Tatapan mata es dari Fuyuki tidak sanggup menundukkan sang ketua klub memasak, Aliva Nawati. Seolah mereka dalam symphony kehancuran api dan es, dua orang saling kuat berhadapan. Fuyuki yang sangat ahli karena kehidupan 'serba gadis mandiri'nya, dan Nawati sebagai anggota klub dengan kegiatan memasak sebagai 'porsi makan utama'nya.
Berbeda denganku, menatap dengan 'tatapan kesepian dan kebencian', yang juga merupakan salah satu jurus andalanku. Membenci orang lain adalah keahlianku dan kesepian adalah teman baikku, karena itu tatapan mata ini kunamai begitu. Orang normal tidak akan tahan saat ditatap terus menerus, karena itu intimidasi sangat efektif bila menggunakan tatapan tajam.
[Jurus No. 18 : "Tatapan Kesepian dan Kebencian"]
Orang diseberangku, Putra Rahmadi, terpengaruh dan mengalihkan matanya dariku. Sepertinya aku berhasil melancarkan serangan jarak jauh yang akurat. Damage point yang dihasilkan cukup tinggi untuk membuat critical hit kalau bisa dilihat.
Sampai sebuah gulungan kertas menghantam kepalaku dari belakang, menghilangkan efek intimidasiku.
"Jangan melotot pada orang lain! Itu tidak sopan kau tahu!"
Bu Maia memukulkan sebuah gulungan tebal jurnal hariannya tepat ke tengkorak belakangku. Dampaknya luar biasa, aku sampai hampir tersungkur karenanya. Nasib baik mataku tidak ikut keluar.
"Aduh! Bu, salah saya apa?" keluhku dengan mengelus kepalaku yang malang.
"Jangan kebanyakan bergaya, ambil tema masakanmu, disana!"
"Uh..."
Aku menelusuri meja dapur dengan mataku ada beberapa kartu berwarna hitam yang disusun berderet diatas mejanya. Dengan tindakan sadar aku mencoba mengambil salah satu kartu, namun kuurungkan kembali.
"Tunggu... tema masakan? Maksudnya itu seperti 'aku harus membuat masakan semacam ini', begitu?"
Di pikiranku terbayang bahwa aku harus memasak bakso, nasi goreng, atau semacamnya, sesuai dengan apa yang ada di kartu. Bisa kubilang itu mimpi buruk karena aku tidak terlalu hebat dalam mengenal dan mengingat berbagai macam masakan selama ini.
"Bukan... itu hanya berisi bahan yang harus kau buat menjadi masakan. Pada intinya kau harus membuat masakan dengan bahan itu sebagai acuan utamanya."
Putra menanggapiku dengan santai.
"Ja-jadi begitu..."
Tentu saja aku sangat tidak diuntungkan kalau harus membuat masakan tertentu.
Tidak banyak masakan yang kukenal, selain dari yang sederhana. Jadi aku tidak akan mungkin menang jika peraturan semacam itu ditetapkan. Setidaknya dengan beberapa bahan aku bisa membuat masakan sesuai bayanganku, asalkan bukan bahan yang aneh-aneh. Tapi ini tetap sulit, karena pada dasarnya aku tidak begitu mahir memasak.
Tapi melakukan pertandingan seperti ini setidaknya di pikiranku akan terlintas Regiment de Cuisine.
Maksudku dalam bentuk kelompok kami di pasangkan dengan lawan masing-masing dalam sebuah kontes memasak. Tidak! sebuah pertempuran memasak! Sayang sekali, aku bukan seorang yang hidup di kedai masakan di pusat perbelanjaan, rambutku juga tidak merah. Semua ini benar-benar berbau JUMP bagiku. Betapa lumayannya.
"Minggir Riki..."
Fuyuki menyela dan sedikit mendesakku. Ia mengulurkan tangan dan mengambil kartu yang tepat berada di depanku, kartu yang hendak aku ambil sebelumnya.
Tanpa sadar kartu itu sudah ditarik mundur oleh Fuyuki dengan cepat. Dia menatap lembar hitam itu dengan lekat menggunakan mata birunya selama dua sampai tiga detik sebelum meletakkan tangan pada dagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side Story : Kami Bertarung Bersama?!
Fiksi RemajaRiki Fahamsyah dan Fuyuki Aisyla dari Klub Penyaluran Hobi, harus melawan tim dari Klub Memasak dalam pertandingan salah satunya adalah memasak. Itu semua dilakukan demi mempertahankan hak milik ruang klub mereka (atau karena paksaan guru pembina le...