2. Meet Selma

153 30 56
                                    

Entah angin apa yang membuatnya rindu, rindu akan keindahan Danau Dal. Rindu akan airnya yang sebening kaca, rindu pada awan yang berkaca pada air. Kerinduan akan keindahan yang serasa menjerat dan memikatnya. Ya, selalu seperti itu.

Gadis itu menyambar mantel yang tergantung di belakang pintu, ia bergegas menuju halte yang cukup dekat dengan penginapannya itu.

Alia berlari mengejar bus yang hampir saja terlewatkan olehnya. Gadis itu segera naik sebelum pintu busnya tertutup. Alia menarik napas lega setelah ia mendapatkan tempat duduk.

Alia menikmati perjalanannya kali ini. Meski hanya sendiri, meski sedikit kerinduan pada sahabatnya Sevda terbesit di hatinya, ia menikmati setiap rasa yang Sang Kuasa karuniakan padanya.

Baginya rasa rindu, sedih, bahagia, itu ibarat bumbu penyedap dalam sebuah kehidupan, rasa-rasa itulah yang membuat kehidupan ini menjadi tidak monoton.

10 menit kemudian, bus itu sampai di tempat pemberhentiannya. Alia segera turun dari busnya.

Dia menghirup udara sejuk yang beberapa hari ini ia rindukan. Udara yang serasa seperti aroma mint yang menyegarkan.

Sepertinya dia sudah mulai terbiasa dengan petugas keamanan yang berjaga di sekitar Kashmir. Ya, tentara yang bersenjata lengkap. Awalnya ia memang sedikit takut, tapi kini ia mulai terbiasa melihat pemandangan seperti itu.

Serpihan surga ini memang berada di wilayah perbatasan tiga negara, dan daerah ini memang masih kontroversial, sehingga banyak penjagaan sana-sini.

Alia berniat pergi menuju Masjid Jamia terlebih dahulu untuk melaksanakan Sholat Dzuhur.

Di tengah perjalanan Alia melihat seorang gadis yang sepertinya dua tahun lebih muda darinya itu terlihat marah-marah kepada dua pemuda berwajah Eropa dan satunya lagi berwajah Asia Timur. Di leher pemuda berwajah Eropa itu tergantung kamera Canon seri terbaru.

Alia tebak, kedua turis tadi telah mencoba mencuri potret bidadari cantik Kashmir ini. Gadis itu tetap saja marah, dan pemuda Eropa itu hanya menyengir dan satunya lagi menggaruk tengkuknya yang mungkin tidak gatal sama sekali.

Alia mendekati mereka. Ia merasa kasihan pada gadis cantik itu sedari tadi marah, tetapi yang dimarahi malah tidak mengerti perkataannya satupun.

-Anggap saja sudah diterjemahkan😄-

"Permisi, apa yang terjadi?" tanya Alia. "Apa kalian mencoba mencuri fotonya?"

Pemuda itu hanya menyengir. "Sudah tahu itu tidak baik masih saja dilakukan, turis semacam kita ini sebaiknya jaga etika. Yang namanya mencuri itu tetap bukan perbuatan yang terpuji, meski sekecil apapun yang dicuri," jelas Alia.

"E-emh, ma-maafkan kami," ujar pemuda berwajah Asia itu. "Bukan kepadaku tetapi pada gadis itu," ujarnya seraya menunjuk gadis dibelakangnya.

"Nona, maafkan kami."
Gadis itu hanya mengangguk, setidaknya ia berniat memaafkan pemuda itu meski sedikit rasa kesal dihatinya.

"Terima kasih, kami permisi," ujar pemuda berwajah Eropa itu. Kedua pemuda itu pergi meninggalkan Alia dan gadis tadi.

"Are you okay, sis?" tanya Alia.
"I'm okay, thanks."

"Kau bisa berbahasa Inggris?" tanya Alia terkejut.
"Ya," sahut gadis berjilbab hitam itu.

"Lalu, tadi kenapa marah-marah dengan Bahasa Urdu?"

"Bahasa Inggrisku cukup buruk, dan untuk menegur seseorang dengan perasaan kesal, jika memakai Bahasa Inggris butuh waktu beberapa hari untuk aku menyusun kalimatnya," ujar gadis itu terkekeh.

Something In KashmirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang