Di Balik Tilam Indah Sekali

39 6 1
                                    

           Nasib, usaha dan takdir adalah lapisan biosfer yang memeluk anak-anak manusia dalam lena, berisikan keanekaragaman konspirasi untuk masa sekarang besok dan untuk masa depan.
           
           Aku pernah membaca sebuah kata-kata dari seorang sastrawan terkenal. Beliau mengatakan bahwa seseorang yang berusaha menunggu takdir akan mengubah nasibnya dan sebaliknya seseorang yang enggan untuk membanting tulang menerima saja nasib yang menurutnya tak akan berubah.
           
                Takdir sudah ditentukan oleh Tuhan. Inilah yang kata orang disebut salah kaparah. Yang pasti hidup tanpa pengalaman seperti kapal yang tak memiliki layar hanya terombang-ambing ditengah luasnya Samudra.     

        Dan inti dari semua ini hanyalah hidup adalah pilihan.

       Dan kini disaksikan oleh unggas-unggas yang akan berkokok, matahari yang baru bangun dari peraduannya serta embun-embun yang akan menguap.
        Aku memilih mengubah nasibku untuk menjemput suratan takdir yang telah Tuhan paketkan untukku.
      
                                  ***

            Sewaktu aku SMA aku sangat takut sekali dengan guru Matematika, bukan karena wajah dan sikapnya yang garang juga bukan pula karena pelajaran mengenai dekomposisi tetrahedral yang rumit luar biasa,aksioma arah dan teorema Phytagorean.
    
              Melainkan karena suara sepatu pantofel yang dikenakannya! Sepatu! Karena sepatu itu, kami satu kelas hampir kesulitan bernapas seakan lonceng kematian sudah dekat, memaksa kami untuk memacu jantung bekerja dua kali lipat.

               Dan hal itu kembali aku rasakan sekarang. suara sepatu dan lantai yang sedang beradu mengingatkanku tentang segelintir memori yang pernah memiliki sensasi tersendiri.
Aku tau akan terjadi sesuatu yang buruk!
“kalau bapak mau marah, bapak marah saja sama dia. Dia yang terlambat memberikan laporan pada saya kemarin” orang ini tak bisa santai? Pikirku.
           Matanya melotot, telinga yang memerah menandakan bahwa dia sangat menyalahkanku! Ketua devisi, tak mau tau kesulitanku. Aku langsung berdiri dan menunduk mengisyaratkan kata maaf pada ketua devisi dan direktur perusahaan.
           Aku tau ini buruk, membiarkan direktur sampai menghampiri staf. Damn it. Buruk sekali Ari!
“jika saya sekali lagi mendengar komplain, saya tak segan-segan menurunkan jabatanmu. Saya masih memaafkanmu kali ini karena kamu cukup memiliki kemampuan yang dibutuhkan kantor ini. Jika kau punya masalah apapun itu, cepat selesaikan!dan kembalilah bekerja seperti biasanya” hardiknya. Benarkan kataku?

         Aku kembali termagu-magu menatap tumpukan dokumen yang memuakan. Jika aku tak mau kena masalah maka aku harus menyelesaikannya.

                                   ***

          “ gue denger tadi pah Harfan dateng ya ke tempat lo?” tanpa melihatpun aku sudah tau kalau itu suara cempreng Burhan. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Hilang sudah selera makanku.
“Kenapa emang?” Farhan menimpali. Sembil menyendok sambal yang akan dituangkan di mangkuk sotonya.
”aku nggak ngasih laporan. Lupa”
“lo gila? “ Burhan dan Farhan menggelengkan kepala. Tak ingin membuat suasana makan menjadi buruk akhirnya meraka menyambung obrolan seputar bola dan obrolan santai  lainnya. Sedangkan aku hanya mendengarkan dengan khitmad.
        
              Aku kaget bukan karena panggilan Burhan karena merasa terabaikan. Melainkan aku melihat seseorang, Sabrina. Dia .yah, dia sabrina. Melewati rumah makan yang sedang aku kunjungi dengan kedua temanku. Apa dia bekerja disekitar sini? Entah mengapa aku merasakan reaksi kimia yang ada ditubuhku bekerja berlebihan, menimbulkan sensasi yang menyenangkan sekaligus gugup yang keremajaan.

“ada apa?”

"nggak ada apa-apa, hanya saja tadi gue lihat seseorang yang aku kenal” tukasku.

University of lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang