🌙🌙🌙
Do not copy it❌
Written by Moon🌑
2017, 15th August
🌙🌙🌙Esok harinya seperti ada yang berbeda di kantor menurut Ana. Semua orang yang ia temui tersenyum cerah. Lebih cerah dari senyum yang pernah ia lihat setahun belakangan ini.
Ada apa dengan semua orang? Pikir Ana.
Saat ditanya pun beberapa dari mereka hanya menunjukkan senyum cerah sambil mengguncang tubuhnya seraya berkata 'dia kembali'. Tapi justru itu yang membuat Ana bingung. 'dia' itu siapa?
Hari ini ia memang sedikit datang kesiangan ke kantor gara-gara semalam ia tidur tidak nyenyak walaupun seluruh tubuhnya benar-benar lelah malam itu, tapi nampaknya hari ini semua orang tidak perduli akan keterlambatan karyawan lainnya. Bahkan sepertinya mereka sangat menyayangkan jika ada karyawan yang datang terlambat sehingga tertinggal acara penyambutan.
Aneh!
"Tidak ada yang aneh."
"Eh?" Ana mengerjap lalu menatap Tania yang entah sejak kapan sudah duduk di depannya.
"Kau sepertinya tidak sadar bahwa sudah menyuarakan isi pikiranmu tadi," katanya, lalu ia pun tersenyum cerah yang terlihat sama dengan kebanyakan orang yang Ana temui sepagian ini.
"Oh?"
Tania tersenyum lembut saran akan keibuan ketika melihat Ana sepertinya tidak fokus hari ini. "Ada apa denganmu? Kau tampak linglung dan tidak fokus hari ini. Dan kau terlihat pucat."
"Eh?" untuk ketiga kalinya Ana mengeluarkan suara gumaman yang menandakan bahwa fokusnya sedang tidak bagus. "Aku... Aku hanya kurang tidur semalam. Aku tidak apa-apa."
Tapi tampaknya kondisi dan ucapan sangat bertolak belakang. Dan siapa pun yang melihat wajah pucat itu pasti akan sedikit merasa iba.
"Adaptasimu sepertinya kurang berhasil. Buktinya baru sekali lembur saja kau bisa sampai sakit begini." Tania bangkit untuk mengambil teh hangat yang sudah disediakan di dekat dispenser. "Minumlah. Kau akan merasa lebih baik."
Ana tersenyum lemah seraya menyambut secangkir teh hangat itu. "Terima kasih banyak."
Dengan badan yang terasa sedikit lemas, Ana meminum teh itu perlahan.
"Apa kau sudah bertemu dengan tuan William Aditya?"
Uhuk!
Ucapan Tania berhasil membuat Ana tersedak. Cangkir yang hampir kosong itu ditaruh Ana di mejanya. Ia menepuk dada untuk meredakan ketersedakannya.
"Will.. William Aditya kau bilang?" tanyanya sedikit tidak percaya.
Tania mengangguk. "Iya. Tuan William, kakak dari Tuan Alex. Apa kau tidak pernah mendengarnya?" kali ini Tania justru mengernyit heran.
"Aku... aku tahu. Tapi aku tidak tahu bahwa nama panjang dari Tuan William itu adalah William Aditya." Seolah sudah dapat memahami kondisi yang terjadi, kejadian semalam kembali teringat.
William Aditya... tanpa sadar Ana bergumam dalam hati. Apa mereka orang yang sama?
Lamunan Ana seketika terhenti akibat suara tawa Tania, walaupun tidak nyaring.
"Kau sungguh aneh," kata Tania tak habis pikir. "aku yakin, kau pasti tidak pernah melihat bagaimana rupanya malaikat yang satu itu."
"Malaikat?" Ana mengernyit.
"Ya!" tukas Tania semangat. "ketampanannya tidak kalah dari Tuan Alex. Dan mata abu-abu itu benar-benar menambah daya tariknya."
"Mata abu-abu?" sekali lagi Ana bergumam.
Mata abu-abu?
"Ana?"
Serasa tersengat listrik Ana langsung berdiri dan menghadap Alex yang memanggilnya tiba-tiba. "Y-ya, Tuan?" kata Ana sedikit terbata-bata.
Lelaki jelmaan malaikat itu terlihat sangat sempurna hari ini dengan setelan elegan yang selalu melekat di tubuhnya yang juga sempurna.
"Ikut ke ruanganku. Sekarang." Suara yang terdengar tegas itu membuat Ana tidak dapat menolaknya. Dan beberapa menit kemudian, ia sudah berada di ruangan Alex yang bernuansa hitam-hitam itu. Berdua.
"Hhhhh~" Alex menghela napas berat dan menghempaskan diri di kursi besarnya. Ana yang melihat itu sedikit heran karena hari ini Alex nampak resah, sangat berbeda dari semua karyawan di sini.
"Ada apa kau memanggilku, Alex?" akhirnya Ana buka suara karena melihat Alex tidak juga bersuara.
Alex menatap Ana dengan mata elangnya. "Tidak apa-apa. Aku hanya butuh teman."
"Eh?"
Sekali lagi Alex menghela napas. "Dia kembali! Dasar tidak tahu diri!"
Kali ini Ana benar-benar dibuat heran karena ia menjadi sasaran ceramah Alex.
"Dia pikir dia itu dewa? Bisa datang dan pergi sesukanya?! Selama setahun ini dia meninggalkan perusahaan dan menaruh bebannya di pundakku! Kerjaannya hanya menyuruhku ini itu dan selalu mengkritik! Dia–." Alex berhenti bicara ketika melihat tubuh Ana sedikit goyah. "Ana? Kau sakit?"
"Ah? Ti-tidak." Ana memijit pelan pangkal hidungnya yang terasa pusing. Kali ini ia sudah duduk di kursi di depan Alex.
"Kau pucat. Apa ini karena lembur pertamamu?"
"Tidak, Alex. Aku baik-baik saja," jawab Ana pelan.
Alex mengernyit ketika melihat Ana menutup matanya walau hanya sejenak. Wanita ini tidak mungkin baik-baik saja dengan wajah pucatnya!
"Kau... kau bisa pulang jika kau mau."
Sekali lagi Ana menggeleng. "Aku baik-baik saja, Alex."
Ragu, itulah yang Alex rasakan. Apa ini karena dirinya yang menyuruh Ana me-revisi ulang berkasnya kemarin?
"Baiklah, kau bisa kembali ke tempatmu lagi. Jangan bekerja terlalu keras jika tidak sanggup, mengerti?"
Ana tersenyum lemah dan mengangguk. Lalu ia bangkit dari duduknya untuk keluar dari ruangan. Tapi kakinya terlalu lemah untuk berdiri, dan tanpa aba-aba ia langsung duduk terjatuh ke lantai. Semuanya terasa kabur bagi Ana. Kepalanya pusing dan berputar seketika.
"Ana.. Ana? Kau baik-baik saja? Ya, Tuhan!"
Dan seketika semuanya terasa gelap....
🌙🌙🌙
To Be Continued
🌙🌙🌙Kritik dan sarannya jangan lupa yaaaaaaa 💋
Btw, sorry pendek ya. Janji deh next part bakal lebih panjang🙏🏻And yah! Happy independent day, South Korea💖🇰🇷
KAMU SEDANG MEMBACA
A Thousand Kisses
Roman d'amour[15+] Dia hanyalah Ana si pekerja keras. Ia rela tidak tinggal di asrama lagi demi hidup mandiri. Hidupnya damai di rumah pribadi hasil jerih payahnya menjadi karyawan kantoran. Dan karena kerjanya yang bagus, dalam waktu setahun ia bahkan sudah nai...