Senyum tak henti menghias wajah bulat itu. Rambut berkepang dua itu bergoyang kesana kemari mengikuti langkah kaki Mala mengelilingi pusat perbelanjaan. Senandung kecil keluar dari bibir gadis itu, riang. Tak dirasakannya keringat yang mengaliri wajahnya, membasahi poni yang menutupi dahinya.
Satu, dua, tiga tas belanja mulai menggelayut di tangan Emak. Tas, baju, sepatu, alat tulis, entah apalagi yang sudah dibeli Mala. Emak hanya mengekor di belakangnya.
Siang itu, Mala menangis sepulang sekolah. Emak menatap Mala kebingungan. Ikan asin kesukaannya yang baunya menggoda cacing di perut pun tak disentuhnya.
"Mala malu, Mak diledekin teman-teman. Tas Mala udah jelek, sepatu jebol. Pokoknya Mala mau semua baru!"
"Iya, Emak janji nanti kalau sudah punya uang, Emak belikan," jawab Emak.
"Kapan, Mak? Jangan lama-lama! Pokoknya Mala ga mau sekolah kalau belum ada tas sama sepatu baru!" kerutan menghiasi dahi Mala. Emak menghela nafas berat.
"Minggu depan ya, Nak? Emak usahakan ya?"
"Janji ya, Mak! Minggu depan kita belanja," rajuk Mala. Emak hanya mampu mengangguk.
Kini, gadis itu seolah lupa kesedihannya kemarin. Tidak ada air mata mengaliri pipi tembemnya. Tidak ada kerutan di dahi, tidak ada bibir mengerucut. Semua berganti senyum, dan tawa.
"Ayo, Mak! Mala mau beli boneka juga, ya?" Emak tersenyum melihat kebahagiaan Mala.
Lalu terlintas di pikiran Emak bayangan wajah Bu Broto, pemilik kontrakan yang datang semalam, cicilan panci Bang Ocat, dan hutangnya di warung Ce Odah. Tiba-tiba pandangan Emak gelap. Tubuhnya lemas. Seolah tulangnya melunak. Sayup didengarnya suara Mala memanggil-manggil. Juga suara-suara panik di sekitarnya. Lalu semua hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Cup of Chocolate
Ficción GeneralKumpulan Falsh Fiction tugas menulis bersama Kelas wattpad member kamAksara