Lipstik Merah Mami

78 9 39
                                    

Mami, a wonder woman buat kami anak-anaknya. Tiap pagi Mami bangun paling awal, menyiapkan segala kebutuhan kami ketiga anaknya. Lantas menyiapkan dirinya sendiri untuk pergi ke kantor.

Penampilan Mami selalu sama, blazer rapi dan rok selutut. Sepatu mengkilap, dan yang tak pernah terlupa, lipstik merah itu. Selalu setia memulas cantik bibir Mami.

Tapi ada yang aneh pagi ini. Mami tak memakai baju kebesarannya. Tak terlihat pula sapuan kilap lipstik merah di bibir Mami. Mami tampak segar dalam balutan baju rumahan, iya... daster.

Papi melempar pandangan penuh tanya ke arahku. Aku hanya mampu mengedikkan bahu.

"Mami kok ga pake seragam kayak biasanya? Mami ga kerja?" Tanya Galang, adik bungsuku yang masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.

"Hari ini Mami libur, Sayang" kata Mami.

"Horee... hari ini Mami bisa anterin Galang sekolah, dong." Celotehan Galang membuatku menatap Mami penasaran.

"Bisa dong." Mami menjawab.

"Berarti Mami juga bisa anter aku sekolah dong?" Tiba-tiba Disya yang diam dari tadi ikut bicara. Mami mengacungkan jempolnya sambil tersenyum.

"Ya udah, ayo dihabisin sarapannya. Mami siap-siap ganti baju dulu ya."

Lebih kaget lagi kami, ketika melihat penampilan Mami. Kulihat Mami dari ujung kaki ke ujung kepala.
"Mami cantik banget," suara kagum keluar dari mulut Papi.

Ya, Mami memakai gamis dan jilbab, Saudara-saudara! Pakaian yang dipakainya hanya ke Pengajian, dulu. Dan tak ada sapuan lipstik merah lagi, berganti lipstik dengan nuansa nude.

***

Tengah malam, aku terbangun. Rasa kering di tenggorokan memaksa aku turun ke dapur untuk mengambil air minum. Saat kembali ke kamar, terdengar sayup obrolan Papi dan Mami dari celah pintu yang tak tertutup rapat.

"Mami sudah benar-benar yakin? Tanya Papi.

"Iya, Pi. Mami capek pulang malam. Mami pengen mengembangkan bisnis Mami aja. Lagian...." Mami menggantung ucapannya.

"Lagian apa, Mi?" Papi penasaran.

"Kayaknya Sarah bakal nambah adik, Pi"

"WHAT?" Spontan aku berteriak.

"Sarah?" Ups, aku ketahuan. Aku masuk kamar Papi dengan senyum malu.

"Sini, Sayang"

"Mami udah memutuskan untuk resign, jadi Mami bisa nemani kalian semua di rumah"

"Terus soal aku nambah adik?"

"Beneran, Mi?" Papi menatap Mami penuh tanya. Lalu Mami mengeluarkan sebuah amplop. Mami menyerahkan amplop. Papi melihat hasil foto USG itu tidak paham.

"Ni maksudnya apa, Mi?" Tanya Papi.

"Pi, baru 6 tahun yang lalu lo Papi lihat hasil begitu juga, masa udah lupa, sih?" Mami merengut. Aku tersenyum geli melihatnya.

"Papi mana paham, lagian kapan Mami periksa?"

"Mami ragu, makanya Mami periksa sendiri. Eh, ternyata bener. Dan... Sarah ga cuma bakal nambah satu adik, tapi dua.." ucapan Mami membuat aku kaget.

"Dua?"

"Iya, Sayang. Kamu akan punya adik kembar." Mata Mami tampak berbinar. Begitu juga Papi.

"Satu lagi. Mulai besok Mami memutuskan untuk pakai jilbab" kata-kata Mami mengundang ucapan hamdalah dari mulut Papi.

"Mami malu, anak Mami semua sekolah di sekolah Islam, masa Mami begini-begini aja. Doain Mami istiqomah ya, Pi, Kak" pinta Mami. Kami mengamini bersama.

"Ya udah, sekarang Kakak tidur. Besok kesiangan lo bangunnya" kata Mami.

Sebelum benar-benar menutup pintu kamar Mami, aku dengar Papi berkata, "Habis ini steril ya, Mi?"

A Cup of ChocolateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang