When Love Comes

31 5 0
                                    


Tatapanku menghujam foto ukuran 3R yang sudah mulai tak berbentuk, seakan langsung bisa berinteraksi dengan sang empu. aku berusaha menyusupi lensa selaput jala, memaksa masuk ke iris pupil hingga tembus ke ulu hatinya, ingin aku lihat bagaimana isi hati seorang Rasya.

Sudah berulang kali aku meyakinkan pada diriku sendiri bahwa aku akan baik-baik saja, tapi pikiran dan perasaan berjalan berus balik, membingungkan hati yang dirundung duka putus cinta. Terombang ambing dan berputar-putar pada pusat yang sama. mencari pertolongan pada kesepakatan hati dan pikiran. Dan yang bisa menolong hanyalah diriku sendiri. Move on

Dan dikamar ini, disudut ruangan yang seharusnya sangat familiar untukku,

aku terkurung tertangkap mati kutu.

***

Ku kerjap-kerjapkan mata untuk meyesuaikan cahaya disekitar. Terlentang sebentar di atas kasur untuk menghilangkan rasa kantuk, adzan subuh sudah berkumandang memanggil para umat untuk bersujud pada sang illahi rabbi. Kugeleng-gelengkan kepala menghilangkan rasa pening yang sedang berusaha bergelayut. Dengan bertumpu dengan pinggiran kasur aku bangkit dan mengambil air wudlu.

Bismillah, jika memang bukan dia jodoh hamba, hamba mohon dekatkanlah yang menjadi ridhoMU kepadaku

Sempat bergelut dengan kekalutan selama malam menyapa, mencari kesepaakatan yang sepadan atas kesanggupan diri. Dengan awal yang tak menemukan titik terang, kini kesepakatan sudah ada didalam genggaman.

Mungkin ini terdengar receh ataupun kesinetronan, tapi mungkin yang ada dalam sinetron itu terinsipirasi pada faktualisasi kehidupan. Mengadopsi sepotong kisah yang diekspresikan pada dunia hiburan.

Dan kini sudah terputuskan bahwa aku akan kembali dengan rutinitasku seperti biasa dan mencoba pertama kalinya untuk membuka hati karena cinta pertama masuk tanpa permisi. Dengan begitu mungkin hati yang tersembilu ini lama kelamaan akan terobati.

Entah dengan terisinya kembali dengan orang lain ataupun hilang dengan sendirinya karena kehendak Tuhan yang Maha Kuasa.

***

Dalam sebuah bangunan gedung yang menjulang, diruangan persegi yang ingar bingar penuh dengan tumpukan dokumen yang memuakkan untuk dibaca. Aku terjebak antara nostalgia dan tuntutan bekerja.

Hanya ditemani oleh spiker bobrok yang sengaja aku bawa dari rumah aku memutar lagu favoritku. Menyesapi setiap ritme yang disuguhkan, menelaah potongan-potongan lirik yang sengaja dibuat bertalu-talu. Layaknya sesuatu yang sederhana, maka tragedi drama antara kehidupan masa remaja dan SMA menjadi bumbu yang pas untuk rasa pada hati yang sulit dimengerti.

Didalam hati aku mencoba merekontruksi perasaan yang telah terselubung duka penyesalan, menata semua yang telah terhempas kekuatan magis cinta. Dan aku merasa semua ini tepat.

Seperti kehilangan udara untuk aku hirup, aku terperanjat tercekat dan tersadar bahwa aku sudah menghabiskan waktu untuk beberapa lama, dan didepanku tumpukan dokumen serta proposal yang harus aku selesaikan hari ini terbengkalai begitu saja. Bermodal tenaga yang masih sisa aku mulai menegakkan tubuhku dan mulai kembali bekerja.

***

Awan berlomba-loma menjilati panorama langit yang sangat terik, mendatangi setiap zona yang dianggap pas untuk dijadikan tempat bercengkrama. Mengajak sang mentari berjalan di atas awan menuju tempat untuk menandakan adzan zuhur akan berkumandang, mengisyaratkan umat muslim menuruti panggilan sebagai agen agama yang taat dan menandakan pula jam istirhat kantor akan dimulai.

'ri ayo keluar, itu nanti aja diselesaikan" suara Burhan memecahkan konsentrasiku yang sedang asyik memindah dan menyocokkan data yang ada dilayar komputerku.

"iya bentar, lo duluan aja jalan. Bentar lagi selesai " seraya membereskan meja, Ari bangkit dari kursinya, pantat yang kebas menandakan dia terlalu lama duduk dengan posisi tak berubah seditpun.

Bau asap rokok sudah sangat kentara, itu artinya Ari sudah ada di loby kantor. Burhan sudah menunggu ari dipintu keluar kantor sambil bercengkrama dengan temannya dari departmen lain. Ari menghapiri menepuk pundak Burhan " ayo keburu rame ntar"

Kami bertiga: Aku,Burhan,dan Firman berjalan menuju Mushola terdekat sebelum ke warteg untuk membeli makan siang. Saat sampai dipelataran Mushola dengusan napas lega keluar dari alat pernapasan kami bertiga.Mushola sedang lenggang, itu artinya kami tak perlu menghabiskan waktu lama untuk sholat dan bisa segera ke Warteg bu Jum.

Masih dengan bangunan yang sama dan cat tembok yang sama tapi hari ini aku merasakan ada yang berbeda, ku edarkan pandanganku mengitari depan mushola untuk mencari apa yang membuatnya istimewa kali ini. Tapi tak kutemukan sedikitpun!

Pandanganku jatuh pada sepasang high heels bewarna baby blue. Entah mengapa untuk pertama kalinya aku menyukai warna itu. Warna yang sangat dibenci Rasya. Ah Rasya lagi.

"Ri ayo, tadi bilangnya pengen cepet-cepat makan. Ayo buruan. Lo udah kayak mayat hidup gara-gara cinta pertama ditolak. Come on Ri move on, habis ini lo harus makan yang banyak" aku tegelak mendengan kata-katanya" kayak istri aja lo!bawel!" aku langsung meninggalkan Farhan menuju tempat wudlu. Farhan yang tercekat buru-buru teriak" emang lo udah pernah ngerasain punya istri? Pacaran aja nggak pernah!sok-sok-an" SKAKMAT. disusul gelak tawa Burhan. Aku melangkah lebar berlagak tak mendengar apa-apa.

***

Sekarang aku duduk dengan seorang wanita di beranda sebuah toko serba ada, entah ini takdir atau apa saat aku memutuskan pulang kontor dengan berjalan kaki, aku tak sengaja berpapasan dengan seorang wanita yang sedang menangis didepan toko yang menjual alat-alat musik. Disaat musik membuat semua orang gembira tapi kenapa justru sebaliknya. Dia menangis.

Suara tangisan tertahan membuat siapa saja yang mendengarkan akan tergerus hatinya. Mulut yang dibekap dengan air mata yang terus mengalir berlinang dipipi menambah kesan yang mendramalisir. Langkahku terhenti memperhatiakan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Setelah menit kesepuluh

Tiba-tiba tubuhnya merosot kebawah, dengan gerakan reflek aku berlari menangkap tubuhnya yang limbung kebawah itu. Aku menuntunnya pelan mengasingkan dia dari keramain.

"ini diminum dulu biar agak tenang mbak" hanya seulas senyum yang menjadi balasan, dia meminum minuman botol dengan anggun. Dengan melihat caranya memegang botolnya saja sudah terlihat dia itu wanita yang lemah lembut. Aurora!

"makasih ya mas"

"sama-sama"

Aku penasaran yang dilakuakan wanita ini tadi, memangnya kenapa dia menangis didepan toko tadi. "hmm.. kalau boleh tau tadi mbak kenapa berdiri didepan toko sambil nangis?"

"Sabrina, panggil saja saya Sabrina. Saya belum terlalu tua untuk dipanggil mbak-mbak" sabrina menyodorkan tangannya. Dengan seulas senyum yang manis.

"ah ya Sabrina, saya Ari dan saya luruskan kalau saya juga belum terlalu tua untuk dipanggil mas-mas" jawabku dengan nada jenaka. "oh ya soal pertanyaan yang tadi"

menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan." Saya tadi sedang mempringati kematian seseorang"

"didepan toko?" jawabku dengan tatapan innocent.

"ah maaf, maksudku sangat jarang sekali, biasanya seseorang memperingati kematian itu dirumah atau di makam atau yang lainnya. Tapi ini di depan toko. saya baru pertama kali mendengarnya, maaf ya"

"nggak papa kok. Ah ya sudah malam, saya permisi dulu ya mas, maksudku Ari, termakasih juga minuman dan pertolongannya tadi"Sabrina langsung melangkah ke trotoar dan memberhentikan taksi yang kebetulannya sedang lewat.

Untuk pertama kalinya pikiran tentang Rasya menghilang sejenak.

University of lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang