"Jin, aku pikir ini bukan ide yang bagus!"
Jimin benar-benar berharap temannya akan sekedar mendengar dirinya. Lelaki itu bahkan terus menarik lengan jimin menelusuri keramaian, menerobosnya mendekati meja bar. sesampainya keduanya menerobos kerumunan bermandikan peluh, keduanya memutuskan duduk bersanding dengan meja bar. Sebenarnya, club bukan tempat favorit jimin untuk sekedar meluangkan waktu dan membiarkan dirinya disana dalam kesehariannya
"Tolong dua gelas!" Jin memesan dan tersenyum ramah kepada bartender yang berdiri tepat dihadapan jin begitu dirinya mendudukkan diri, kemudian mengalihkan atensinya kembali pada teman disisinya.
"Aku pikir, aku tidak seharusnya minum tepat sebelum melakukan sebuah wawancara pekerjaan?" ujar jimin, mengabaikan dua gelas yang kini sudah tersaji dihadapan keduanya. Jin hanya acuh dan mengangkat kedua gelas dan memberikan salah satunya ke dalam genggaman jimin
"Ayolah jiminie! Kita rayakan! Ini tak lain adalah pekerjaan pertamamu di bulan ini! Aku tahu pekerjaanmu sebagai pelayan berjalan baik, tapi pekerjaan ini sungguh akan merubahmu menjadi lebih baik lagi!" jin berteriak disela kerasnya suara musik yang berdentum, sebelum akhirnya meneguk minuman kaya alkohol itu dalam satu kali teguk.
"Ayolah... setidaknya satu teguk kau minum."
"Bukankah dirimu yang selalu mengusikku dengan terus berkata mengenai menjadi bertanggung jawab?"
"Yep, tapi tidak dengan hari ini, ayolah minum saja. Aku bahkan merasa terlalu rapi untuk menghabiskan waktu disini."
"Baiklah, tapi hanya satu teguk."
Jimin pada akhirnya mempertemukan belah ranumnya pada bibir gelas kecil dan meneguk isinya dalam satu teguk. Ia meringis pelan kala cairan itu terasa sedikit membakar kerongkongannya. Sebaliknya jin hanya tersenyum simpul menatap jimin, satu lengannya menepuk punggung jimin penuh bangga. Menyebabkan korban yang ditepuknya semakin merasa ringan bersamaan alkohol mulai menyelubungi kesadarannya, disisilain jin justru mulai memesan dua gelas lagi pada pelayan wanita yang sedang berjaga. Pelayan tersebut hanya mengulas senyum, dan pada akhirnya justru menyajikan empat gelas sekaligus dan mengucap selamat pada jimin.
"Selamat atas pekerjaanmu. Anggap saja ini bonus, minumlah!"
jimin berterima kasih sebelum menelan kedua gelas dalam hitungan detik. Mungkin sebelumnya ia mengelak dan hanya akan minum cukup satu gelas, tapi apa boleh buat. Jimin bukan tipe orang yang mampu menolak sesuatu apalagi ini diberikan secara gratis. Dan setelah gelas berikutnya, kesadarannya mulai mengambang dan tubuhnya sedikit terhuyung ketika bangkit menandakan dirinya sudah benar-benar mabuk.
"Aku ingin menari ! aku akan menari!" seokjin mengangguk mantap dan menimun satu gelas kemudian menuruni kursi duduk dan mendekati keramaian
"Kamu tidak bisa menari!" tawa jimin meledak selagi tubuh seokjin bergerak mengikuti irama dentuman musik
"Apa kursi ini kosong?"
Jimin beralih melihat sisi kursi yang tadi diduduki seokjin, irisnya menangkap pemandangan lelaki rupawan menunjuk kursi disebelahnya. Ia hanya menggeleng pelan dan lelaki tersebut mengambil duduk dan memesan minuman. Dilain sisi jimin justru tak mampu barang melirik arah lain, terus menatap lelaki yang kini sedang memesan pada gadis pelayan yang tadi memberinya minuman gratis. Di pencahayaan yang remang dan tidak baik, jimin bisa menilai kulit lelaki tersebut putih pucat. Rambutnya abu dan bersandang celana jeans berpadu kemeja lengan panjang dengan lengan yang terlipat sebatas siku.
"Apa yang sedang kau coba lihat, cutie?"
Jimin tersadar dari lamunannya, menggeleng cepat begitu menyadari darimana suara yang menginterupsinya berasal. setidaknya dia berterima kasih pada cahaya yang remang karena pipi meronanya tidak akan terlihat dari tempat lelaki itu melihat. Lawan bicaranya hanya diam, lelaki itu terkekeh, memutar kursi duduknya menghadap jimin secara langsung.
"Bisa beritahu pria asing ini mengapa kau minum begitu banyak?" dia menunujuk pada banyak gelas kosong yang tergeletak acak diatas meja sisi jimin, itu bukan seluruhnya jimin, gelas bekas jin juga tergeletak disana. "Kau putus dengan pacar gadismu atau apa?"
"Pfffttt.... yeah, kau benar!" jimin mengguman ejekan dan tertawa "Semua bukan milikkku!!!!!!!" jimin terkekeh pada dirinya sendiri sebelum kembali bersuara "Temanku, dia sangat buruk dalam menari, dia disana!" telunjuknya menunjuk ke arah jin "Beberapa gelas ini miliknya."
Pria asing tampan itu hanya mengangkat sebelah alisnya, pandangannya jatuh dari jimin pada jajaran gelas kecil diatas meja
"Apapun katamu Tuan putri."
"Aku bukan putri! aku ini laki-laki! jadi... seharusnya aku ini dipanggil pangeran!" jimin berucap sembari meneguk isi gelas yang lain.
"Baik jika begitu, pangeran."
Jimin hanya terus minum, tidak terlalu peduli dengan si pria berambut abu. Yah meski sesekali diliriknya dalam beberapa waktu tetapi dirinya tidak peduli dengan keberadaan pria itu. dalam benaknya ia hanya terfikir untuk mengistirahatkan indranya daripada terus menerus melihat penari yang buruk seperti seok jin
"Kamu terlalu cantik."
Jimin menoleh pelan pada lelaki tadi. Melihat lelaki itu sudah minum cukup banyak.
"Be-benarkah?" Dia tersenyum malu. Lelaki abu hanya mengangguk dan mendekatkan wajahnya pada jimin
"Ya."
wajah lelaki itu sangat dekat dengan jimin, bakan dirinya mampu merasakan hembusan nafasnya di bibirnya sendiri. Desahan pelan berhembus selagi lelaki dihadapannya menjilat bibir dan menatap dirinya dengan intens. Bahkan saat ini sudah jauh lebih mendekat pada jimin sampai dirinya bahkan mampu lebih menelaah bentuk wajahnya. Mata sayu seperti kucing menatap jatuh tepat pada bibir ranum jumun. Hidung mungil diatas belah bibir yang mirip seperti milik boneka.
"Kemarilah."
Si lelaki berambut abu mendorong punggung leher jimin kedepan, menyatukan kedua bibir mereka.Bibirnya terasa pahit, rasa alkohol mendominasi di bibir keduanya terasa selagi dirinya melumat kasar bibir jimin.
"Astaga, benar-benar lelaki cantik." pria tersebut berucap begitu bibir keduanya berpisah karena menipisnya pasokan udara, menganggukkan kepalanya dan mendekatkan keningnya pada jimin. Pujian tersebut menggelitik perasaan jimin dan itu membuatnya sedikit tidak nyaman. Rasanya ingin berterima kasih tapi nafasnya masih terasa putus-putus untuk sekedar berbicara dua kata.
"Mobilku ada di tengah jika kau mau sesuatu yang lain." lelaki itu berkedip sebelum turun dari bangku dan melangkah menuju pintu keluar.
"Tunggu!" Jimin berteriak, bagaimanapun lelak itu acuh dan tetap pergi menjauh. Jimin berulang melihat ke arah punggung yang kian menjauh juga pada jin bergantian. Ada dua opsi yang kini harus dipilihnya. Sekedar duduk diam melihat jin yang menari atau pergi bersama pria menawan yang menjanjikan suatu malam yang menyenangkan.
maafkan aku jin
Jimin menelan tegukan terakhir dari gelas yang tersisa sebelum berlari mengejak pria tadi. Dirinya bahkan tidak mengurangi kecepatan sampai pandangannya bertemu dengan sebuah mobil sport yang begitu memikat mata.
"Kau membuat keputusan yang tepat."
Pria itu menyeringai, menyusupkan tangannya menyentuh kaki langsing jimin yang berada tepat dihadapannya. Melingkarkan lengannya yang lain pada pinggang si lelaki cantik. Jimin hanya menatap pada pria menawan
"apakah aku salah?"
Tidak ada patah kata kembali terucap. Kedua orang asing hanya saling menatap bayangan dirinya dari kedua netra milik seseorang dihadapannya.
TBC
wahahahahahaaaaaaa
aku tahu kalian pasti sebal dengan saya,
actually i want to say thank you very much to @King_ciel who makes such a beautiful fict like this.
dia juga udah kasih diriku kesempatan buat translete ff ini. maybe bakal jadi sedikit aneh, masukan amat sangat aku hargai. vomment jangan lupa yaaaaaa, aku masih amatir butuh banyak dukungan makasih untuk semuanyaaaaaaa.
Do'akan aku bakal apdet tiap minggu yaah
YOU ARE READING
Min Co. Indo Vers (Yoonmin)
FanfictionTempat Bekerja jimin terasa seperti neraka, bagaimana boss sialannya bertindak dan rekan kerja yang sungguh aneh? Hal gila mungkin akan terjadi di saat dirinya dipaksa untuk bekerja dengan jam yang menggila bersama sang boss yang luar biasa. All Cre...