-teriak kaya tukang sayur kompleks, mas Kipli.

AlletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang