Fadlan beryes-yes ria di dalam mobil. Nyaris jingkrak-jingkrak malah kalau saja tak ingat ia sedang menyetir. Kemudian terkekeh sendiri. Senyum-senyum sendiri.
Mungkin bagi lelaki lain, ini pendekatan pada perempuan dengan jalan yang biasa. Tapi tidak baginya. Untuk seukurannya yang hanya menghabiskan waktu dengan serius belajar dan sibuk berbisnis, ia bahkan hampir lupa tentang perempuan. Ia tak pernah memprioritaskan itu. Perempuan di luar keluarganya tak pernah ia pikir kan. Tapi kini?
Aih, gadis itu, pikirnya. Ia juga tak mengerti kenapa ia tiba-tiba segila ini pada perempuan. Padahal dulu, banyak perempuan yang mengejarnya. Tapi tak ia peduli kan. Ia hanya memikirkan prestasinya dan berlanjut pada bisnis yang dirintisnya. Hingga mami dan papi jadi capek sendiri bertanya kapan ia akan membawa perempuan ke rumah.
Hari ini menjadi sejarahnya. Pertama kalinya mengantar pulang seorang perempuan. Terpesona pada wajah pucatnya lalu sekarang senyumnya. Cantiknya gadis itu, ia mengakuinya. Tapi bukan semata-mata karena cantik. Mungkin sikap gadis itu yang agak cuek, bukan tipe-tipe ganjen atau centil kalau melihat lelaki atau sifat lainnya yang Fadlan tak sukai dan tak ia temukan pada gadis itu. Gadis tu berbeda. Saking bedanya si Fadlan sampai bingung cara mendeskripsikannya.
Ia tiba di rumah sudah gelap. Masih tersenyum-senyum. Senyuman yang membuat satu rumah memperhatikannya. Mengucap salam dengan semangat, menyalami mami dan papi yang kompak terheran-heran di depan televisi. Lalu Airin yang cuma bengong karena tiba-tiba dipeluk kakaknya ini sampai berputar-putar. Mami cuma terkekeh melihat kejadian itu. Lantas membiarkan Fadlan berjalan masuk ke dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penghujung Cinta
SpiritualPenolakan. Itu yang diterimanya dikali pertama, ia merasakan cinta selain pada-Nya. Hancur? Jangan ditanya. Ia bahkan telah patah sebelum gadis itu berucap satu patah kata yang menyayat hatinya. Padahal ia datang dengan niat yang tulus. Menikah. Bu...