Kecelakaan

10 0 0
                                    

Adlan kaget melihat Ladit langsung merebahkan dirinya di kasur milik Adlan. Adlan langsung membungkus biola itu segera tanpa memperdulikan Ladit yang melihat benda tersebut biola kecil untuk seukuran badan Adlan.

Lalu Ladit segera mengambil Biola tersebut meneliti biola kecil tersebut sampe Ladit menemukan tulisan Mia di sana dengan tanda tangan yang menurut Ladit itu jelek. Nama Mia seperti tidak asing bagi Ladit tetapi Ladit mulai menghiraukannya karena dia mampir ke kamar Adlan untuk bercerita tentang bagaimana Zena menghampirinya.

"Zena tadi ngehampirin gue sama Kanya lagi makan berdua, Zena ngomong banyak tentang gue dulu sama Zena tapi Kanya sama sekali gak marah, dia gak emosi. Anehnya kenapa Zena sekarang berubah jadi begitu,"

Adlan hanya menelan ludahnya karena gara - gara dia memanas - manasi Zena makanya Zena memilih langsung melabrak Ladit di depan Kanya tetapi ternyata Kanya bersikap biasa aja walau mungkin Adlan tau ada kecemburuan di sana.

"Lo mau gue comblangin sama Zena gak?" Ladit langsung meneliti setiap wajah Kakak kembarnya itu.

"Abang lo ini ganteng, gak usah comblangin begitu!" Adlan tentu saja kaget bagaimana tidak dia hanya menantikan satu perempuan kenapa malah menjadi Zena.

"Gak apa kali, deket dulu. Siapa tau dia move on dari gue." Ladit dengan otak pintarnya langsung tersenyum dan menjentikkan jari. "Pinjem bentar handphone lo dong."

Tanpa aba - aba Adlan langsung memberikan handphonenya kepada Ladit dengan lincah Ladit membuka aplikas Line, tetapi gerak lincahnya berhenti saat melihat nama Kanya di daftar obrolan Adlan. Tetapi Ladit langsung mengabaikannya dan tetap mengetik sesuatu.

Adlan penasaran langsung meraih handphonenya ketika melihat Ladit setelah selesai mengetik. Matanya mendadak membulat sempurna ketika melihat isi pesan tersebut.

Adlan Azada : Tiap kuliah lo gue anter jemput. Gak pakek nolak.

Zena Thalita : Kenapa lo? Sadar?

Adlan Azada : Sadar buat buka hati yang baru.

Read 23.35

Ladit yang melihat wajah Adlan berubah jadi merah langsung nyengir dan berlari ke kamarnya tetapi dia sempat mendengar Ladit meneriakinya.

"Biar gak jadi perjaka tua."

"Sialan bocah!" Desis Adlan sambil menatap galeri ponselnya yang menampakkan Kanya sedang berada di perpustakaan bersamanya. Foto Kanya langsung terpampang apa jangan - jangan Ladit melihatnya kalau dia menyimpan foto pacar dari kembarannya sendiri?

Adlan langsung menatap foto Kanya lama sambil tersenyum, lalu ada pemberitahuan LINE masuk dari Zena dengan cepat dia membukanya.

Zena Thalita : Temuin gue di taman.

Adlan mengerutkan keningnya lalu dengan cepat dia berlari ke bawah dan menyusul Zena dengan sepedanya ke taman tempat mereka pertama kali ketemu. Adlan melihat Zena dengan sweater lalu celana tidurnya. Dasar bocah kuliahan, Adlan tertawa dalam hati.

"Woi! Ada apa, Mbak?" Zena melihatnya sekilas dengan senyuman bukan dengan canda tawa biasanya, lalu Adlan merebahkan badannya di rumput. Mereka terdiam cukup lama, lalu Zena berdehem.

"Apa gue salah kalau gue buka hati buat orang lain, Lan? Gue bosen nungguin Ladit biar sadar," Adlan mendengar nada lirih di antara ucapan yang di ucapkan Zena, Adlan membiarkan Zena bercerita melanjutkan.

"Tetapi gue takut gue salah jatuh cinta lagi, Lan. Dia orangnya beda tapi gue takut kalau gue di sini memang gue yang menganggapnya berlebihan apa lagi dia belum ngomong yang menbuktikan dia bener - bener suka sama gue," Putus Zena langsung melihat Adlan, Adlan melihat Zena sudah berkaca - kaca.

"Kadang emang ada pilihan di antara hubungan itu Zen, antara kita mau memperjuangkannya atau let it go. Kalau lo memang udah ngelepasin Ladit, jangan biarin dia ngusik pikiran lo saat lo udah deket sama dia Zen." Adlan tersenyum lalu mengelus lembut pundak Zena, Zena merasakan jantungnya berdetak kencang. Adlan tersenyum kearahnya lalu merebahkan kepalanya ke pundak Adlan.

