03. Arrepentimiento

54 9 21
                                    

🍁
🍁
🍁

Menjadi ketua osis adalah impian dari sebagian siswa siswi yang mempunyai nilai kerajinanya di atas rata-rata.

Mereka rela membagi sebagian waktunya hanya untuk membicarakan event yang akan diadakan di sekolah.

Memutar otak bagaimana agar event tersebut berjalan dengan lancar, tanpa ada kerugian. Belum lagi menjadi tanggung jawab dalam segala hal.

Nala Wirawan, gadis berparas cantik yang rela membagi waktunya hanya untuk memikirkan Visi dan Misi yang dia buat untuk seleksi menjadi ketua Osis besok.

Bukan ambisius karena ingin tenar jika dia di pilih menjadi ketua osis nanti. Tapi karena ia ingin memperbanyak prestasi yang di ambilnya, mengingat sekarang ini adalah jenjang terakhir untuk masa sekolah bagi Nala.

"Ah, akhirnya selesai juga!" Ucapnya dengan nada semangat. Ia membaca ulang lagi Visi dan Misi hasil buatanya sendiri tanpa menjiplak dari google.

Matanya sedikit menoleh ke arah jam dinding yang menempel di atas meja belajarnya.

01:45.

Matanya membulat, melihat jarum jam yang perlahan bergerak. Sekarang sudah tengah malam, Nala bergegas membereskan segala keperluanya untuk besok dan cepat-cepat pindah ke alam bawah sadar.

⏩⏩⏩

Bersyukurlah pada mama tercinta yang membuatnya tidak telat bangun pagi hari ini. Walaupun mata Nala masih terlihat sayu, tapi rasa semangatnya mampu menghilangkan rasa kantuk yang dirasakanya.

"Hoi!" Sapa Dera, yang sedikit mengejutkan Nala.

"Apa sih, bikin kaget aja!" Kata Nala dengan tatapan malas.

Dera hanya tersenyum, tapi tidak dengan perasaan bersalah. "Ah, gitu aja kok ngambek. Oh iya lo gak ke ruang osis? Mereka udah mau mulai seleksi loh." kata Dera menggebu-gebu.

Mata Nala membelak lupa kalau seleksi osis dilaksankan pagi hari, tanpa pamitan dia segera berlari menuju ruang osis yang letaknya di lantai dasar, sedangkan kelasnya ada di lantai 3. Oke, siap-siap sebentar lagi Nala akan merasakan sesak di dadanya.

⏩⏩⏩

Suara ricuh memenuhi kelas X IPS 2 yang bertengger di ujung lorong lantai tiga. Mengingat hari ini di adakan free class karena para guru akan mengadakan rapat untuk membahas kurikulum baru di tahun ini.

Terdengar suara musik dangdut, teriakan 'hobah-hobah' serta tawa yang bisa dibilang cukup keras, terdengar dari luar kelas. Bisa dibayangkan, bagimana ke adaan telinga kalian jika masuk ke dalam ruangan itu.

Akhirnya Nala memutar haluan ke arah jembatan yang menghubungkan ujung kelasnya dengan belakang perpustakaan. Fungsi jembatan itu hanya untuk meletakan toren air kamar mandi, jadi jangan heran kalo jarang manusia yang berlalu-lalang di sini.

Selain jarang dijamah oleh murid lain, tempat ini cocok bagi orang yang ingin menyendiri. Fikiran Nala sudah membludak setelah berdebat dengan panitia seleksi ketua osis, itu memang salah satu bagian dari seleksi penerimaan Ketua Osis baru.

Dan hal itu membuat dirinya membutuhkan tempat sunyi.

Nala melihat tumpukan bangku-bangku yang sudah tidak layak pakai. Matanya terlalu jeli untuk melihat bangku kokoh di antara yang lain. Bak, satu banding seribu.

Akhirnya Nala menarik bangku tersebut, dan mendudukan dirinya di atas sana sambil merasakan angin yang sengaja membuat rambutnya agak berantakan.

Ketenanganya diganggu ketika ia mencium sesuatu yang aneh, sesuatu sangat dilarang untuk di bawa ke lingkungan sekolah.

Lembar DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang