CDD-8

11.4K 887 20
                                    

Sungguh, hati Enes bergetar saat merasakan setiap detik rasa hangat genggaman suaminya, menuntunya menuju rumah sederhana yang hanya berjarak dua meter lagi, rumah yang akan menjadi tempatnya bernaung. Menjadi tempatnya dalam menjalani proses baru sebagai seorang istri dari Aqib, lelaki yang akan di cintainya dan di santuninya.

"Assalamualaykum" Aqib mengetuk pelan pintu rumahnya sambil beruluk salam dan tak lama berselang sosok wanita renta membuka pintu dengan senyum ramahnya, senyum menenangkan seperti mamahnya.

"Wa'alaykumsalam, Masya Allah udah dateng. Ayo masuk" Bu Ida tersenyum haru saat Enes mencium khidmat punggung tangannya. Alhamdulillah, Allah mengabulkan doanya atas kebahagiaan anak sulungnya yang ia sayangi.

"Ibu senang atas kebahagiaanmu Bang, jaga istrimu baik-baik yah" Bisik Bu Ida saat putra yang di kasihinya memeluk tubuh tuanya. Aqib mengangguk pelan.

Aqib melirik Enes dari balik punggung Ibunya yang juga tengah menatapnya dengan senyum kecil yang manis.

"Kalian pasti capek habis dari perjalanan yang lumayan menguras tenaga, jadi lebih baik sitirahat dulu" ujar Bu Ida lalu menggandeng lengan menantunya yang masih nampak canggung.

"Istirahat dulu aja yah" Bu Ida membelai lengan Enes pelan setelah sampai di ambang pintu kamar Aqib lalu melenggang pergi kearah dapur untuk kembali memilah sayuran yang ia panen dari kebun belakang rumahnya untuk di jual di warung-warung.
***-**

"Biar Aku aja Mas, mending Mas Aqib istirahat aja, semalam kan Mas tidurnya sedikit" Cegah Enes saat Aqib menawarkan bantuan untuk membongkar koper miliknya, ia kasian pada Aqib yang terlihat lelah karena aktivitas kemaren akibat di ajak begadang dengan Papa dan Adiknya.

"Gak apa-apa ko" ujar Aqib yang langsung membuat Enes mengehntikan pergerakan tangannya yang tengah menaruh lipatan bajunya kedalam lemari Aqib.

"Mas istirahat aja, Mas Aqib keliatan capek banget nanti Dzuhur aku bangunin, lagian baju aku gak banyak ko Mas" Elak Enes.

Aqib tersenyum kecil, lalu mengangguk pelan "iya-iya mas tidur, tapi kalo kamu capek lebih baik nanti aja di beresinnya" ujar Aqib ahirnya.

"Iya Mas"

Enes tersenyum tipis lalu kembali menekuni kegiatannya merapikan baju-bajunya, dikamar ini memang hanya terdapat satu lemari yang lumayan besar jadi cukup untuk menampung baju-baju nya dan Aqib.

Ia menoleh kearah Suaminya yang sudah memejamkan mata, sepertinya suaminya memang lelah terbukti dengan cepatnya Ia terbuai dalam mimpi, Enes mendekat lalu menyelimuti tubuh Suminya hingga batas dada. Lalu meneruskan kegiatannya.

***

Langkah Enes terhenti saat melihat Ibu mertuanya tengah sibuk di dapur dengan sekeranjang sayur di atas meja, ia ragu-ragu mendekat sambil menggenggam erat gelas milik Aqib.

"Enes bantuin ya Bu" Enes menaruh gelasnya di Meja lalu duduk di samping Ibu mertuanya.

"Gak usah, kamu pasti Cape. Istiraha aja gak apa-apa" ujar Bu Ida

"Gak capek ko Bu, Enes mau bantuin. Ini di gimanain Bu" Enes memilah-milah sawi di keranjang yang membuat Ibu mertuanya tersenyum.

"Di iket, satu iket isinya 4 yah" ujar Bu Ida yang langsung membuat senyum Enes merekah.

"Baik Bu" ujar Enes.

"Ibu beli banyak sayur buat di jual lagi yah?' Tanya Enes

"Ini dari kebun belakang rumah, Ibu nanem sendiri, kadang Mysa bantu kalo libur sekolahnya .nanti baru di jual. Kasian kalo ngandelin Aqib terus, dia udah banyak berkorban tenaga" jawab Ibu mertuanya yang membuat Enes tersenyum salah tingkah.

"Masya Allah, lain kali aku juga boleh bantu nanemnya kan Bu" ujar Enes.

"Emang Nak Enes gak takut kotor, soalnya tanahnya lembab di kebun" terang Ibu mertuanya.

"Enggak Bu, cuma kotor doang, di cuci juga nanti bersih lagi" jawab Enes sambil menaruh satu iket terahir sayur sawi.

"Ini mau di jual kemana Bu?" Tanya Enes lagi.

"Ke warung - warung sekitar sini aja" jawab Ibunya.

"Enes ikut ya Bu"

Ibu mertuanya tersenyum tulus, lalu mengangguk pelan.

***

"Assalamualaykum" Aqib beruluk salam sambil membuka pintu rumahnya, ia tersenyum saat melihat Enes berjalan terburu-buru kearahnya

"Wa'alaykumsalam" Enes meraih tangan Aqib lalu menciumnya, Enes tersenyum saat melihat betapa tampan Suaminya saat memakai baju koko.

"Ganti baju dulu ya mas, bajunya udah aku siapin di atas kasur terus makan, Ibu udah nunggu kasian" ujar Enes, Aqib mengangguk lalu mengecup kening Enes sebelum melenggeng pergi kearah kamar tanpa tau perbuatannya membuat Enes mematung di tepat.

Wajah Enes memerah, lalu buru-buru ia menggelengkan kepalanya, mensugesti dirinya bahwa ia harus terbiasa dengan perhatian Aqib itu. Setelah meredakan debaran jantungnya Enes bergegas kearah dapur untuk menyiapakn peralatan makan Suaminya.

***

Enes menghela nafasnya, bingung apa yang harus ia perbuat, tak ada lagi alasan untuk menghindari suaminya, Ibu mertuanya sehabis makan tadi langsung istirahat dan Mysa baru pulang sekolah nanti habis Ashar.

"Nes" Panggil Aqib yang langsung membuat tubuh Enes terlonjak kaget.

"Iya Mas?" Tanya Enes ragu saat melihat Aqib yang baru keluar dari kamar mandi.

"Ambil Wudhu gih" titah Aqib, Enes mengrnyit bingung.

"Tapi kan aku udah solat Dzuhur Mas" ujar Enes.

"Iya Mas tau, tapi kita belum solat sunnah pengantin kan?" Ucap Aqib yang langsung membuat wajah Enes memerah, ia mengangguk kaku lalu buru-buru melangkah kearah kamar mandi.

Enes mencium punggung tangan Aqib saat setelah usai menunaikan ibadah solat sunnah pengantin merak, dengan canggung Enes melipat mukena dan menggantungkannya di dinding.

Ia memandang Aqib yang sudah duduk di atas ranjang, teesenyum tulus kearahnya.

"Kemarilah, Mas pengen meluk kamu" ujar Aqib yang membuat degub jantung Enes menggila.

Ragu-ragu Enes mendekat dan tubuhnya langsung luruh kedalam pusara rasa nyaman yang nyata, ia terbuai kehagatan sensasi peluakan suaminya, matanya terpejam saat memghindu aroman Aqib yang wangi.

" bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan ma razaqtana"

Dan pertahannya runtuh saat mendengar gumaman Aqib sebelum ia merasakan bibirnya di buai oleh rasa Aqib yang tulus. Ia bahagia sekaligus bangga dengan penyatuan mereka, menjadikan dirinya perempuan seutuhnya sekaligus pelengkap syarat pernikahan mereka.
--

Segini dulu yah..lanjut nanti aja.

Maaf kalo masih typo,

Semoga kalian suka.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang