Chapter 2 - Denial part 1

450 31 17
                                    

Setelah membuat pernyataan mengenai Alan masuk kedalam team eventnya, Alan dan Raka menghabiskan waktu istirahatnya berdua sambil memakan bekal yang mereka bawa. Baru hari pertama OKK dimulai nama Raka dan Alan sudah terkenal sebagai team pembuat onar. Tentunya yang menempelkan label tersebut adalah senior-senior yang tidak suka dengan keberanian Raka. Namun, mau tidak mau Alan pun terkena dampaknya.

"Kita harus nyari orang ketiga nih Lan..." Ujar Raka sambil makan dan memikirkan rencananya dengan Alan. Anak fakultas Raka maupun Alan lebih memilih untuk tidak bergabung dengan mereka berdua, agar tidak kena tanda sama senior.

"Kenapa gue sih?" Tanya Alan mulai merasa tertekan, Ia menghela napas merasakan berbagai pandangan yang menekan kearah mereka berdua. Raka menatap kearah Alan.

"Jelas karena kamu anak ekonomi...kamu pasti tahu dasar-dasar pengaturan keuangan?" Ujar Raka berusaha rasional dan mengunyah semakin pelan. Dan hanya dengan alasan tersebut Alan masih bisa memahami keputusan Raka. Raka menelan makanannya, berusaha kelihatan tenang. Alan mungkin tidak menyadari bahwa Raka pun berusaha menekankan penggunaan kata Aku-Kamu untuk menunjukkan posisi spesial Alan, bukan Gue-Lu. Berbeda saat ia berbicara dengan Evans atau senior yang lainnya, Raka selalu menggunakan kata 'Saya' untuk sengaja menunjukan posisi mereka.

"Thanks ya tadi.." ucap Alan, tidak menangkap kata-kata 'aku dan kamu' sedikit pun, Alan pikir itu adalah kebiasaan Raka untuk berbicara sopan. Raka bingung dengan ucapan terima kasih tersebut. Sebelum meminum airnya ia pun menanyakan "Buat Apa?"

"Buat nolongin gue tadi. Kok, lu bisa engeh gue enggak enak badan?" Tanya Alan balik. Teman-teman satu fakultasnya saja tidak ada yang sadar sedikit pun. Alan merubah posisi duduknya lebih bersender dan santai, sambil sesekali menggerakan bahu dan lehernya karena pegal.

"Masih Pegal??" Tanya Raka santai memperhatikan tiap gerak-gerik Alan. Alan cuma menatap Raka bingung karena Raka menyadari semua yang Alan rasakan.

"Sedikit" balas Alan mengibaskan perasaan tak enaknya diawasi oleh Raka.

"Kamu mungkin enggak ingat Lan.. waktu kemarin kamu beli tali sepatu dan perlengkapan OKK, Aku juga sedang membeli disamping kamu" Jelas Raka terlihat lebih santai dan meluruskan kakinya.

"Kamu panik saat warna yang diminta sudah kehabisan dan mual-mual. Setelah berapa lama kamu panik dan tidak mendapat solusi, kamu mulai muntah" Raka menjelaskan situasi sore kemarin.

Alan terkejut, ia mengingat kejadian kemarin saat tukang tali sepatu bilang warna yang ia incar habis, Ia pusing bukan kepalang. Alan tidak mau dihukum, tapi nyatanya sekarang semua mengarah kepada hal yang ia takutkan. Untungnya saat kejadian kemarin ada ibunya yang menenangkan dirinya.

"Sorry, gue enggak inget lu ada di samping gue" Sesal Alan tidak memperhatikan sekitar saat panik.

Raka tersenyum "Untung ada ibumu kemarin... kalau tidak aku juga akan turun tangan menenangkanmu. Akhirnya ketemu dimana talinya?" Tanya Raka penasaran.

"Ketemu akhirnya setelah rada jauh dari kampus, Syukurlah enggak ada yang borong disitu" jawab Alan mengingat perjuangan dirinya dan ibunya mencari tali sepatu tersebut.

"Tapi lu enggak menjawab kenapa lu bisa sadar kalau gue enggak enak badan?" Tanya Alan kembali ke topik semula. Raka menarik napasnya dalam-dalam. Wajahnya terlihat tidak nyaman untuk mengatakan, Ia terlihat mengingat sesuatu yang tidak mengenakkan.

"Lu nunjukkin gejala yang sama..." Mata Raka kosong setelah mengatakan hal tersebut. Ingatannya kembali saat kejadian ia masih SMA.

Raka masih ingat suara wanita berambut panjang tersebut berteriak –teriak dan muntah-muntah dihadapannya karena tekanan yang wanita itu hadapi. Hal yang membuatnya sesak adalah wanita itu adalah wanita yang penting dalam hidupnya, Ia ingat ia mengulurkan tangannya berusaha meraih wanita tersebut. Berusaha untuk menolongnya, tapi saat itu Ia masih anak-anak dan belum mengerti apa-apa.

We Found LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang