CDD-14

9.1K 722 17
                                    

Enes menggeliat pelan saat merasakan usapan lembut pada lengannya, matanya mengerjap dan sosok Mamanya lah yang pertama ia lihat.

"Masih pagi udah tidur!" Tegur Dira yang dibalas Enes dengan ringisan.

"Ngantuk banget Ma" ujar Dira, ia bersandar pada punggung sofa, entah kenapa ahir-ahir ini tubuhnya gampang lemas, padahal pekerjaan yang ia lakukan enggak berat sama sekali.

"Kamu ini! sana cuci muka terus temenin Mama ke pasar" titah Dira.

"Iya Ma" Enes menghela nafasnya lalu melangkah ke kamar mandi untuk memcuci muka, padahal ia sebenarnya males banget, tapi mau gimana lagi. Masa ia nolak? Kan gak enak.

Enes memandang wajahnya yang lesu pada cermin, lalu mengelapnya sebelum memakai Purdahnya, setelah di rasa cukup ia melangkah keluar menemui Mamanya yang tengah menunggu dalam mobil.

"Gimana keadaan Ibu kamu Nes?" Tanya Dira untuk memecah keheningan, membuat Enes langsung membuka matanya setelah tadi sempat terpejam kembali, sungguh ia sangat mengantuk.

"Alhamdulillah sekarang Ibu agak mendingan Ma, batuknya juga agak berkurang sekarang. Kasian kemaren liatnya capek banget batuk terus" jawab Enes. ia berdehem pelan lalu meraih botol minuman kemasan pada dashboard mobil untuk melegakan kerongkongannya yang mulai mengering.

"Alhamdulillah kalo baik, kamu di sana jangan ngerepotin Aqib. Kasian dia sudah banyak yang di urusin. Usahain kamu bantu dia jangan malah nambah bebannya" nasehat Dira yang hanya di balas Enes dengan anggukan, karena ia sudah tak sanggup lagi untuk menjaga matanya agar terjaga.

Dan kelakuannya itu hanya di tanggapi Dira dengan helaan nafas.

**-

"Ma... pusing banget" keluh Enes, ia menggenggam lengan Mamanya erat agar tak limbung, ia mual dengan bau-bauan yang campur aduk, dan keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya yang lemas.

"Pusing? Kamu sakit?" Tanya Dira bingung ia menatap mata Puterinya yang mulai berair lalu segera menyelesaikan belanjanya.

" pengen muntah" keluh Enes lagi yang membuat Dira semakin panik, Dira memapah tubuh Enes, dan ia langsung mengomel  saat tubuh Enes terhuyung.

"Bukanya bilang kalo sakit, Mama kan enggak akan ngajak kamu belanja kalo kejadiannya kaya gini" dumel Dira, ia membuka pintu mobil lalu membantu Enes untuk duduk, lalu ia menutupnya.

"Minum dulu" titah Dira seraya menyodorkan minuman kemasan pada Enes yang langsung menerimanya.

"Kita periksa dulu ya" ujar Dira yang langsung menjalankan monilnya menuju rumah sakit terdekat.

**-

Aqib mengernyit bingung saat menatap layar ponselnya yang menampakan nama Mysa adiknya, tumben sekali adiknya menghubunginya di jam-jam sibuk seperti ini.

"Assalamaualaykum" Aqib beruluk salam dan terdengar isakan Mysa,  membuat jantung Aqib langsung berdebar kencang.

"Kenapa Mys?" Tanya Aqib khawatir.

"I-ibu pingsan Bang"

" innalillahi "gumam Aqib, ia memejamkan matanya sejenak untuk menenangkan hatinya yang mulai berkambuk, ia tak boleh panik sekarang.

"Abang segera kesana, kamu jangan kemana-mana ya dek" Aqib memutus sambungan telphonenya lalu bergegas ke ruangan Hafis untuk meminta ijin pulang cepat.

***

Aqib langsung membuka pintu mobil dengan cepat lalu berlari kedalam rumahnya untuk segera menemui Ibunya, sampai-sampai melupakan sopan santun pada Hafis yang baru keluar mobil, memang tadi Hafis menawarkan diri untuk mengantarkan Kaka iparnya yang nampak sangat kalut. Ia tak mau hal-hal buruk terjadi karena Aqib tak bisa fokus menyetir.

Langkah Hafis terhenti saat melihat Aqib tengah menggendong Ibunya, Hafis berbalik arah untuk segera membukakan pintu mobilnya.

"Pelan-pelan Bang" ujar Hafis. Ia penepuk pelan munggung Aqib untuk mencoba menenangkannya, ia tersenyuh saat melihat linangan air mata yang terus keluar dari kedua bola mata Abang iparnya. Ia pun kalau dalam keadaan begini pasti melakukan hal yang sama, menangis.

"Mysa ayo masuk" Hafis mengangguk pelan pada Mysa yang masih sesenggukan, lalu menghela nafasnya pelan sebelum masuk kedalam mobil.

**--

Suara dering ponsel membuat Aqib menghentikan sejenak usapan tangannya pada punggung Mysa yang masih tergugu dalam pelukannya dalam menanti Ibu yang di kasihinya di dalam UGD,  nama istrinyalah yang tertera membuat Aqib berdehem pelan sebelum mengangkat panggilannya.

"Assalamualaykum" Aqib beruluk salam, lalu langsung memejamkan matanya saat mendengar pekikan Enes di sertai isakan kencang.

"Kata Aku juga ibu bawa aja ke rumah Mama, biar ada yang menjaga" isak Enes, kemaren memang Enes ngotot ingin mengajak Ibu serta Mysa untuk menginap di rumah Mamanya, tapi suaminya melarang. Malah berdalih ada Mysa yang menjaga.

"Iya, Mas minta maaf yah" ujar Aqib pelan.

"Aku mau kesitu, pengen liat keadaan Ibu!" Terdengar Enes membersit hidungnya setelah memberitahukan keinginannya.

"Mas jemput ya" tawar Aqib yang langsung di tolak Enes.

"Enggak usah, aku sama Mama kesitu"
"Yaudah hati-hati.. Assalamualaykum" Aqib mengantongi kembali ponselnya lalu melirik Hafis yang langsung nyengir saat mendapat pelototan Abang iparnya.

"Hehe, maaf keceplosan tadi" ujar Hafis yang langsung membuat Aqib mendengus.

***

Enes langsung menumbruk tubuh Aqib membuat Aqib hampir terjungkal di kursi tunggu, akibat tubuhnya yang tak siap tertimpa beban tubuh Enes yang tiba-tiba menerjangnya.

"Kamu ini! Ngagetin Mas aja. Orang mah kalo dateng salam dulu" dumel Aqib yang langsung membuat Enes merenggut. ia langsung membenamkan wajahnya yang kuyu akibat terus menangis kedada Aqib. Menangis kembali untuk yang kesekian kalinya.

Mysa yang awalnya sudah mulai berhenti menangis menjadi ikut-ikutan terisak kembali saat melihat kaka iparnya menangis, yang langsung di tenangkan Dira dengan pelukan hangatnya.

"Menangis boleh, tapi jangan berlarut-laru ya Nak, harusnya kalian Doain ibu bukan malah di tangisin kaya gini"Nasehat Dira pada Enes dan Mysa.

Aqib tersenyum tipis pada Ibu mertuanya sebagai tanda ucapan terimakasih, laku berbisik pada Enes yang masih terisak lalu mengecup keningnya lama.

Waktu dirasa begitu lama saat menunggu Ibunya yang tengah di tanganni tim medis,  Aqib sebenarnya sangat gelisah tetapi tak coba ia tampakan, ia tak mau lagi membuat Istri dan Adiknya kembali kalut setelah dengan susah payah di tenangkan ibu mertuanya.

"Keluarga Pasien?" Dokter muncul di dari ambang pintu membuat Aqib dengan susah payah berdiri akibat Enes yang enggan lepas dari pelukannya.

"Saya dok" ujar Aqib.

"Bisa bicara di ruangan saya?" Tanya dokter lagi. Yang langsung di angguki Aqib.

"Bentar ya" ujar Aqib pada Enes yang sendu, Aqib mengecup ringan kening Enes sebelum melangkah mengikuti dokter.

Tetapi baru dua langkah ia pergi terdengar pekikan dan tubuh istrinya yang tergeletak di lantai, membuat Aqib kembali panik bukan main.

**-

Di lanjut kapan-kapan.

Aku gak mau janji bakal lanjut cepet.. Berdoa aja moga aku bisa cepet lanjutin.. maaf banget soalnya sibuk dengan dunia nyata.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang