Siswa yang duduk di tingkat akhir sekolah tidak ada yang keluar dari gedung saat bel pulang berbunyi nyaring. Bukan karena keinginan masing-masing, melainkan tuntutan yang harus di jalani mereka semua. Pemantapan materi nama nya.
Sebenarnya kegiatan ini sudah lama di adakan, sekitar tiga bulan yang lalu, tidak salah bila semangat kebanyakan siswa menurun--karena bosan. Termasuk perempuan yang tengah duduk di kursi paling akhir. Dari tatapan mata nya, jelas sekali kalau ia mengantuk.
"Woi, ngopi yuk!" Ajak Grafisa kepada teman yang ada di kelas nya, tapi sayang tidak ada yang mengiyakan ajakan perempuan tersebut. Dara tidak tahu kemana sejak tadi.
Grafisa akhirnya memilih berjalan sendirian ke kantin, waktu jeda untuk memulai pemantapan belajar ada tiga puluh menit. Cukup lah kalau ia cuma membeli kopi good d*y dingin lalu di bawa ke dalam kelas.
Tapi belum sampai setengah perjalanan dari kelas nya, Grafisa bertemu dua anak laki-laki yang muncul dari belokan menuju ke toilet. "Eh, Ica!" Acong langsung mengambil langkah di sebelah perempuan itu, berjalan dengan tujuan yang sama.
"Sendirian aja, temen lo mana?"
Alah dasar Tupai, modus nya bisa banget," damprat Grafisa sambil terkekeh kecil, lalu memukul lengan Acong. "Dara gatau kemana, tadi pas bel pulang langsung ngacir keluar kelas."
Laki-laki yang berada di sebelah kanan Grafisa ikut tersenyum, "kejar terus bro, sampe mampus."
"Parah banget." Acong menghentikan langkah nya tiba-tiba, tangan kanan nya menggenggam dada sebelah kiri nya.
Mendramatisir keadaan. "Sakit hati Hayati, Mas."
"Dih? Kan gue ngasih advice," elak Gilang tidak terima.
"Tanpa perlu lo ngasih advice, gue juga bakal ngejar kali."
Grafisa menyudahi perdebatan yang terjadi itu dengan cara bertepuk tangan di depan wajah Acong dan Gilang secara bergantian. "Gausah ngomong mulu, kasih action juga," tambah nya. Dalam hati, Gilang sedikit tersentil karena kalimat barusan.
Apakah aksi nya juga kurang?
----
Tadi nya Grafisa hanya akan membeli minuman saja lalu kembali ke kelas, tapi keberadaan Acong dan Gilang membuat nya mau tidak mau harus tetap tinggal. Perempuan itu meminum kopi dingin nya secara tidak santai, meskipun sudah di sediakan sedotan, Grafisa tidak menggunakan nya.
"Udah ga minum dari TK ya, neng?" Sindir Acong.
Setelah menyelesaikan tenggukan nya, Grafisa buru-buru menjawab. "Kaga, cuma lupa rasa kopi itu gimana."
Acong lantas tertawa tapi hal itu tidak berlangsung lama ketika ia melihat Dara keluar dari lorong tikus menuju ke kantin. Tangan perempuan itu menutup hampir sebagain wajah nya.
Ia baru saja akan bangun dari tempat nya ketika melihat Andri datang dari belakang, ia ingin memukul laki-laki itu karena menjadi penyebab Dara menangis. Tapi Gilang buru-buru menahan lengan teman nya itu. Kemudian sengaja memberi kode kepada Grafisa untuk menoleh ke belakang, memperlihatkan sahabat nya yang masih berdebat dengan Andri di belakang.
Sebuah tamparan mulus mendarat di pipi Andri. Grafisa menampar laki-laki itu setelah membawa Dara menjauh dari laki-laki itu, tepat nya duduk di tempat nya tadi. "Lo ngapain Dara, hah?!" Teriak nya.
Andri tergugup di tempat, tidak mampu menjelaskan apa-apa. Sebelum benar-benar pergi, Grafisa kembali menampar pipi laki-laki itu.
Dalam hati, Acong menyetujui apa yang di lakukan Grafisa.
Andri pantas mendapat tamparan itu.
----
Setelah memastikan kalau Dara baik-baik saja dan bagaimana perempuan itu sampai ke rumah nanti, Grafisa keluar kelas bersama Gilang di samping nya.
Parkiran sekolah tidak terlalu penuh karena tinggal satu angkatan saja yang baru saja pulang. Grafisa menunggu di samping pagar depan, mengobrol dengan satpam nya yang sering mencampuri Bahasa Inggris, tapi kadang malah membuat sebagian siswa tertawa sendiri.
"I know you, beautiful." Ucap nya saat Grafisa datang.
"Oh, yes. You know me, right?"
Satpam yang bernama Shori atau yang akrab di panggil Om Shori tertawa. "Gimana school today?"
"Kayak biasa nya Om, melelahkan." Tepat satu menit setelah Grafisa menyelesaikan kalimat nya, motor besar Gilang sudah ada di samping perempuan tersebut.
"Boyfriend?" Sebelum naik ke atas jok, Grafisa sempat menaikan kedua alis nya secara bersamaan sambil menyeringai ke arah Om Shori. Tidak ingin Gilang mengetahui jawaban nya.
"Be careful, beautiful!"
Setelah keluar dari gang sekolah, Gilang baru membuka suara nya. "Akrab banget sama Om Shori?"
"Om Shori kan emang akrab sama semua orang."
"Sama gue engga."
"Ya lo nya aja yang jutek," jawab Grafisa, mata perempuan itu kemudian menyipit memikirkan hal yang mungkin terjadi, alasan mengapa Gilang bertanya seperti itu. "Jangan bilang... lo cemburu?!"
Gilang mendecih pelan, "ngapain gue cemburu sama dia? Jelas gue yang menang lah."
Grafisa memajukan tubuh nya, sengaja mendekatkan mulut nya ke telinga kiri Gilang agar laki-laki itu mendengar dengan jelas. "Heh, siapa bilang? Gitu-gitu dia jauh lebih perhatian dari pada lo."
Sebuah tubrukan antara kepala kening Grafisa dan belakang kepala Gilang akhirnya terjadi, bersamaan dengan bunyi klakson kendaraan di belakang. "Jalan, bego!"
Bukan nya menuruti kata-kata Grafisa, laki-laki itu malah meminggirkan motor nya di tepi jalan lalu mematikan mesin nya. Kepala Gilang masih menoleh ke belakang, melihat Grafisa. "Apa kata lo barusan?"
"Jalan!"
"Bukan yang itu," telunjuk kiri Gilang terangkat ke atas sambil ia gerakan ke kanan dan ke kiri. Ekspresi wajah Gilang tidak bisa di tebak sama sekali oleh Grafisa. "Om Shori jauh lebih perhatian dari pada gue?"
Grafisa menangguk.
Decihan keras lolos dari mulut Gilang sebelum ia kembali mengendarai motor nya. Samar, senyuman Grafisa muncul di wajah nya.
Dari semua ekspresi dari jutaan orang yang pernah Grafisa lihat, milik Gilang adalah yang terbaik. Apalagi ekspreksi nya ketika sedang cemburu. Sangat menggemaskan. "Lang!"
"Hm."
"Masa cemburu sama Om Shori, sih? Jangan-jangan lo juga cemburu sama Papa gue?"
"GUE GA CEMBURU SAMA SIAPA-SIAPA!"
"Eh iya, mau temenin gue jenguk Farabi ga?" Grafisa sengaja mengeluarkan pertanyaan seperti itu. Karena ia tahu Gilang sangat panas bila mendengar nama Farabi disebut.
"ENGGA! GAMAU! JANGAN BAWA-BAWA NAMA FARABI DI DEPAN GUE!"
Perempuan yang kepala nya di tutup oleh topi berwarna hitam itu tertawa. "Kata nya ga cemburu sama siapa-siapa."
***
Puas ga sama chapter ini? Aku sendiri si, puas. Kalian?
Eh iya, apakah cerita ini lebih menarik dari pada cerita bapak moyang nya Grafisa? Penasaran aja si wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Of Another Us
Teen FictionApakah salah, bila kita menyelesaikan apa yang belum terselesaikan pada waktu lampau? Apakah salah, bila kita kembali mengulang masa-masa itu? Apakah salah, mencoba memperbaiki apa yang terlah berlalu? Gilang rasa tidak. Lagi pula, kita sudah berbed...