"Lan?" Adlan langsung menggumam lalu Zena mengangkat kepalanya yang berada di pundak Ladit.

"Lo mau bantuin gue move on dari Ladit?" Adlan mengernyitkan keningnya lalu saat dia ingin menjawab handphonenya bergetar, ada telpon dari Arga Mahesa dengan cepat dia menerimanya.

"Lan lan!"

Adlan mendengar nada kepanikan dari suara Arga, Adlan merasakan jantungnya berdegup kencang yang berarti ini berhubungan dengan Kanya. 

"Pelan pelan, Ga! Ada apa?"

Walaupun dia menyuruh Arga untuk pelan - pelan tetapi dia tidak bisa berhenti memikirkan Kanya.

"Kanya jatuh waktu gue ijinin dia naik motor ke supermarket depan. Bodoh banget gue jadi Abang."

Adlan merasakan ngilu dan sesak bersamaan di jantungnya.

"Terus dia sekarang ada di mana?" Adlan berusaha mentralkan suaranya.

"Rumah Sakit Medika, Lan. Cepet ya lo kesini."

Dengan segera Adlan menutup telponnya dan berhadapan ke arah Zena. Dia melihat Zena tersenyum tetapi bukan tersenyum kebahagiaan.

"Maafin gue, Mbak. Gue masih cinta Kanya," Hanya itu kata - kata yang Adlan mampu ucapkan lalu dia segera berbalik ke arah rumahnya.

Sedangkan Zena tersenyum sedih memandang ke arah Adlan yang menjauh karena ingin menghampiri Kanya. Zena menyadari dirinya dan meyakinkan dirinya untuk tidak terjatuh lagi kepesona brondong. Zena tertawa, menertawai dirinya sendiri dengan tangisan. Zena tidak tau betapa terlukanya dia sekarang. Belum sembuh luka yang diberikan Ladit sekarang luka Adlan.

***

Dengan cepat Adlan lari di koridor sambil mencari tempat yang dimaksud oleh Suster di lobby. Adlan menemukan Arga sedang menyender di tembok, dengan berlari Adlan menghampiri Arga. Arga yang menyadari seseorang berlari ke arahnya pun langsung mengalihkan pandangannya.

"Gimana keadaan Nara, Ga?" Arga hanya menggeleng lemah lalu menyeruh Adlan untuk masuk, Adlan mengangguk lalu masuk.

Adlan melihat Kanya terbaring lemah dengan perban di dahinya lalu di tangannya. Adlan duduk di sampingnya lalu memperbaiki poni Kanya yang menutupi wajahnya.

"Kamu masih kayak dulu, Kanya cantik. Bedanya kamu dulu polos bergaulnya sama aku aja sedangkan sekarang kamu lebih friendly gara - gara Ladit ya, Mia. Maafin aku yang buat kamu kayak gini, Mia. Andaikan aja aku gak ninggalin kamu 10 tahun lalu, aku bakal jadi orang yang paling bahagia bisa sama terus sama orang yang paling aku sayang."

Adlan mengusap air matanya lalu mencium kening Kanya karena dia tau hanya ini kesempatannya menyampaikan apa yang dia rasakan di sini. "Aku bakal bantu ingatan kamu balik lagi, Mia."

Pintu terbuka menampakkan Ladit yang meliat Adlan dengan perasaan antara sedih kecewa dan marah. Ladit melihat tangan Adlan yang menggenggam erat tangan Kanya dengan erat seakan tidak ada yang bisa melepaskan itu.

"Sejak kapan, Lan?"

Adlan masih menggenggam tangan Kanya, Ladit sakit melihat itu.

"Sejak kapan, Bang?! Kenapa mesti lo, Bang!" Adlan memejamkan matanya, kalau Ladit sudah menyebutkan dirinya dengan sebutan Abang berati ini benar - benar serius.

"Gue bakal jelasin semuanya, Dit. Tolong jangan sekarang, Kanya masih belum sadarin diri."

Ladit keluar dari ruangan dan menemukan Arga yang dari tadi melarangnya untuk masuk ke dalam. Ladit tersenyum sinis "Jadi itu yang lo sembunyiin?"

Arga langsung menghampiri dan memgang pundak Ladit untuk menyampikan rasa bersalahnya "Lo kenapa sembunyiin itu dari gue, bangsat?!"

***

Inginku berkata kasar, Ladit jangan kasar - kasar sama abangnya dong!

Kira - kira ingatan Kanya bakal balik lagi ngga ya?

The MemoriesWhere stories live. Discover now