Just One Day #4

437 19 0
                                    

       Setahun telah berlalu. Rafael menjalani tahun ini tanpa Nadine. Kepergian Nadine membuat sikap Rafael banyak berubah. Dia menjadi lebih pendiam, penyendiri dan -agak- rajin. Orang-orang disekitarnya turut prihatin pada Rafael. Rafael adalah orang yang paling tertekan akan kepergian Nadine. Cerita Kevin tentang kecelakaan Nadine sudah sangat jelas kalau dia lah yang membuat Nadine pergi.

       "Raf......." panggil Janesha saat Rafael sedang mendengarkan iPod nya di kelas.

       Rafael hanya membuka headset nya tanpa menjawab.

       "Lu ikut gak festival nanti malam?"

       "Gak tau. Kayaknya kagak."

       "Ayolaaah, Raf..... Bentar lagi kita mau kelulusan, ini bakal jadi festival sekolah terakhir kita. Ikut aja lah..."

       "Gak, jane. Gue males."

       "Ayolaaaah..."

       Rafael hanya diam sambil memasang kembali headset nya. Janesha tau apa jawaban Rafael, dan akhirnya dia pergi. Festival tahunan sekolah akan diadakan nanti malam. Sudah banyak teman-teman Rafael yang membujuknya untuk datang di festival. Tapi Rafael tidak mau datang. Memang hari dimana festival diadakan adalah hari kematian Nadine. Teman-teman Rafael berusaha untuk membuat Rafael Move on dari Nadine. Dan itu tidak mudah. Mereka semua sudah tau kalau Rafael suka Nadine tapi mereka tidak mengatakan apapun ke Rafael.

       ~~~

       Sorenya, Rafael langsung pulang ke rumah setelah latihan basket. Dia tidak mau bertemu teman-temannya karena yakin akan dibujuk untuk datang ke festival. Saat sampai di rumah, Rafael hanya berbarin di kasurnya. Seperti tahun lalu, saat ini dia sedang berbaring di kasur sambil memikirkan akan minta maaf ke Nadine malam sebelum festival sekaligus menyatakan cintanya. Saat mengingat itu, lagi-lagi Rafael menangis menyesal.

       Shit! Kenapa gue jadi cengeng begini?

       Ting tong........

       Terdengar bel rumah Rafael berbunyi. Seperti biasa, tidak ada siapa-siapa di rumahnya selain dia. Rafael terlalu malas untuk berjalan ke pintu rumahnya.

       Ting Tong.......

       Bel rumahnya terus berbunyi.

       Siapa sih ini?!

       Dengan malas Rafael berjalan menuju pintu depan rumahnya. Dia membukakan pintu rumahnya sambil melihat tajam orang yang mengganggunya.

       "Hei, Raf... Lama gak ketemu..."

       Suara dan wajah yang familiar. Rafael kaget setengah mati saat melihat orang yang ada didepannya. Antara sadar atau tidak, Rafael hanya bisa terdiam.

       Nadine??????

       "Lu kenapa? Kusut banget tuh muka." kata orang yang -entah iya atau bukan- dianggap Rafael adalah Nadine.

       "Gue yakin ini bukan mimpi! Ah, pasti gue udah mati juga!" kata Rafael mulai gila dengan apa yang dilihatnya.

       "Mati? Jelas-jelas lu hidup kayak gini." kata-nya sambil menepuk-nepuk lengan Rafael.

       Spontan Rafael langsung memegang tangan-nya.

       Asli kok. Bisa gue pegang. Berarti bukan mimpi kan!

       "Kenapa sih? Gue Nadine. Lu gak inget?"

       "Nadine kan udah meninggal setahun yang lalu. Bohong lu!"

       "Gue Nadine Hammer, Rafael Ivanov anaknya om Dema Ivanov.."

       "Bohong!"

       "Beneran, Raf!" katanya sambil mencubit pipi Rafael. "Pasti mama papa lu belom pulang." katanya mengganti topik lalu sembarangan masuk ke rumah Rafael.

        Rafael cuma bisa diam melihat Nadine masuk ke dalam rumahnya. Setelah beberapa detik tersadar barulah dia menutup pintu rumah. Nadine berjalan menuju kamar Rafael seolah sudah sering sekali kerumah itu. Rafael cuma bisa mengikuti tanpa beekata apapun. Dibukanya pintu kamar itu dan berdecak.

        "Ya ampun.. Lu gak berubah yak. Dari dulu sampe sekarang selalu aja kamar lu berantakan. Beresin sana!" katanya berkacak pinggang dengan gaya-gaya nyuruh khas Nadine.

        "Biarin. Suka-suka gue!" jawab Rafael yang akhirnya ikut berbicara.

        "Jorok lu! Beresin ah! Rapi dikit dong jadi orang!" kata Nadine sambil mulai mengambil barang-barang Rafael yang berserakan di lantai.

        Dia emang Nadine.

        "Udah deh. Biarin aja napa!" kata Rafael sambil merampas barang yang baru saja diambil Nadine.

        "Ih! Kenapa lu jadi marah-marah begini? Nyebelin tau gak!"

        Rafael terdiam. Dia ingat kalau ini adalah kata-kata terakhir Nadine saat mereka bertengkar setahun yang lalu. Akhirnya Rafael menyerah dan mulai memrapikan kamarnya.

        Tuhan.. Kalau benar engkau mengabulkan doaku, kalau benar ini adalah Nadine. Aku gak akan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya!

        "Nah.. Gitu dong. Kan jadi rapi nih kamar lu!" katanya Nadine sambil tersenyum manis. Senyuman manis yang sudah tidak pernah Rafael lihat selama setahun. Rafael hampir ingin menangis melihat senyuman itu. Nadine terkekeh.

        "Hahaha.. Sejak kapan lu jadi cengeng gitu, raf?"

        "Sejak lu gak ada disamping gue!"

        Merekapun terdiam sesaat.

        "Oh, iya. Hari kan festival tahunan sekolah. Lu gak siap-siap?" tanya Nadine yang selalu membuka pembicaraan kalau dia dan Rafael sudah tidak ada bahan yang bisa dibicarakan.

        "Gue gak kesana."

        "Loh? Kenapa? Kan seru!"

        "Sama siapa juga gue kesana?"

        "Kan ada gue. Lu gimana sih?"

Just One DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang