Ke-enam (Tabrakan)

757 81 4
                                    

Dengan gerak cepat Salsha menuruni tangga, sesekali tangannya sibuk membenahi kancing seragam atasnya dan sesekali juga mulutnya bersumpah serapah untuk pagi ini. Gerakannya melambat kala ia lihat seorang perempuan berjilbab biru dongker tengah menata beberapa piring berisi makanan di meja makan. Ia berdecak kesal ketika melihat lagi ayahnya yang keluar dari area dapur membawa sepiring roti bakar yang asapnya masih mengepul panas.

Salsha mengambil sepasang sepatu berwarna putih dari rak sepatu di bawah tangga lalu memakainya dengan cepat. Berbalut kaos kaki hitam pendek ia segera menali jadi satu tali sepatunya. Sesekali ia menatap 2 orang yang terus bercanda tanpa menatapnya sedetik pun. Tak berapa lama ia berdiri dengan angkuh, membenahi rok pendeknya lalu berjalan ke arah mereka.

"Eh Salsha? Udah siap kamu? Mau sarapan apa? Ada roti bakar,ada nasi goreng, ad..."

"Uang bulanan aku habis yah, di transfer ya karena nanti siang aku mau shopping sama temen-temen" dengan cepat Salsha memotong ucapan perempuan itu secara sepihak.

"Salsha! Nggak sopan kamu sama calon mama baru kamu. Kalau dia lagi ngomong hargai jangan langsung potong omongannya" hardik sang ayah menuding Salsha.

"Ohh anda bicara sama saya? Saya kira bicara sendiri tadi hehe" ujar Salsha tersenyum sinis ke arah perempuan yang sering di panggil 'Hera' oleh ayahnya itu.

Salsha tak terlalu ambil hati ucapan sang ayah. Yang ia butuhkan hanya anggukan sang ayah yang menyetujui akan mentransfer uang padanya.

"Kamu mau sarapan apa?" Tanya Hera seraya mengambil ancang-ancang untuk mengambil piring.

"Nggak usah deh, perut saya nggak bisa di ajak kompromi sama makanan kayak gini. Lagian, juga saya nggak tahu ada apa di balik masakan ini, bisa aja kan? Ada racun yang bisa buat bunuh saya?" Ujar Salsha dengan sinisnya tanpa memperdulikan tatapan tajam dari sang ayah.

"Salsha! Hera sudah memasakkan makanan ini pagi-pagi buat kita sarapan. Seenggaknya kamu makan walau sedikit aja makanan dia" ucap sang ayah dengan merendam emosinya.

"Lho? Salsha kan nggak pernah nyuruh dia buat masakin Salsha kan yah? Mungkin aja kan dia masak cuma buat ayah doang? Ayah pasti juga tahu dong nggak ada makanan enak selain buatan bunda. Dan satu lagi, Salsha nggak pernah makan di rumah kecuali bunda yang masak. Dan karena perempun ini bukan bunda Salsha apa pantas Salsha memakan masakannya?"

Hasdy berdiri dengan sorot tajamnya. Tangannya mengepal penuh emosi yang di balas dengan tatapan kecil dari Salsha. Bagi Salsha, sudah biasa mendapat tatapan tajam dari sang ayah semenjak bundanya di rumah sakit.

"Sudah mas, Salsha bener. Seorang anak akan menyakini bahwa masakannya bundanya yang paling enak. Aku juga nggak bisa menangkal jika masakannya mbak Helen memang enak kok mas jauh lebih enak di banding masakan aku" Hera mengelus pundak Hasdy memberi ketenangan untuk pria itu.

Sementara Salsha hanya berdecih ketika mendengar bahkan melihat adegan menjijikkan itu di depan matanya. Diam-diam batinnya beekecamuk sendiri. Hanya bunda yang boleh memanggil ayahnya dengan sebutan 'Mas' dan hanya bunda yang boleh mengelus pundak ayah ketika ayahnya sedang emosi seperti ini. Hanya bunda yang bisa memberi ayah ketenangan bukan perempuan itu.

"Sebelum saya pergi saya akan ngomong sama anda. Cuma wanita jalang yang bisa manggil mas dan ngelus bahu seorang pria di depan anaknya padahal pria itu masih berstatus mempunyai ISTRI SAH" ucap Salsha penuh penekanan sebelum akhirnya dia melenggang pergi meninggalkan mereka.

Salaha menarik nafasnya dalam, menahan desakan air mata di kelopak matanya. Berusaha menahan agar tidak terjatuh. Karena, dari 3 tahun yang lalu ia sudah bersumpah tidak akan menangis dengan alasan keluarganya. Dia akan mencoba mandiri dengan segala kekuatan yang dia punya.

MY TROUBLEMAKER GIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang