Part 9 : Suasana Tidak Ramah Menyelubungi Dapur

14 1 0
                                    

"Cih! Membosankan. Kenapa Fuyuki malah yang menang?" 

Kata-kata bernada cercaan itu datang dari bangku penonton.

"Na-Nabila...?" Ira tergagap sejenak.

Aku tidak tahu kenapa, tapi ada keributan kecil diantara tempat duduk penonton. Sepertinya aku sendiri tahu sumber suara tidak menyenangkan itu dari siapa.

"Fuyuki tidak akan bisa menang kalau melawan Nawati. Dia itu cuma beruntung, ya kan?" sang gadis tomboy berambut panjang mendengus dalam suaranya. Tentu saja itu Nabila.

Alis Ira sedikit terangkat. "...Kenapa begitu?"

"Dia itu cuma beruntung, karena jurinya mereka bertiga. Lagipula aku juga tidak kenal siapa mereka. Bu Maia itu pembimbing klub Fuyuki, dan bisa saja kedua orang itu ada hubungan dengannya."

"Hei... Nabila, apa maksudmu?" Ira bertanya ragu.

"Kalau kita yang merasakan masakan itu pastinya kita tahu siapa yang benar-benar menjadi pemenang, kan? Menurutmu semua juri itu sendiri bisa dipercaya? Mereka, kan, cuma murid biasa."

Kling!!

Terdengar sesuatu yang berdenting dengan keras. Itu adalah bunyi logam yang amat ketara dari mana pun kau mendengar. Tepatnya itu berasal dari pisau berbahan logam stainless sepanjang 20 cm yang menghantam tanah.

"Oh! Maaf, pisaunya jatuh."

Itu suara Putra. Ia berkata dengan polosnya.

Segera semua orang melihat ke arah Putra. Meski dia tersenyum, tapi ada perasaan berbeda melihat tingkah lelaki itu.

"...Hahaha... aku mudah ceroboh kalau sedang tidak fokus." dia tertawa ringan ke arah penonton. Kemudian, rautnya berubah serius dan mengancam.

"Tolong jangan berisik, ya... Kalau ini sampai melukai orang bagaimana? Aku tidak mau itu terjadi." Putra mengatakan itu namun matanya masih tajam bagai pisau.

"...Apa maksudmu? Kau berani mengancamku—"

Teriakan nabila terhenti. Itu karena Gilang, ia menangkap bahu Nabila.

"Nabila, hentikan."

"Itu kelewatan Nabila." seperti Gilang, Rio juga ikut mengomentari.

"Tenanglah, Nabila... ya? Kumohon... " Ira menatap Nabila dengan ragu. Dia tahu kalau yang dilakukan Nabila itu salah, tapi Ira hanya bisa menegur sedari tadi. Perbuatan itu samas sekali tidak diindahkan oleh Nabila.

"Kenapa hanya aku yang salah? Lihat, Putra mengancamku juga, kan?" Nabila menunjuk-nunjuk lelaki yang ia maksud.

Gilang menatap pada Putra. "...Putra, kau juga tahan emosimu!"

"..."

Putra sama sekali tidak menanggapi Gilang, hanya menatap penuh padanya.

"...Ada orang yang tidak bisa menjaga mulutnya disini. Itu tentu reaksi yang wajar bila ada seseorang yang naik darah."

Mendadak Fuyuki ikut memasuki pembicaraan dengan nada dinginnya. Fuyuki kembali mengibaskan rambut, kemudian meyilangkan tangan di depan perut.

"Perbuatan Putra itu tidak salah, yang salah adalah yang memprovokasinya."

Ow-ow...!! kata-kata yang tajam dan tepat sasaran, Fuyuki... Kurasa ia sudah memasuki mode 'anti-toleransi' miliknya, ya? Kali ini berarti ia tidak memberi ampun, tapi itu justru makin memperkeruh keadaan di ruangan ini.

"Apa kau bilang?!"

Nabila memukul meja dengan telapak tangan. Suaranya tentu saja tidak bisa diabaikan. Keras sekali.

Side Story : Kami Bertarung Bersama?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang