Zonk
Oleh: ranzkkyleAku, Kiandra Malvera. Aku baru saja mengakhiri hubungan dengan pacarku. Kami putus karena suatu hal. Namanya Vano Chandra. Sebelumnya aku mengenal dia melalui aplikasi dating, Vano yang mengirim pesan chat duluan. Hingga chat itu berlanjut ke pertemuan pertama kami. Dia mengajakku bertemu di sebuah kafe. Kamipun bertatap muka secara langsung, so far dipertemuan pertama itu aku cukup nyaman bersamanya.
Wujud aslinya sesuai dengan foto yang terpampang di profil Tinder. Ganteng, dengan perawakan tinggi dan badan juga berisi. Apalagi dibagian otot lengannya, beeuh aku yakin dia rajin fitnes. Enak kalau jadi sandaran, empuk-empuk gitu. Mau gelantungan juga bisa.
Kami masih sering chattingan dan telfonan. Saat itu aku memang jomblo, jadi tidak masalah jika aku merespon Vano, yang ku ketahui Vano juga sedang jomblo.
Seiring berjalannya waktu, aku dan dia makin dekat. Aku banyak tahu tentang dia, begitupun dia. Hingga hari itupun tiba, dan aku tidak bisa menghindarinya. Aku tau hari itu akan terjadi cepat atau lambat. Dia menembak ku, mengajak ku untuk jadi pacarnya.
Aku pikir, tak ada yang salah jika aku jalani saja dulu dengannya. Cocok atau tidak ke depannya, biarlah urusan belakangan. Toh, kalau memang ke depannya tidak sejalan, kami bisa putus. Prinsip ku begitu.
Satu bulan pertama, semuanya terasa manis. Layaknya pasangan yang baru jadian, terus komunikasi, intensitas kami bertemu jadi makin sering, membuat hari-hari jadi makin bersemangat.
Bulan kedua, semuanya tampak sama, hanya sikapnya saja yang berbeda. Saat kami bertemu sikap dia selalu merasa awas, terlalu banyak larangan seperti: jangan makan disini lah, pergi ke tempat lain aja, dll, atau kadang uring-uringan nggak jelas, contohnya: sering bolak-balik pergi ke toilet. Ku heran kenapa dia bisa begitu? Aku tidak menanyakannya, yang aku pikir mungkin mood dia sedang jelek. Jadi, sering ngambek nggak jelas juga.
Bulan ketiga, tepat tiga hari setelah anniversarry kami. Malam-malam ada nomer asing yang menelpon ku, awalnya tidak ku gibris karena nomornya tidak ku kenal. Semakin lama, nomor itu malah terus menelponku. Mau tak mau aku harus mengangkatnya, kupikir ini penting.
"Halo." kataku.
"Ini siapa?" dia nanya.
"Harusnya saya yang nanya! Kamu siapa?" pemilik suara berat itu bertanya.
"Kamu siapanya Vano?"
"Saya Kiandra, pacarnya Vano."
"Jangan sembarangan ya kalau ngomong!" katanya membentak.
"Lho sembarangan gimana? Memang benar saya pacarnya Vano!" aku balik membentak.
"Jauhin Vano! Dia nggak pantas sama kamu!"
Bip.
Telepon putus secara sepihak. Saat itu juga aku langsung menelpon Vano. Aku mengadu bahwa ada yang menelponku dan mengangguku.Kiandra Malvera : itu nomernya. Jd dia siapa kamu?
Vano : udah gausah dipikirin.
Kiandra Malvera : kok kamu gitu? Aku berhak tau
Vano : udh lah ki gausah di bahas. Aku cape
Kiandra Malvera : ada yg kamu sembunyikan dr aku. Dia siapa Van?!
Pesan terakhirku tidak di balas. Bahkan hingga satu minggu dia menghilang tidak ada kabar. Aku sudah mencoba menelponnya, mencarinya ke tempat ia biasa nongkrong. Tapi, nihil. Cowok itu tidak ku temukan keberadaannya. Entah sudah pindah ke planet mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Nasionalisme di PPJI
Short StoryDirgahayu Republik Indonesia ke-72 dari segenap Alien PPJI