Chapter 9 (Revisi)

1.3K 89 4
                                    


Dara terjaga dari tidurnya. Sedari tadi, wanita hamil itu terlihat gelisah di dalam tidurnya. Dia melirik ke arah nakas, melihat jam weker berbentuk apel hijau tergigit yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Dara mengembuskan napas panjang, mengubah posisinya menjadi setengah duduk. Menatap lekat perut datar yang terbalut piyama, kemudian mengusapnya dengan penuh kasih. "Kamu pasti ingin banget ya, Sayang? Ini sudah larut malam. Mama akan buatkan sendiri, ya?" ujarnya, seolah-olah janin yang ia kandung itu bisa berbicara. Dia pun mulai beringsut dari ranjang queen size bersprai putih polos itu.

Dara membuka kulkas dua pintu yang berada di sudut dapur untuk mengambil bahan-bahan yang dibutuhkannya untuk membuat martabak telur. Dia pun mengambil dua butir telur dan daging ayam karena hanya itu yang ada di kulkas. Dengan cekatan, wanita hamil itu pun mulai mengiris bawang bombay, bawang merah dan putih serta daun bawang untuk isi martabaknya. Dara mengambil sebungkus tepung terigu, kemudian memasukkan setengahnya ke dalam mangkok besar.

"Apa yang sedang kamu lakukan?"

Suara berat milik seorang pria membuat Dara berjengit kaget dan hampir saja menjatuhkan tepung terigu yang dibawanya. Dengan cekat, ia memalingkan muka ke belakang untuk melihat siapa pemilik suara itu.

Dara mengembuskan napas lega ketika mendapati sang suami tengah berjalan ke arahnya. "Kakak bikin kaget saja," ujarnya seraya mengelus dada, menetralkan degup jantung yang tak beraturan.

Alvin mengucek matanya pelan, berusaha mengusir rasa kantuk yang mendera. Sebenarnya, dia pergi ke dapur berniat mengambil air minum karena haus. Namun, ia malah mendapati Dara sedang bergelut dengan beberapa bahan makanan.

"Kamu sedang buat apa malam-malam begini?" tanyanya penasaran seraya menatap bahan-bahan yang sudah disiapkan oleh Dara secara bergantian.

"Itu, Kak ... uhm ...." Dara tergugu.

Alis kiri Alvin terangkat sempurna, semakin penasaran karena Dara masih menggantungkan kalimatnya. Namun, dia terlihat lebih tampan dengan raut muka seperti itu. Memakai kaos oblong berwarna putih polos serta rambut hitam cepak yang sedikit berantakan menambah kesan seksi pada dirinya.

Dara menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah. Tatapan teduh milik pria jangkung itu mengingatkannya kepada sang kekasih. Dia menggeleng kuat, mencoba mengusir pikiran-pikiran aneh yang berseliweran di dalam benak kepala.

"Ada apa, Dara? Kamu lapar?" tanya Alvin lembut.

Dara menyelipkan anak rambut di belakang telinga, kemudian mengangguk lemah setelahnya."Tiba-tiba, aku ingin memakan martabak telur. Jadi, aku mencoba membuatnya sendiri."

Alvin menatap Dara dengan tatapan menyelidik. "Jangan bilang kamu mengidam?"

Dara tersenyum malu. "Sepertinya begitu, Kak."

Alvin terdiam sesaat, seperti memikirkan sesuatu dengan keras. Tak berapa lama, ia mendorong lembut bahu Dara, menyuruh wanita hamil itu untuk duduk di kursi yang berada di ruang makan. "Kamu tunggu di sini, ya. Kamu'kan masih sakit. Biar aku saja yang memasak."

Raut wajah Dara berubah seketika, seperti tak percaya bahwa Alvin akan memasak untuk dirinya.

Alvin tersenyum tipis melihat perubahan raut wajah sang istri."Kamu enggak percaya sama aku? Gini-gini, aku juga bisa masak, lho," ujarnya membanggakan diri, kemudian melangkahkan kaki panjangnya menuju dapur, melanjutkan pekerjaan sang istri.

Dara menahan senyum tatkala melihat Alvin yang terlihat kesusahan memecah sebutir telur. Dia bangkit dari kursi, berniat membantu sang suami. Namun, pria itu menoleh cepat, melayangkan tatapan tajam, menyuruhnya untuk kembali duduk di kursi. Dara menggeleng, merasa geli dengan sikap Alvin.

Air Mata Dara (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang