Part 1 : Pada Pra-Pertandingan, Riki Fahamsyah Kebingungan

78 2 0
                                    


"Riki akan berpasangan dengan Yuki, dan Nawati berpasangan dengan Putra!"

Guru itu mengisyaratkan tangannya terbuka saat menunjukkan kelompok pertandingan. Aku jadi teringat dengan wasit tinju yang mengenalkan tiap sudut penantang. Padahal ini ruangan memasak kenapa dia menganggap ini gelanggang tinju?

"Jadi... kenapa aku harus terjebak disini denganmu?"

Fuyuki menatap dengan amat dingin kearahku.

"Lebih baik kau tanyakan itu pada wanita di depanmu. Menurutmu aku disini sukarela sejak awal?"

"Tidak bisa dipercaya. Padahal masih banyak pekerjaan yang lebih berguna daripada hal seperti ini."

Fuyuki mengatupkan kelopak mata sambil menyangga pelipis kanannya. Dia kelihatannya stress akibat keadaan ini.

"Permainan ini sudah diatur sedemikian rupa, penolakan tidak akan kuterima."

Bu Maia memasang senyum lebar sembari membuka tangannya ke arah kami.

Aku tidak terlalu peduli dengan kondisi semacam ini, namun sebenarnya orang yang paling antusias adalah sang guru bahasa inggris. Bu Maia memanfaatkan sesuatu dengan alih-alih kerja klub untuk menghasilkan acara yang memuaskan dirinya sendiri. Itulah yang kupelajari akhir-akhir ini.

Di pinggir ruangan ada beberapa orang duduk yang sedang ikut menonton kami, salah satunya adalah Ira. Aku juga melihat beberapa wajah menyebalkan seperti Gilang dan Rio serta beberapa lelaki klub olahraga di kelasku.

Tentu saja mereka dikelilingi beberapa gadis kelompok mereka, seolah menyiratkan aura mereka sebagai raja harem sejati dalam ruangan. Aku berdecak sebal karena pemandangan itu.

Aku menyadari beberapa sosok yang familiar diantara kerumunan, selain Ira dan komplotan menyebalkan di sekitarnya. Kalau tidak salah itu ketua Reza, beberapa hari lalu dia bicara padaku, setidaknya dia berkata tentang permintaan, tapi aku tidak begitu mengerti dengan maksud permintaannya. Untuk saat ini aku bisa mengabaikan perkataan orang itu.

Kali ini aku berhasil melihat orang-orang yang nyaris tidak nampak diantara kerumunan manusia, karena mereka begitu diam dari tadi. Ada yakni Aray, dia tidak telalu menarik perhatian untuk kali ini. Dan ada Uril di sebelahnya, yang lagi-lagi menatapku dengan pandangan 'es cair'nya.

Dengan keadaan seperti ini, memaksa diri untuk mundur adalah pilihan yang tepat. Lagipula aku tidak ada niat untuk memamerkan kebolehan —yang bahkan aku sebenarnya tidak punya— pada orang lain.

Menolak tantangan adalah kebijaksanaan, bukan bentuk dari kekalahan maupun gelagat seorang pecundang. Saat kau sudah menjadi veteran perang dalam kehidupan yang penuh lumpur dan duri ini, kau akan mendapati dirimu mengerti beberapa pola untuk menghindari permasalahan dan berakhir menjadi prajurit terkuat.

"Riki, Yuki, semangat!!"

Ira bersorak pelan dari pinggir tempat duduk. Tidak ada yang begitu peduli dengan tindakan gadis itu.

"Hmm... kau yakin tidak apa-apa?"

Aku melihat Fuyuki dari seberang bahuku dan berbisik. Kelihatannya dia sedang memikirkan sesuatu, karena dia meletakkan tangan pada dagunya.

"Ya... menurutmu kalau ada seseorang yang menantangmu, apa yang akan kau lakukan?"

Dia benar-benar tidak menatapku saat mengatakan itu.

"Aku lebih memilih menolak tantangan itu."

"Dasar pecundang."

"Mundur itu bukan sikap pengecut, kau tahu. Itu suatu kebijaksanaan. Kau harus coba itu sekali-kali."

Side Story : Kami Bertarung Bersama?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang