Hari ini adalah hari libur panjang. Keluarga suamiku berencana pergi berlibur untuk libur panjang ini. Tak ada yang mengajakku namun aku tahu berita ini dari bi Inah karena dia akan diajak serta. Aku memberanikan diri untuk ikut walau taka da undangan, biarlah resiko akan aku tanggung. Semua bersiap, begitupun aku, saat semua berkumpul untuk berangkat, akupun ikut berdiri mendekat.
"sedang apa kamu?" ucap ibu mertuaku tak suka. Aku diam.
"sungguh tak tahu malu, tak ada yang mengajakmu. Pergilah, jangan membuat suasana tak nyaman disekitarku. Dasar perempuan tak tahu malu" ucapnya padaku namun aku tetap diam. Saat semua memasuki kendaraan masing-masing, akupun ikut masuk di mobil yang bi Inah tumpangi. Saat aku akan masuk, gerakan ku terhenti karena tarikan yang membuatku jatuh tersungkur.
"apa-apaan kamu, benar-benar tak tahu diri, sudah aku bilang bahwa tak ada yang menginginkanmu dan tak ada yang mengundangmu jadi jangan berani masuk ke dalam mobil." Bentaknya yang tak tahan melihat tingkahku. Saat ibu mertuaku berpaling dan hendak memasuki mobil, aku berdiri untuk masuk ke mobil juga namun terhenti lagi karena genggaman ibu mertuaku, didorongnya aku, ditatapnya aku.
"kamu-""ummi" katanya terhenti oleh suara anakku.
"nenek, maafkan ummi. Biar ummi ikut, Reyhan mohon, nek" ucap Rey pada neneknya, aku terpaku akan panggilannya, terima kasih telah memanggilku dan menolongku.
"Reyhan, cucu nenek. Reyhan tahu nenek tidak suka-"
"nek, tolonglah biar ummi ikut, reyhan akan turuti permintaan nenek tapi reyhan mohon, jangan berlaku kasar pada ummi" pinta Reyhan pada neneknya.
"reyhan mohon nek, ya, reyhan mohon" tangguh sekali anakku ini masih anak kecil namun sudah tahu cara memohon, sudah tahu cara berdiskusi. Mungkin karena keluarganya memiliki aturan-aturan yang tegas makanya membuat dia terbiasa akan sikap yang selalu dilihatnya. Bujukan reyhan mampu membuat neneknya diam dan akupun dibolehkan masuk ke mobil mengikuti acara keluarga ini. Aku tahu mereka terpaksa diam karena Reyhan memohon untukku.
Terima kasih, anakku, sekarang aku benar-benar menyerah. Setelah acara ini berakhir, aku akan melepasmu dan ayahmu.
Setelah ini aku tidak akan mendekatimu, setelah ini aku akan tetap mendoakanmu, aku melepasmu. Kuatkan aku ya Allah, teguhkan aku dalam keputusanku ini, apa yang baik untukku belum tentu baik dan apa yang buruk untukku belum tentu buruk. Aku tak akan menangis, cukup sedih saja yang kurasakan, cukuplah itu.
Kami tiba di hotel atau dapat dibilang motel karena hotelnya tidak terlalu luas. Semua keluarga mendapatkan kunci kamar, aku memutuskan untuk bersama bi Inah. Teguhkan aku ya Allah, melihat keluarga ini untuk terakhir kalinya.
Tak kusangka saat berlibur, aku merasakan dan melihat kejadian yang membuatku dejavu, di ruang makan, kami sedang makan bersama, lalu seorang menyapa ibu mertuaku. Reuni antara ibu mertuaku dan temannya meramaikan suasana liburan kami. Satu hari setelahnya kami berkumpul kembali di taman, keluarga mertuaku dan keluarga teman mertuaku, satu bahasan yang mengejutkan semua orang, teman mertuaku mengatakan bahwa dia sangat mengagumi anak mertuaku dan berandai senang jika dia menjadi menantunya. Anak mertuaku yang dimaksudnya adalah suamiku. Hebat, suamiku kau tidak tampan dan juga tidak buruk, tapi semua orang merasakan auramu, aura yang memikat untuk mengenalmu. Aku melepasmu, maka aku tidak akan ikut campur urusanmu. Malam hari setelah jalan-jalan dan makan malam, semua orang kembali beristirahat di kamar masing-masing. Aku diam-diam menuju kamar suamiku, mengetuk, lalu terbuka. Zidan, suamiku, menatapku, kami saling menatap, untuk terakhirkalinya biarkan aku menatapmu lama suamiku.
"ini sudah malam, ada perlu apa?" tanyanya padaku
"aku ingin berbicara sesuatu, bolehkan aku masuk?" kataku padanya. Dia diam seperti tak percaya akan ucapanku, diam seperti tak mengizinkanku masuk namun terlihat diam ingin mengetahui maksud tujuanku.
"bolehkah aku masuk?" kataku lagi, dan membolehkanku masuk tanpa berkata apapun. Aku melihat kamar yang ditempatinya, aku mencari tahu kebiasaannya namun yang kulihat adalah kamar yang terlihat rapih seperti baru dibersihkan setiap saat. Mengenang, itulah yang kurasakan sekarang. Dulu, saat kita baru menjadi pasangan, aku sangat tidak suka dengan kebiasaanmu yang tidak rapih. Mugkin bagimu wajar, namun itu sangatlah membuatku repot. Dan tak kusangka sifatmu berubah bukan karenaku tapi karena kehidupanmu yang lain. Aku sedikit iri namun aku tahu itu percuma, hanya membuat lelah.
"ada apa, Na?" tanyanya padaku, memanggilku dengan nama, ingin rasanya mendengarnya menyebut namaku setiap saat. Galau, apakah aku galau? Tidak, percayalah aku sudah menyerah, aku siap melepas, yang kulakukan sekarang adalah mengenang. Aku mendekati ranjangnya, duduk, diam sesaat, dan menatapnya. Akan kukatakan maksudku. Kuatkan aku ya Allah, teguhkan aku.
"apa kau akan memerima lamaran, yang tadi diucapkan teman ibu?" kataku, dia diam melihatku, aku diam sedikit tersenyum memantapkan hatiku, melihatnya untuk yang terakhir kali, aku bangun, mendekatinya, bergerak menyentuhnya namun tertahan.
"bisakah aku memelukmu untuk terakhir kalinya?" tanyaku padanya dan tidak ada reaksi darinya. Kuberanikan diri untuk mendekat dan memeluknya dengan lembut seolah aku sedang memeluk angin.
"aku akan menandatangani surat itu" kataku akhirnya.
"suamiku, bisakah kau buat aku menjadi istrimu sepenuhnya malam ini, untuk pertama dan terakhir, jadikan aku wanitamu sepenuhnya. Setelah itu, aku tidak akan meminta apapun darimu atau mengganggu hidupmu. Aku benar-benar akan mengabulkan permintaanmu." Kataku masih memeluknya, tidak ada reaksi darinya. Apa ini terlalu sulit? Kamu seorang laki-laki, bukankah ini sebuah keuntungan untukmu. Suamiku, mengapa kau diam?
Zidan mengurai pelukanku, sedikit menjauh dan berkata sambil menatapku "apa yang ada didalam pikiranmu, perpisahan yang kuminta demi kebaikanmu, kamu bisa memulai semuanya dari awal, Na. Ya, kamu istriku tapi aku tidak memperlakukan kau layaknya seorang istri karena itu aku tak ingin menjadikanmu sepenuhnya istriku. Kamu dapat memulai segalanya dengan orang yang lebih baik". Ucap Zidan padaku.
"apa maksudmu? Kamu sengaja tidak memperlakukanku sebagai istrimu? Apa kamu tahu usia pernikahan kita sampai sekarang? 8 tahun. 8 tahun kau berlaku sengaja. Aku tak ingin membahas ini, sekarang yang aku minta jadikan aku istrimu sepenuhnya hanya untuk malam ini saja. Apa kamu menolak? Apa masih sengaja tak memperlakukanku sebagai istrimu." Ucapku padanya dan dia menjawab dengan anggukan serta ucapan ya.
"jika begitu, anggap permintaanku adalah syarat untukmu agar aku mengabulkan permintaanmu. Zidan, apa kamu tahu sifatku? Kau tak perlu cemas, karena jika aku sudah memantapkan tujuan maka aku tidak akan terusik oleh masa lalu, aku tidak akan menderita dengan mengenang masa lalu. Kau ingin aku bahagia, bukan? Aku akan bahagia jika kamu mengabulkan permintaanku".
Kami saling menatap, aku dengan pikiranku, dan kau dengan pikiranmu. Ucapanku rasional. Permintaanmu pun rasional. Malam itu, adalah malam pertama dan terakhir bagiku menjadi wanitamu sepenuhnya. Ibadah yang mesra. Itulah yang sering kudengar dari obrolan teman-teman seumuranku, dari buku cerita islami yang kubaca. Ibadah mesra yang begitu langka buatku namun aku bersyukur karenanya.
Jika nanti kita sudah tak bersama, hilangkan ingatanmu tentangku
karena aku akan menghilangkan ingatanku tentangmu, jangan kau ingat kita pernah bersama,
jangan kau sapa aku jika tanpa sengaja kita bertemu, jangan mengingat bahkan satu haripun bahwa aku pernah jadi istrimu,
karena aku bukan lagi istrimu. Aku akan melupakanmu.
Aku tidak akan menangis karena aku bukan lagi istrimu.
Peluk mesra dan ciumku untukmu suamiku. Terimakasih atas segalanya. Malam telah berganti pagi, namun pagipun belum memunculkan sinarnya, aku memutuskan untuk kembali ke kamar inapku. Kupandang wajah suamiku lama untuk terakhir kalinya, satu kecupan singkat sebagai awal perpisahan kita membuatku bergerak menjauh darimu.
-*-
YOU ARE READING
My Beloved, My Dear, How could you ...?
RomanceEgoisku dapat berupa sifat apatis. Namun sekali lagi tidak akan aku kabulkan, seharusnya dari awal kalian tidak mengajakku memiliki ikatan. Sekarang kalian meminta melepas, namun aku tidak ingin melepas, aku tidak peduli sikap kalian, aku memiliki c...