"Ini sudah malam dan dia berdiri sendirian disini. Jadi kuajak bermain saja."
Walaupun kami sekelas, tapi aku hanya sebatas tahu namanya saja. Tidak lebih. Teman-temanku juga begitu. Laki-laki itu orang yang cukup pendiam dan tidak mudah bergaul dengan anak-anak yang lain. Tapi aku tahu jika dia sebenarnya anak yang pintar.
Pada kenyataannya, aku tidak pernah sekalipun berbicara pada laki-laki itu. Bertegur sapapun sangat jarang. Karena ketika kami tanpa sengaja bertemu, dia akan menundukan kepalanya dihadapanku dan berusaha menghindariku. Aku tidak tahu apa masalahnya. Apa jangan-jangan laki-laki itu membenciku? Tapi kenapa dia harus membenciku?
Hari itu, aku bertemu dengannya di koridor ketika hendak memasuki kelas. Dan seperti kebiasaannya, dia hanya menundukan kepala dan segera berlari menjauhiku. Aku hanya mengedikkan bahu tanda tak peduli.
Well yeah, mungkin dia orang yang pemalu. Lagipula aku tidak terlalu ambil pusing dengan tindakannya itu.
Aku tidak pernah memperhatikan seluruh kegiatannya sampai sedetail itu hingga ketika hari ini berlalu.
Sudah menjadi suatu rutinitas bagiku. Sepulang sekolah di sore hari, aku akan menjemput adik laki-lakiku ditempatnya kursus. Adik laki-lakiku itu merupakan seorang siswa sekolah dasar. Dan setiap hari orang tua kami akan mengantarnya kursus demi membantunya memperbaiki nilai-nilai di sekolahnya yang memang cukup memprihatinkan.
Tapi kali ini, aku tidak bisa menjemputnya karena mendadak ada rapat club yang harus kuhadiri. Karena itu, aku memintanya untuk datang ke sekolah dan menungguku sampai seluruh kegiatan club selesai. Lagipula jarak sekolahku dan tempatnya kursus memang tidak terlalu jauh.
Aku tidak menyangka jika rapat club akan berjalan selambat ini. Sudah lewat 2 jam dari waktu biasa aku pulang sekolah dan rapat baru selesai. Jujur saja, aku sedikit menghawatirkan adik laki-lakiku itu. Sekarang sudah pukul 7 malam dan dia selesai dari kursusnya sekitar pukul setengah 6 sore. Ini artinya dia sudah menungguku hampir satu setengah jam. Dan aku takut jika terjadi sesuatu padanya.
Bergegas, kurapikan peralatanku dan pamit kepada seluruh anggota club yang masih ada diruangan. Mereka memakluminya. Bahkan mereka merasa bersalah karena secara tidak langsung sudah menahanku disini dan membiarkan adik kecilku menunggu seorang diri di gerbang sekolah.
Aku berlari secepat yang kubisa. Semoga saja adikku itu baik-baik saja dan tidak melakukan hal-hal yang tidak masuk akal.
Dengan nafas yang tersengal karena berlari dari lantai 3 gedung sekolahku, akhirnya aku tiba di gerbang sekolah. Dan adikku tidak ada dimanapun. Panik, aku memanggil namanya berulang kali. Berharap anak nakal itu segera muncul dan berkata bahwa dia baru saja mengerjaiku. Seperti kebiasaannya yang selalu sukses membuatku jengah.
"Aish, kemana perginya anak nakal itu? Awas saja jika aku menemukanya. Akan aku cubit lengannya sampai merah." Aku kesal tentu saja. Tapi jauh didalam hatiku, aku benar-benar khawatir padanya. Bagaimana jika adikku itu diculik oleh orang tak dikenal dan akhirnya dijual ke luar negeri? Bukankah sekarang ini sedang marak-maraknya kasus penjualan anak kecil seperti itu? Bagaimana ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
NCT Oneshoot Series
FanfictionSekumpulan oneshoot romance dengan anak-anak NCT sebagai pemeran utamanya.