🍃
🍃
🍃Hujan mengguyur kota Jakarta sejak sepuluh menit yang lalu, di sertai dengan desiran angin, membuat kota metropolitan yang terkenal dengan padatnya penduduk berubah menjadi kota yang sepi. Orang-orang lebih memlilih menetap di rumah sambil merasakan cuaca yang sangat mendukung untuk bermalas-malasan.
Berbeda dengan aku dan orang yang berada di sebelahku. Kami tidak peduli akan derasnya hujan, kencangnya angin, dan dinginya hari ini. Yang kami rasakan hanya kebahagiaan yang di dapat dari hal sepele seperti ini. Layaknya seperti anak kecil yang baru pertama kalinya merasakan bermain di bawah derasnya hujan. Dan bahkan mungkin kami tidak memperdulikan baju yang kami kenakan--masih mengenakain seragam putih biru lengkap dengan atributnya--sudah basah oleh air hujan.
Aku dan Aletha masih merasakan tetes-tetes air hujan yang menyentuh kulitku, menari-nari di bawahnya, bernyanyi sepanjang jalan, dan diakhiri dengan kejar-kejaran yang biasa kami lakukan.
"Letha awas disana banyak bat--" Belum selesai aku berteriak Aletha sudah tersungkur ke tanah, hal itu membuatku berlari kencang menghampirinya untuk melihat keadaan Aletha.
"Kamu gak papa?" Tanyaku dengan cemas.
Tetapi Aletha tidak menjawabnya, ia hanya tersenyum. Ah bahkan di sela-sela rasa sakitnya Aletha masih bisa tersenyum, tidak banyak orang yang seperti dirinya. Berupaya agar terlihat seperti biasa walaupun sedang mengalami sakit fisik maupun non fisik.
"Ini sakit?" Tanyaku lagi sambil menunjuk bagian lutut yang cidera.
Aletha hanya menatapku malas. "Ya ampun Varez aku Cuma kesandung batu kecil doang kok" katanya menjelaskan, dan menunjukan batu kecil yang membuatnya terjatuh.
Varez memutarkan kedua bola matanya, tangannya langusung mengambil sapu tangan yang berada di saku celananya. Dan mengusapnya di lutut yang luka untuk membersihkanya dari kotoran.
"Ayo kita main kejar-kejaran lagi. Kali ini aku pasti menang dari kamu!" Ajak Aletha dengan excited.
"Kita pulang aja ya? Hujannya udah berhenti." Aku berusaha membujuk Aletha agar mau pulang kerumah. Tapi yang aku lihat hanya ekspresi sendu terbit di wajahnya. "Tapi aku masih mau main." Rengeknya.
"Kaki kamu sakit. Jangan sok kuat kalo kamu udah gak bisa ngelakuin itu!" Aku mengubah cara bicaraku menjadi sedikit lebih dingin dan menusuk agar Aletha tidak membantah perintahku lagi.
Aletha menunduk melihat objek kosong di bawahnya. Aku salah, tidak seharusnya aku berkata seperti itu ke Aletha. Aletha tidak suka jika aku berkata seperti itu, tetapi aku malah melakukan itu. "Maafin aku Leth aku jadi bicara kaya gini. Aku cuma gak mau luka kamu tambah parah, kita harus pulang ngobatin luka kamu." Kata ku melembut.
"Tapi beneran Rez lutut aku gak papa" kata Aletha masih tetap pada pendirianya.
Aku tau Aletha seperti ini hanya untuk menutupi rasa sakitnya. Tapi sayangnya hal yang Aletha lakukan saat ini tidak berhasil. Oh iya ada satu hal yang ingin ku beri tau, walaupun Aletha membohongi semua orang tetapi hanya aku yang tau kalau dirinya sedang berbohong. Aku tau kalau Aletha sedang senang, aku tau jika Aletha sedang merasakan sakit-seperti sekarang ini-dan bahkan aku juga tau jika Aletha sedang sedih walaupun dirinya berusaha menutupinya dengan senyuman.
"Aku mohon sama kamu, ikutin aku sekali aja" pinta ku dengan memasang wajah memelas.
Dan iya!, aku berhasil kali ini membujuk Aletha.
Aletha berusaha bangun dari duduknya, aku bantu dengan uluran tangan ku sebagai tumpuan. "Eh sebentar dulu!" sela Aletha. Ia mengambil batu kecil yang membuatnya terjatuh tadi.