CDD-11

10.7K 805 11
                                    


Enes memejamkan matanya yang terasa perih akibat menangis, hatinya sedikit lebih tenang selepas mangadu pada Allah, tempat bergantung baginya karena tidak ada yang bisa di mintai pertolongan kecuali Allah, tida ada tempat bergantung kecuali Allah, tidak ada yang di seru dalam do'a kecuali Allah. Seluruh ibadah hanya untuk-Nya dan hanya karena-Nya.

Bukan saat sedih saja kita baru ingat bahwa Allah ada tapi saat kita dalam masa bahagiapun kita harus mengingat-Nya, karena sudah pasti jika kita selalu mengingat Allah, Allah pun akan selalu mengingat kita.

Rasa kantuk perlahan menghinggapi membuat Enes mengerjapkan matanya beberapa kali, ia merapalkan do'a dan berharap hati esok ia bisa menyelesaikan masalahnya, dan beberapa menit berlalu Enes sudah terbuai mimpi.

Sampa-sampai mendengar suara pintu terbuka dan menampakan sosok suaminya yang memandangnya sendu, menyesal saat melihat wajah istrinya yang sembab dengan kelopak mata membesar.

Aqib mengelus pelan mata itu, mengecupnya ringan, apa sikapnya sudah keterlaluan? Hingga membuat wanitanya bersedih seperti ini. Apa ia telah lalai menjadi suami ? hingga membuat istrinya menangis.

Ya Allah sungguh tak ada secuil pun niat untuk membuat istrinya bersedih, ia hanya terlalu bingung tak tau harus bagaimana?.

Ia tak mau keluarganya di cap matrealistis, ia tak mau membuat Ibunya bersedih dengan prasangka orang. Tapi juga ia tak mau membuat istrinya bersedih.

Aqib merengkuh tubuh Enes, ia mengelus pelan punggung Enes saat istrinya terlihat terganggu dengan ulahnya. Saat Enes mulai terlihat kembali tenang di pelukannya, Aqib mengecup keningnya cukup lama sebelum ikut memejamkan matanya.

****

Enes mengerjapkan matanya dan suara Aqib  yang tengah membaca Kitabullah langsung membuat Enes terududuk, mata bulatnya yang kini agak sipit karena efek menangis melihat jam yang menempel di tembok, jam dua lewat empat puluh pagi.

Beralih Enes memandang Aqib yang terlihat begitu khusu, ia menghela nafas pelan sebelum turun dari ranjang dan melangkah ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, ia juga mau qiyamullail.

Enes menggelar sajadah tak jauh dari suaminya, membuat Aqib menghentikan bacaannya untuk menoleh dan memandang istrinya yang hendak solat, lalu melanjutkan bacaannya namun dengan folume kecil agar tak menganggu ke-khusuan Enes.

hingga beberapa saat berlalu Aqib kembali menghentikan bacaanya saat merasakan pelukan istrinya dari belakang, Aqib tersenyum tipis lalu mengelus lengan yang membelit tubuhnya dengan pelan lalu kembali melanjutkan bacaanya.

Enes memejamkan matanya meresapi setiap bait ayat yang di lantuntan Zaen.

Allah menurunkan Al-qur'an itu sebagai petunjuk untuk kita, serta pedoman hidup kita, jadi bacalah dan taddaburilah kalam Allah Ta'ala dengan benar. Agar kita bisa bembedakan yang benar dan salah, yang baik dan buruk untuk kita.

"Mas?" Panggil Enes pelan saat di rasa Suaminya telah menyelesaikan bacaannya.

"Hmm" Aqib berdehem

"Mas marah sama aku?" Tanya Enes lagi, terdengar Aqib menghela nafasnya pelan.

"Enggak" jawab Aqib

"Bohong, Mas pasti marah! Mas benci ya sama aku?" Elak Enes, tangannya gemetar akibat menahan gejolak tangis, entahlah kenapa ia menjadi mudah menangis seperti ini.

Aqib melepaskan pelukan Enes lalu berbalik menatap istrinya dengan senyum canggung.

"Bukan begitu sayang, dengerin mas dulu. Mas tida marah, mas cuma enggak mau kamu terbebani, karena mas gak minta apa-apa sama kamu. Mas bekerja dan insyaAllah cukup untuk kita" jawab Aqib, ia membersihkan linangan air mata Enes.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang