Dari sekian banyak tempat yang ada di dunia, kenapa harus rumah sakit yang selalu menjadi tempat pertemuan mereka? Bukan sekedar pertemuan, kedua nya berjalan sejajar melewati lorong rumah sakit--seperti yang di lakukan hampir setahun yang lalu.
Kedua nya diam, larut dalam pikiran masing-masing. Gilang memasukan kedua tangan nya di saku celana, ia tidak ingin berbicara karena tahu Grafisa tidak akan mendengar. Ia tidak akan menghancurkan momen yang jarang--bahkan tidak pernah mereka lakukan lagi.
Sementara Grafisa merasa aneh tidak mendengar Gilang ngoceh saat ini, seperti nya Gilang telah kembali menjadi Gilang. Tapi, ada dorongan dalam hati perempuan itu untuk membuka percakapan, ia merasa canggung.
"Lang?"
"Hm." Gilang menjawab seada nya.
"Erisca ada urusan apa sama Farabi?" Tanya nya to the point, pandangan Grafisa tetap lurus ke depan. Tidak ingin menatap mata Gilang yang ada di samping nya.
Suasana ramai terlebih dahulu memecah keheningan, jarak kedua nya kian menyempit ketika ada korban kecelakaan yang di bawa dengan brangkar melewati lorong lantai dasar ini, di ikuti orang-orang yang menangis.
Grafisa tidak bisa membayangkan bagaimana kalau ia menjadi seorang dokter, melihat pasien yang meninggal setiap hari. Atau pasti merasa bersalah karena gagal dalam tindakan operasi, tidak, ia tidak cocok dalam pekerjaan tersebut.
"Gatau," jawab laki-laki itu ketika rombongan tadi sudah tertinggal jauh di belakang.
"Kita mau kemana, Lang?" Kita? Apa yang barusan Grafisa katakan? Sepertinya itu sangat tidak cocok di pakai dalam situasi seperti ini.
"Makan martabak?" Gilang bertanya, membuat Grafisa mengangguk-anggukan kepala nya sambil tersenyum.
Gilang sepertinya sedang menjadi laki-laki melankonis, karena ia sangat ingin menuju ke tempat yang pernah di kunjungi bersama perempuan itu. Gilang ingin mengulang semua nya, saat pertama kali pandangan nya perlahan berubah kepada perempuan ini.
-----
Sebenarnya kedekatan antara Acong dan Dara tidak di sengaja, tapi sekarang kedua nya malah semakin dekat.
Dara hampir mengumpat ketika masuk ke ruangan dimana Farabi di rawat, kalau Acong tidak menutup mulut perempuan tersebut.
"What the---ka Erisca sama ayang gue?" Bisik Dara kepada Acong, kini kedua nya tidak jadi masuk ke ruangan tersebut karena tidak ingin menganggu Erisca yang sedang menangis tersedu-sedu disana.
"Gatau juga si gue, tapi kayak nya ga mungkin soalnya Erisca cuma mau sama gue," jawab Acong kelewat santai, membuat Dara melotot.
"Gausah mimpi, bisa?"
"Bisa kok, kan mimpi gue elo, huehehe." Beruntung Dara memiliki kulit yang tidak bisa memerah hanya karena malu seperti Grafisa.
Grafisa: woy ra ke tempat martabak depan rs deh
Grafisa: lo di rs kan?
Grafisa: sumpah gue mati kutu gilang dari tadi diem aja
Tadi nya Dara mau langsung kembali ke rumah, tapi karena mendapat pesan seperti itu, ia tidak tega melihat sahabat nya tersiksa. "Cong, lo sama Gilang temenan berapa tahun?"
"Dari masih zigot."
"Serius dikit apa!" Dara menghentakan sepatu nya ke lantai dengan jengkel, sedangkan Acong malah nyengir. "Dari sd kayak nya."
"Kok kayak nya?"
"Ya kali aja pas masih bayi gue sebenernya udah pernah main petak umpet bareng Gilang cuma gua nya ga inget."
"Bodo amat, kampret."
-----
Suasana canggung yang menyelimuti meja di dekat tenda itu seketika cair ketika suara Acong mengagetkan sohib nya dari belakang. Gilang sama sekali tidak terkejut, wajah nya masih datar.
Dara langsung mengambil martabak telur yang ada di atas meja. "Woy gue punya tebakan," ucap Acong.
Dara dan Grafisa mengangguk antusias, kecuali laki-laki yang duduk di samping sumber suara tadi. "Tikus, tikus apa yang kaki nya empat?"
"Mickey mouse!" Jawab Dara dalam hitungan detik.
"Bebek bebek apa yang kaki nya dua?"
"Donal duck!" Kali ini gantian Grafisa yang jawab. "Salah! Kan bebek emang kaki nya dua." Penjelasan itu lantas membuat ketiga orang tersebut tertawa, di tambah Grafisa yang menggaruk-garuk kepala nya sok pusing.
Pembicaraan kemudian berlanjut kepada konser All Time Low yang akan di selenggarakan di Jakarta. Grafisa menyambut dengan antusias, apalagi Acong.
Gilang sejak tadi tidak membuka suara nya, sampai Acong membuat candaan akan hal itu. "Yang diem kayak nya lagi naber nih."
"Kampret," maki Gilang tidak terima, sambil menoyor kepala Acong. "Lo diem apa sekali, ngomong mulu."
"Biarin, orang gue punya mulut."
"Gue juga punya mulut, tapi gue diem."
"Halah, bilang aja lagi patah hati makanya diem mulu hahahaha."
Dara ikut menimpali dengan tertawa, bersama Acong. Sementara Gilang tidak bisa menjawab apa-apa, kalau saja ini bukan di tempat umum, sudah pasti Acong akan habis di tangan nya.
Begitu pun Grafisa, perempuan itu diam. Merasakan aura canggung yang lagi-lagi keluar. Di dalam benak nya, ia bertanya apakah Gilang se-sedih itu karena nya?
***
Maaf kalo part ini terlalu memaksakan huhuhu, soal nya lagi ga terlalu mood nulis tapi gimana ya.
Oiya, yang mau keep-in-touch sama aku, follow aja ig: deaamandaf HAHAHAHAH SEKALIAN PROMOSI
Udah segitu aja, tengkyu!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Another Us
Подростковая литератураApakah salah, bila kita menyelesaikan apa yang belum terselesaikan pada waktu lampau? Apakah salah, bila kita kembali mengulang masa-masa itu? Apakah salah, mencoba memperbaiki apa yang terlah berlalu? Gilang rasa tidak. Lagi pula, kita sudah berbed...