5. Penghilang Penat

1.6K 178 11
                                    

Biasanya penat Grafisa akan hilang ketika melihat Reyhan--adik bayi nya sedang terlelap. Tapi sekarang nyata nya hal itu tidak lagi efektif, Grafisa tetap merasakan penat yang ada di dalam hati nya.

Perempuan itu beberapa kali mengecek ponsel nya yang sama sekali tidak menguluarkan notif apa-apa, karena sudah pukul dua belas malam. Biasa nya, Gilang akan menelfon malam-malam begini, sekedar memberi tahu Grafisa kalau ia tidak bisa tidur, atau memberi tahu perempuan tersebut bahwa ia sangat mencintai nya.

Kenangan itu, sangat sulit di lupakan. Selalu menempel seperti kerak di otak Grafisa, entah dengan cara apa bisa ei basmi habis.

Selang beberapa detik setelah kenangan tersebut bermain, kini kenyataan yang sama persis dengan kenangan tersebut muncul.

Gilang is calling...

Reflek, tubuh Grafisa mendadak bangun dari posisi terlentang nya. Perlu beberapa detik bagi perempuan itu untuk mengangkat panggilan. Sial, jantung nya masih saja berdetak tidak karuan.

"Halo?"

"....."

Kening Grafisa kontan mengerut, tidak ada jawaban di sbrang sana. "Lang?"

Masih tidak ada jawaban. Hening.

"Lang? Lo kenapa? Lo disana kan?" Rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Grafisa tanpa jeda, kali ini biarkan Grafisa tidak berpura-pura karena sesungguh nya ia mendadak jadi khawatir.

"Gilang!" Suara Grafisa meninggi, karena tidak ada jawaban apa-apa yang ia dapatkan. Tubuh nya sekarang berdiri di samping kasur. "Lang, jawab!"

Baru setelah di bentak seperti itu, suara dari sebrang akhirnya muncul, meskipun terlalu kecil untuk Grafisa dengar. "Omah meninggal, Ca."

"HAH?!"

"Gue..." kalimat itu terhenti, Gilang tidak sanggup mendeskripsikan apa yang sedang ia rasakan sekarang. Kalimat yang keluar dari mulut Grafisa selanjut nya adalah kalimat yang tidak pernah Gilang bayangkan sama sekali akan ia dapatkan.

"Gue ke rumah lo sekarang."

-----

Tepat pukul dua belas lebih setengah menit, Grafisa sampai ke rumah yang sudah terlihat sepi itu. Rumah Omah Gilang memang berada di Surabaya, dan Omah Gilang juga meninggal di Surabaya, jadi mungkin sebagian keluarga Gilang sudah pergi kesana.

Hanya tersisa Gilang dan Ghifari, di tambah dia detik ini.

Ghifari terlihat sama tidak baik nya dengan Gilang, wajah laki-laki itu murung--hampir seperti ingin menangis kencang. Tanpa menunggu lama lagi, mereka semua masuk ke mobil jazz berwarna putih yang notaben nya adalah milik Ghifari.

Meskipun tadi Gilang dan Ghifari sempat bertengkar sebentar tentang siapa yang akan mengendarakan mobil, akhirnya kemudi itu tetap di menangkan oleh Ghifari. Laki-laki itu tahu apa yang sedang di rasakan Gilang, meskipun ia sama-sama sedih, Gilang pasti merasa hal yang lebih dari yang ia rasakan. Dan pasti Gilang akan membawa mobil bak seorang pembalap, Ghifari yang logika nya masih terkontrol tidak akan membiarkan nyawa mereka bertiga terancam.

Sama dengan Grafisa, hampir tiga tahun kenal dengan Gilang, ia sangat yakin kalau laki-laki itu sama sekali tidak bisa mengontrol diri nya sendiri bila sedang sedih yang sangat mendalam.

Gilang yang duduk di samping jok kemudi tidak henti-henti nya menggigit kerah baju nya, lalu di lepaskan sambil menghentakan kaki. Wajah laki-laki itu makin terlihat menyedihkan dari biasa nya, apalagi jarak dari Jakarta dan Surabaya tidak bisa di tempuh dalam waktu setengah jam saja--memang lebih cepat karena keluarga Gilang memilih jalur udara.

Dua jam waktu yang di butuhkan untuk sampai ke bandara Soekarno-Hatta, pukul dua pagi, biasanya Grafisa masih terlelap di atas kasur, tapi sekarang perempuan itu sedang berlari menuju terminal yang di tuju.

Grafisa beruntung di perbolehkan ikut perjalanan ini meski harus berdebat kecil terlebih dahulu dengan Revan, tapi perempuan itu hanya membawa beberapa pakaian di dalam tas ransel berwarna biru pastel nya. Memang dari ketiga nya, tidak ada yang membawa koper--setidak nya satu koper kecil. Entah itu sudah di siapkan oleh orangtua mereka yang pergi dalam penerbangan sebelum nya atau memang sama sekali tidak sempat.

Pukul dua lebih empat puluh menit, mereka telah duduk di dalam pesawat salah satu maskapai terkenal dengan warna biru. Take off tidak lama kemudian berjalan dengan mulus.

Grafisa yang duduk nya di samping jendela beberapa kali menengok kesana, melihat pemandangan kota dari ketinggian beribu kaki, sangat indah apalagi dari sini rumah-rumah tersebut hanya terlihat seperti titik-titik cahaya.

Sedangkan di samping Grafisa, Gilang sedang memejamkan mata nya. Gejolak di dalam hati laki-laki itu menyuruh menangis, tapi Gilang rasa menangis saja ia tidak sanggup. Tidak seperti laki-laki di samping nya yang beberapa jam yang lalu menangis kejer.

Grafisa yang melihat pemandangan seperti itu akhirnya mengambil tangan kiri Gilang yang ada di paha laki-laki itu. Mengusap nya lembut dalam beberapa saat, membuat Gilang membuka mata nya dan langsung bertabrakan dengan tatapan itu.

Tatapan yang entah kenapa, mampu membuat nya merasa lebih baik dalam segala situasi. Penat nya seakan hilang detik itu juga, berganti dengan air mata yang perlahan muncul dari kedua mata tersebut.

"Just cry, Lang." Perintah tersebut seperti nya di turuti oleh Gilang. Di tengah keheningan penumpang yang banyak terlelap, Gilang menangis.

Namun suara tangisan nya sedikit mereda ketika Grafisa mendekap laki-laki itu ke dalam pelukan nya. Menaruh kepala Gilang di bahu nya, sambil mengusap lembut punggung laki-laki itu. "Keluarin semua nya, gausah di tahan."

Gilang membalas pelukan perempuan tersebut, kedua tangan nya menggengam tubuh belakang Grafisa erat. Ia sudah kehilangan dua orang yang berarti dalam hidup nya. Dua perempuan yang sangat ia cintai. Ia tidak ingin bila perempuan ini juga ikut pergi menjauh, bila hal itu terjadi, lalu siapa yang akan menjadi tempat penghilang penat nya? Siapa yang akan menjadi tempat ia bersandar dari kejam nya kehidupan?

***

Kok gue sedih ya... kasihan Gilang...

Eh iya kayak nya ini story bakalan abis mungkin cuma part belasan soalnya bingung masalah mereka apalagi, kasian juga hidup nya di bikin sengsara mulu sama gue wkwlwlkw

Udah ya.

Makasih buat yang baca dari second chances, evanescet, nunca, sampe yang ini. Betewe kenapa second chances sekarang kayak soal mtk--bercucu HAHAHAHAH

Story Of Another UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang