Bagiku menunggu lebih baik

360 10 0
                                    


Keesokan harinya, aku pergi untuk melakukan aktivitasku. Ciumku untuk anakku, Reyhan, sebagai tanda sayang dan maaf karena ummimu tak dapat bersamamu saat ini. Suasana pagi dengan langit masih berwarna gelap, belum menunjukkan aktivitas yang seharusnya terjadi setiap hari senin, terlihat beberapa orang termasuk aku yang juga sedang menunggu angkutan untuk ke kota lain. Menunggu, bisa terasa berat dan juga bisa terasa ringan. Bagiku, menunggu sudah menjadi rutinitasku, bagiku menunggu lebih baik daripada ditunggu. Jika aku berada pada posisi sedang ditunggu maka akan kupastikan kepastian bertemu atau tidaknya, jika aku tidak mengakui sedang ditunggu maka aku akan tegas mengatakan tidak dapat bertemu, jika aku mengakui sedang ditunggu maka aku berdoa agar dapat bertemu. Jika aku tidak ditunggu tapi aku berhak untuk ditunggu maka hanya doalah yang dapat kupinta, doaku untuk terus bertahan dan doaku untuk menerima kenyataan.

Pagi, mengapa kau nampakkan suasana sendu padaku atau akulah yang salah karena terbawa perasaan sendu? Umurku sudah 33 tahun, cukuplah sendu-sendu dalam hidupku selama ini menjadi sejarah hidupku, aku perlu menata dan meneguhkan hatiku lagi, duniaku seperti ini namun aku tak ingin akhiratku terusik oleh sendu duniaku. Cintaku pada dunia terlalu banyak daripada cintaku pada akhirat, karena itu, di pagi ini, renunganku, aku akan memulai menata tujuan akhiratku, mengharap ridho Sang Pencipta akan menjadi tujuan utamaku.

Pagi, suasana pagi, sehatku, aktivitasku merupakan izin-Nya. Sadarku, maafkan aku ya Allah, segala puji bagi Allah untuk syukurku selama hidupku.

Angkutan yang kutunggu menyambutku dan membawaku ke tempat tujuanku.

Aku perempuan dan aku bekerja. Pekerjaanku membuatku memiliki anak-anak yang perlu kudidik agar dapat memiliki bekal akhirat dan dunia. Ya, aku seorang pendidik yang membuatku memiliki cukup waktu untukku memikirkan keluargaku. Aku bersyukur untuk itu. Jika seorang pendidik atau pekerja menginginkan pangkat negeri, berbeda denganku, aku memilih tidak terikat dengan pangkat nergeri karena aku tahu bahwa waktuku tidak dapat kuberikan kepada pekerjaanku untuk waktu yang lama, aku perlu membaginya untukku, keluargaku dan anakku. Menjadi pendidik membuatku terus semangat dalam mengajar dan belajar, walaupun pengorbanan yang kuberikan tidak dapat diukur dari penghasilan. Menjadi seorang pendidik bagiku bukanlah sebuah pekerjaan utama tapi pengapdianku untuk ilmu yang sudah kudapat. Waktu diluar pengabdian kupakai untuk melakukan pekerjaan sebagai salah satu sumber pencaharianku. Berdagang, berkerja sama merupakan pekerjaanku yang membuatku dapat membantu biaya sekolah adik-adik, dan keperluan lainnya.

Jam pulang sekolah berbunyi, semua warga sekolah ramai membanjiri area sekolah sampai gerbang depan sekolah. Suara handphone berdering membuatku mau tak mau harus mengalihkanku dari pekerjaanku. Kulihat nomor yang tak kukenal tertera di handphone.

"Assalamu'alaikum" sapaku.

"Wa'alaikum salam"

Jawab penelepon, suaranya seperti tak asing bagiku.

"Na, aku perlu bicara sesuatu, sekarang" kata penelepon dan kutebak suara ini adalah suara milik suamiku. Aku terdiam.

"keluarlah, aku sudah di depan sekolah. Aku tahu karena bertanya pada bi Inah." Katanya dan aku masih terdiam. Koneksi telepon terputus tiba-tiba, aku perlu untuk mendengarnya namun aku terdiam sedikit berpikir kosong dan berpikir negative serta berharap positif. Bismillah, aku mulai membereskan meja kerjaku menyimpan tugasku dan bergerak keluar ruang kerjaku sambil mencoba menghubungi penelepon tadi. Aku berjalan biasa menuju depan sekolah, nada dering masih mencoba menyambungkan.

"Na" jawabnya setelah koneksi tersambung, jawabnya yang dapat kudengar langsung disampingku membuat kumenoleh menatapnya. Beberapa siswa dan guru masih terlihat di area sekolah, beberapa menyapa dan melihat serta curi pandang padaku dan orang yang memanggilku. Tentu situasi ini tidak aneh, karena sekolah tempatku mengajar bukanlah sekolah umum yang tentu saja membuat penghuninya langsung merasakan adanya orang asing.

My Beloved, My Dear, How could you ...?Where stories live. Discover now