CDD-18 -END

16.2K 880 21
                                    

Enes menghela nafas untuk yang kesekian kalinya, ia jadi susah bergerak bebas di kehamilan yang sudah menginjak 37 minggu ini, dan dokter sudah memprediksi hari kelahirannya minggu depan nanti.

Ia menggaruk pipi tembemnya pelan sebelum beranjak dari duduknya, ia butuh bergerak untuk merenggangkan ototnya yang kaku, pelan- pelan ia menapaki lantai dengan kakinya yang membawa beban berat tubuhnya yang kini sudah tak bisa di bilang ramping lagi. Berat badannya naik drastis hingga 25 kilo, membuat Enes sering mengeluh pegal-pegal setiap malam menjelang.

Untung suaminya pengertian, dia mau memijat kakinya sampai ia bisa tidur dengan nyaman.

"Assalamualaykum" Enes menoleh dan langsung tersenyum lebar saat melihat Suami tercintanya datang, ia melangkah pelan menyongsong Aqib lalu mencium tangannya setelah membalas salam Suaminya.

"Ko sepi yang?" Tanya Aqib bingung saat melihat rumah begitu lenggang, di elusnya surai Enes yang tak tertutupi jilbab dengan pelan sebelum membawa tubuhnya untuk ia peluk. Ia rindu dengan istri cantiknya ini, setiap saat, setiap waktu dan setiap-setiap lainnya lagi.

"Mama nemenin Ibu chek-up, kasian kalo Ibu berangkat sendiri" jawab Enes, Aqib mengangguk saja dan ia membimbing langkah Enes untuk menuju kamar. Kamar Istrinya dulu dan kini menjadi kamar mereka.

Sudah lebih dari tiga bulan ini mereka tinggal di rumah Keluarga Enes, 'pun dengan Ibunya karena Mysa yang lebih memilih kuliah di luar kota yang otomatis tak tinggal dengan mereka lagi.

"Mas tadi temen-temen kuliah aku dulu pada main, ada yang udah punya anak juga. Cewe anaknya lucuu banget tau Mas. Apalagi di pakein jilbab gitu. Aku jadi gemeess" Aqib tersenyum kecil dan membalas setiap perkataan Enea dengan antusias, Istrinya memang suka bercerita di setiap ia pulang kerja. Menceritakan setiap kejadian yang Enes alami kalau ia bekerja atau ada acara di luar. Dan itu membuatnya senang karena tak ada rahasia di antara mereka.

Dan itu bisa memperkecil adanya fitnah yang akan merusak rumah tangga mereka, karena komunikasi itu penting untuk mencegah kesalah pahaman, hingga menimbulkan hal-hal yang tidak di inginkan.

**

Aqib membuka matanya saat merasakan pergerakan kecil, ia menoleh dan mengernyit saat melihat istrinya tengah menghela nafas kasar.

"Kenapa yang?" Tanya Aqib pelan, ia bangkit dari tidurnya lalu mengelus pipi empuk Enes pelan.

"Mas keganggu yah?" Tanya Enes balik, ia meringis tak enak hati karena telah menganggu suaminya istirahat.

"Enggak ko" jawab Aqib menenangkan "kamu kenapa Hmm? Pegel kakinya? Mau Mas pijitin?" Tanya Aqib.

Enes menggeleng pelan " susah tidurnya, engap Mas" Enes merajuk, merenggut dengan mata mulai bekaca-kaca. Yang langsung membuat Akib menggeser lebih dekat ke tubuh istrinya.

"Dede jangan buat Umi susah yah, Abi tau kalian anak baik" Aqib mengelus perut besar Enes pelan lalu menciumnya agak lama.

"Sini Mas peluk biar bisa tidur" Aqib mengecup kening Enes ringan sebelum membawanya kealam mimpi setelah letih bercerita panjang lebar, yang kali ini di tanggapi Aqib dengan seadanya karna ia sangat mengantuk dan tak bertenaga untuk menanggapi cerita Istrinya.
***

Susah payah Enes membuka mata karena silau oleh pantulan cahaya dari jendela yang membuat matanya sakit, pelan-pelan ia merubah posisi menjadi membelakangi jendela untuk menghindari cahaya.

Ia menghela nafas saat sudah bisa membuka matanya dengan normal, ia diam sejenak untuk mengumpulkan nyawa yang masih belum sepenuhnya merasuki raga.

"Oh! Udah bangun rupanya" Aqib mendekat kearah ranjang lalu duduk memperhatikan istrinya yang masih terlihat mengantuk, ia merapikan surai istrinya yang menutupi sebagian wajah Enes lalu menyelipkan ke belakang telinga.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang