1

30.2K 2.6K 255
                                    

Ada baiknya kita terus waspada dari pada mengelus dada dengan sisa-sisa air mata.

Sudah hampir setengah jam Wahid mendapatkan tontonan gratis karena aksi-aksi romantis yang ditunjukkan Nada dan Agam. Kedua orang itu seakan tidak merasa bila ada sosok laki-laki kesepian di antara mereka.

"Duh, kan ribet pakai heels," keluh Nada.

"Kan Mas bilang pakai sendal biasa saja," sambut Agam.

Bibir Wahid seketika mencibir, melihat perlakuan Agam ke Nada. Sahabatnya itu dengan mudah berlutut di hadapan Nada. Sambil menggantikan alas kaki istrinya.

Dalam hati Wahid berpikir, dulu saat dia masih berpacaran dengan Farah kegiatan mereka tidak se-lebay ini. Apa memang seperti itu kelakuan orang yang telah menikah? Tetapi rasanya tidak juga.

Ia pun bisa melihat Ayah Ibunya di rumah, semua biasa-biasa saja. Kalau pun romantis masih sewajarnya. Tidak seperti pasangan dihadapannya ini.

"Hei.. Hei.. Sudah belum? Kita bakalan telat," ucap Wahid.

"Duh, maaf ya Bang. Maklum bawaannya berat," kekeh Nada sambil mengusap-usap perutnya yang sudah begitu besar hingga Wahid yakin sebentar lagi akan meledak.

"Ah ribet banget pakaian lo, Nad. Udah gendut jangan pakai beginian," sembur Wahid mengomentari baju Nada.

"Gue juga bilang gitu. Tapi lo tahu sendiri kan, Hid. Sepupu lo ini paling pinter ngeyel," sambut Agam.

"Kan biar cantik di moment spesial ini," tawa Nada sambil berjalan lebih dulu meninggalkan Agam dan Wahid.

"Yang sabar, Gam. Si Nada lagi hamil. Jangan dibuat baper lagi,"

Agam terkekeh sebentar, dia membalasnya sambil menepuk bahu Wahid. "Lo yang banyak-banyakin sabar, Hid. Masa lo doang yang belum nikah dibanding yang lain. Gimana sih lo? Percuma ganteng tapi nggak berani ajak perempuan ke penghulu. Ganteng lo nggak berguna," ledek Agam sambil berlari meninggalkan Wahid sendiri.

"Awas lo, Gam. Bisa-bisanya ngeledekin gue. Urus tuh si Nada,"

***

Saat di ballroom tempat diadakannya acara wisuda tahun ini, Wahid sengaja berdiri agak jauh dari Nada dan Agam. Dia memperhatikan keadaan di mana semua wajah mahasiswa nampak bahagia. Apalagi kebahagiaan itu lengkap bersama keluarga dan para sahabatnya.

Semua itu mengingatkan Wahid di masa-masanya lalu. Di mana dia pun lulus bersama para sahabatnya serta Ayah Ibu yang mendampinginya.

Namun seketika kening Wahid berkerut dalam. Saat-saat pikirannya mengenang akan masa lalu, mengapa ada wajah familiar yang ia lihat di sekitar Nada. Tetapi Wahid tidak yakin mengenalnya.

"AAAAHHHHH.. AKHIRNYA GUE LULUS. LIAT KAN? SIAPA BILANG EMAK-EMAK HAMIL NGGAK BISA JADI SARJANA," bangga Nada pada sosok itu.

"Uhh.. Gitu aja bangga. Awas jangan loncat-loncat. Angker gue lihatnya,"

"Tenang aja. Gue emak-emak kuat kok. Iya kan Mas Agam?" tanya Nada pada sosok suami yang selalu ada di sampingnya.

Karena merasa tidak mendapatkan jawaban siapa sosok itu sebenarnya, Wahid mencoba mendekati mereka. Berdiri di sisi Nada satunya sambil memperhatikan sosok itu dari atas hingga bawah.

Lalu ternyata....

"Gila.. Gue berasa kena tipu," gumam Wahid tiba-tiba.

Sontak semuanya melihat ke arah Wahid terutama sosok yang tadi sempat Wahid komentari.

"Oh ada Bang Wahid. Duh, lama nggak jumpa. Makin tinggi aja sampai susah dipanjat hatinya," tawa manis gadis yang kini sudah merubah tampilannya.

"Ciee ketemu lagi sama Bang Wahid, Ki." goda Nada.

SCHATZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang