Seokjin duduk di kursi ruang tamu dengan gelisah, dia belum datang juga. Bahkan ini sudah hampir tengah malam.
"Kau ini sebenarnya kemana, Raesun-ah?"
Dengan masih memakai kemeja kerjanya, ia menunggu kedatangan sang istri yang sampai saat ini belum juga menginjakkan kakinya di rumah. Bahkan setelah kedua anaknya tidur. Sekitar sepuluh menit kemudian pintu rumah terbuka, menampakkan siluet hitam di tengah gelapnya rumah. Iya, Seokjin sengaja mematikan lampunya.
"Kemana saja baru pulang?" Seokjin menyalakan lampu rumah.
Raesun melemaskan bahunya, "Oppa, aku lelah. Sebentar,"
"Lalu kau pikir aku tidak lelah juga?" sanggah Seokjin ketus.
Raesun mulai sedikit geram, ia menjatuhkan tasnya begitu saja.
"Kenapa akhir-akhir ini kau suka sekali bertengkar denganku?" Tanyanya.
"Bukannya kau yang menyebabkan semua ini terjadi?" sahut Seokjin tak mau kalah.
"Ha? Maksudmu?"
"Kau selalu pulang larut akhir-akhir ini. Siang kau tak menjemput anak-anak, malam kau pulang saat mereka tidur. Pikiran peranmu, kau itu ibunya! Dahyun masih terlalu kecil untuk kau tinggal terus-terusan!" napas Seokjin memburu, Raesun menghembuskan napasnya kasar.
"Aku 'kan sudah bilang dahulu, apa aku pernah mengiyakan ketika kau ingin punya anak? Kau yang memaksa. Padahal tahu sendiri jika kita sama-sama sibuk."
Seokjin memandang sang istri dengan sedikit tak percaya.
"Lalu, maksudmu kau menyesal memiliki anak denganku, huh?"
"Aku tidak berkata begitu! Kau sudah ada Dayoung saat itu, mengapa masih meminta anak dariku kalau ujung-ujungnya kita tidak bisa menjaganya?"
"Dimana-mana tujuan orang menikah meneruskan keturunan, Lee Raesun! Kau ini aneh." Seokjin masih tetap dengan ekspresi awalnya.
"Iya. Tapi tidak harus langsung 'kan? Kau itu terlalu cepat bertindak. Aku sudah bilang jika aku masih belum siap melepaskan pekerjaanku, kau malah memaksaku hamil. Lihat sekarang kelakuanmu!" cerca Raesun.
Menghembuskan nafasnya kasar, Seokjin menatap tepat pada manik hitam sang istri, "Kau benar-benar wanita yang tidak bisa bersyukur! Berkacalah kepada Jimin! Dia masih belum di karuniai anak sampai sekarang, padahal dia sangat ingin dan selalu berusaha. Lalu kau? Tuhan sudah berbaik hati memberikanmu anak, harusnya kau lebih bersyukur,"
Raesun memutar kedua bola matanya, "Kalau begitu, kenapa kau tidak memberikan saja kedua anak kita kepada Jimin, ha?" Telak. Seokjin membulatkan kedua matanya.
"LEE RAESUN!!!"
Otot wajah Seokjin bermunculan, menandakan kemarahan yang benar-benar sudah berada di ujung kesabarannya. Wajahnya memerah, nafasnya tercekat, hingga dua tetes liquid menuruni mata -sedikit- bulatnya.
"Teganya kau berkata seperti itu?" Sambungnya, dengan begitu lirih.
Raesun sendiri tidak percaya dengan apa yang ia barusaja ia katakan, matanya memerah. Kepalanya menengadah menahan air matanya, sungguh ia benar-benar lelah saat ini.
"Aku lelah.." Hanya itu yang ia katakan. Ia mundur beberapa langkah sampai kemudian ia mengarahkan tubuhnya untuk berjalan ke arah kamar mereka.
Air mata Seokjin berjatuhan dengan semakin deras, ia melangkahkan kakinya ke arah lemari dapur, mengambil tiga botol soju dan meletakannya berjajar. Tangannya meraih sebotol dari mereka dan meneguknya dengan air mata yang -masih- menetes.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANGTAN DADDY [COMPLETED]
Hayran Kurguwhen BANGTAN being a DADDY~ Mereka bertujuh berteman sejak anak-anak hingga mereka masing-masing memiliki anak. Bagaimana kisah Bangtan menjadi seorang ayah? Warning!! Bangtan isn't an idol here ^^ Seokjin as a Doctor Yoongi as a Pilot Hoseok as an...