Sesak.Ia hampir sekarat kemarin. Sesuatu di dasar jiwanya terbentur bengis menyebabkan luka tanpa darah. Menderai perih yang luar biasa setelah canda tawa lalu dilalui sesingkat perkiraannya. Hidup bagai roda berputar, selamanya tidak berada di atas atau selalu terbawah; begitupun kisah romansa. Ia terlalu dini merasakan sisi gelap dari cinta sesungguhnya.
Menyakitkan.
Bahkan sayatan pada batinnya merambat menuju fisik. Hubungan asmara yang terjalin cukup lama harus menuai kontra sebab salah satu pihak tak merestui kedekatan diantara keduanya. Apa ini? Cerita picisan Romeo dan Julliete kembali terulang? Mengapa terjadi selepas ia terlanjur menyayangi sang kekasih? Seolah keadaan berubah biadab memisahkan sepasang insan yang saling merajut kasih.
Semalam suntuk menangis di balik selimut, berbisik menggumamkan kalimat tak jelas. Entah bagaimana bentuk penampilan kelewat kacau begini, berapa banyak selembaran tissue bercecer mengotori lantai kayu, gadis itu tak peduli.
Perasaan hangat yang masih membekas pada tubuhnya kala sekelebat memori tentang pertikaian bersama sang kekasih terulang, ia kalah berperang dengan logika. Kenyataannya Hwayoung lemah bila Taehyung berhasil membawanya ke dalam pelukan sampai mulutnya membisu enggan mengucap kata perpisahan.
Jangan tanyakan bagaimana wujud hatinya kini, retak membentuk abstrak. Hwayoung tetap terjaga bahkan ia tidak tahu kalau mentari telah terbit sejak lama, menyapa riang para makhluk penghuni bumi. Pantas saja sedari tadi pintu kamarnya berisik bukan main, belum lagi teriakan beroktaf tinggi yang diyakini milik sang kakak berhasil menembus ruang kedap suara.
"Park Hwayoung, kau tidak berangkat sekolah?"
Ini adalah kesepuluh kalinya Jimin mengoceh. Tenaganya bisa habis demi mengetuk sebuah pintu yang seakan tiada penghuni di dalam sana. Tingkat kesabarannya tersulutkan, mungkin solusi terbaik adalah dengan memaksakan mendobrak pintu demi melihat kondisi sang adik.
Siapa tahu dia kabur? Atau yang paling mengerikan adalah bunuh diri?
Tidak. Jimin menepis segala persepsi buruk, sebelum datang sosok Yoongi membawa kunci cadangan. Ia mengerjap polos, kenapa tak terpikirkan ya? Semakin bertambah usia, otaknya benar-benar berjalan melambat.
Keduanya berdecak kagum dengan kamar mengenaskan sang adik bak diterpa badai dahsyat. Si surai gelap melangkah maju menghampiri rupa mungilnya meringkuk menggigil, wajah berpeluh keringat dingin beserta bibirnya kering memucat. Yoongi mendekat menghapus jarak, menempelkan kening satu sama lain demi memastikan kondisi gadis itu.
"Dia demam..."
Jimin melepas jaket lalu beringsut khawatir memeluk adiknya, ikut memperagakan apa yang Yoongi lakukan barusan dan ternyata benar, suhu normalnya meningkat begitu saling mempertemukan pelipis satu sama lain. Ia berulang kali membelai halus kepala Hwayoung yang terkapar memejamkan mata, mulutnya terus meracau satu nama.
"Taehyung..."
Yoongi berdecak, melirik pemuda di sebelahnya yang termangu dilema. Bukannya bergerak melakukan sesuatu, Jimin hanya diam sesekali bergerak gelisah, "Hyung... jadwalku sangat padat hari ini. Aku akan lembur, bisakah kau menggantikan aku menjaga Hwayoung?"
Ia mengangguk setuju, "Serahkan padaku..."
*****
Yoongi berlari tergopoh-gopoh membawa tubuh Hwayoung di atas pundaknya, melirik ke sana kemari mencari klinik terdekat untuk pertolongan pertama. Tepat perempatan jalan utama berjarak ratusan meter dari rumah, ada sebuah gedung bertuliskan klinik yang berhadapan dengan apotek besar langganannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Was Mean For You
FanficBagaimana jadinya seseorang yang sudah kau anggap sebagai kakak kandung sendiri kini harus menikahimu? Hwayoung bisa gila. Hanya karena tragedi malam itu dimana Yoongi masuk ke kamarnya dalam kondisi mabuk berat akibat pernikahannya dibatalkan, calo...