1. Perfect Liar

3.3K 219 13
                                    

Tahun akhir sekolah membuat siapa pun yang duduk di tingkat tersebut harus berbenah diri agar dapat universitas negeri, tidak terkecuali laki-laki bernama lengkap Gilang Rival Alfaridzi.

Laki-laki itu tetap pada pendirian nya; tidur. Sementara teman-teman nya yang lain sedang sibuk mengerjakan soal-soal latihan UN yang di berikan guru mata pelajaran sejarah nya.

"Gubernur pertama VOC siapa sih? Pieter---" Acong menggantungkan kalimat nya, mengoyak-ngoyak tubuh Gilang agar laki-laki itu bangun dan menjawab pertanyaan nya.

"Parker," gumam Gilang, kembali mengambil jaket untuk menutupi wajah nya yang akan terpejam kembali.

"Heh, goblok! Lo pikir spiderman itu bagian sejarah!" Omel Acong sambil tertawa. "Tobat bego, nanti ga keterima univ baru kicep lo."

"Santai, univ yang nyari gue bukan gue yang nyari univ."

----

Grafisa mengetuk-ngetukan pensil nya ke kening nya sendiri. Berharap waktu bisa mengerjakan soal-soal tersebut. Meskipun tingkatan kelas nya sudah berubah, ia masih tetap tertinggal dalam pelajaran ekonomi.

"Aduh, rumus koefisien gini apa ya," gumam nya pelan.

Sedangkan kedua perempuan yang ada di samping Grafisa malah senyum-senyum sendiri, sambil memakan nasi goreng yang ada. Mengerjakan soal di kantin? Sama sekali bukan Grafisa.

"Woi, udah tobat?" Zeta menyikut lengan Grafisa, membuat perempuan itu berdecak pelan karena mencoret tulisan perempuan itu.

"Rese banget dah lo pada," omel Grafisa, dengan terpaksa menjauhkan kertas berisi latihan soal-soal UN ekonomi itu dari hadapan nya, lalu mengambil nasi goreng yang sudah terbengkalai hampir lima belas menit.

"Lo abis di ruqyah ya?" Tanya Dara bercanda. Akhir-akhir ini Grafisa makin rajin tentang pelajaran. Entah karena ia memang sadar kalau UN empat bulan lagi, atau yang di sebutkan Dara tadi.

Grafisa terlebih dahulu meminum air putih nya yang ada di atas meja. "Iye, abis di ruqyah sama bapak gue. Udah stress dia punya anak macem gue, apalagi udah nambah satu."

"EH IYAAA!!" Zeta memotong dengan heboh, "Gue mau ketemu adek lo lagi dong! Kali aja sekarang udah bisa ngomong."

"Lo kira dia bayi ajaib?" Dara menimpali. "Tiga bulan aja helom, boro-boro bisa ngomong."

"Ya kali aja gitu," jawab Zeta.

Grafisa tidak menanggapi apa yang di bicarakan kedua nya, perempuan itu malah kembali sibuk dengan soal ekonomi nya. "Woi, rumus pendapatan pengeluaran apasi?" Grafisa bertanya frustasi.

Dara dan Zeta menggeleng tidak tahu. "Halah, nanya sama lo berdua ga ada guna nya," ucap Grafisa, kemudian memilih untuk pergi dari kantin sebentar, mengambil catatan kelas sebelas nya lalu kembali ke kantin karena memang sedang tidak ada guru yang mengajar.

Perempuan yang mengenakan cardigan berwarna hitam itu berjalan dengan santai, fokus nya teralih pada poni rambut se-mata yang baru ia potong seminggu yang lalu, tidak sadar kalau ada laki-laki yang berjalan dari arah berlawanan sedang memperhatikan gerakan nya.
Laki-laki itu sengaja menghentikan langkah nya beberapa langkah di depan perempuan itu.

Grafisa baru tersadar ketika kepala nya menabrak sesuatu yang tidak terlalu keras, tapi mampu membuat Grafisa ingin mati di tempat.

Gilang, entah sudah berapa lama ia tidak melihat wajah laki-laki itu dalam jarak sedekat ini. "Lo masih ceroboh, tau ga?"

Tatapan mata itu mengunci pergerakan Grafisa, di tambah suara dingin yang keluar dari mulut laki-laki itu. Tidak ada yang tahu betapa rindu nya Grafisa pada sosok di hadapan nya kali ini.

Mereka memang tetap satu kelas, tapi tidak pernah ada momen seperti ini yang terjadi--karena Grafisa selalu menghindar. Tapi, entah kenapa sekarang gadis itu tetap diam di tempat, Gilang tidak tahu.

"Ehh Lang, sori ya," ucap Grafisa salah tingkah, tiga detik kemudian gadis itu melewati bahu Gilang.

Shit.

Gilang benci bagaimana Grafisa bisa melewati ini semua, Gilang benci bagaimana Grafisa bisa bertindak seolah mereka berdua tidak pernah saling mengisi, Gilang benci bagaimana Grafisa yang selalu bisa menghindar.

Karena fakta nya, Gilang tidak bisa melakukan itu semua. Gilang tidak bisa lagi membohongi perasaan nya sendiri.

Story Of Another UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang