DUA : SENYUMANNYA

32 3 1
                                        

Akhirnya kami sampai juga di tempat yang kami tuju, yaitu kafe es krim. kami turun dari sepeda.

Aku menghembuskan nafas lega. Tadi itu lumayan memacu adrenalin sekali. Sedangkan Diana , dia sibuk mengelap keringatnya bercucuran denga tisu yang dia bawa.

“ayo masuk, takut nanti antrenya panjang lagi.” Sekejap aku menarik tangan Diana lagi .

“eh iya, iya Ras. Aduh.” Diana yang sibuk mengelap keringat dan merapikan bajunya lagi, mengaduh.

TING. Suara Detingan bel kecil yang menandakan pintu terbuka oleh seorang pelanggannya.

Aku lihat tidak banyak orang disana. Alias sepi. Aku berteriak senang dalam hati. Tanpa berfikir panjang, aku mendekat kearah tempat memesan.

Tinggal satu langkah lagi aku datang dan tepat berdiri di meja pemesanan, tiba-tiba ada seorang perempuan yang menyerobot posisiku itu. Tanpa rasa meneysal dan bersalah, dia langsung memesan.

Hatiku yang saat ini sedang senang, tiba-tiba gelap, berawan hitam dan langsung berapi-api.

“mbak, ngantre dong, kan kita yang datang duluan kesini.” Aku langsung menyambarnya , dengan nada yang tinggi. Semua orang yang ada di kefe pun menatap sumber suara yang bising itu.

“Ras udah udah.” Diana menenangkanku yang terlihat sangat marah. Dia mengelus pundakku.

Perempuan itu hanya menatap sinis padaku, tanpa peduli apapun dia meneruskan pesanannya.

Kasir yang sedang melayani perempuan itu, menatap bingung aku dan perempuan itu. Dia tidak mecatat pesanan perempuan itu. Dia terlihat serba salah.

“Mbak gak denger ya? , budayakan mengantre.” Aku yang masih marah terus mengatainya. Nafasku terengah, seperti banteng yang sedang melihat kain merah.

“CK.” Perempuan itu memutar bola matanya. “Apa sih?.” Lanjutnya dengan suara meledekku.

“Saya bilang, Ngantre dong, kan saya yang pertama datang kesini. Apa salahnya sih Ngantre?. Main serobot aja.” Emosiku benar-benar meledak saat ini. aku tak peduli semua orang sekarang menatapku sambil berbisik pada teman sebelahnya.

“Siapa cepat, dia dapat.” Perempuan itu dengan dingin mengatakannya.

Ini sudah kelewatan,  aku mengepalkan tanganku dengan kuat, menahan emosiku yang makin terkendali. Tanganku sudah siap melayang ke kepalanya. tapi Diana langsung menggemngam tanganku, mengagalkan niatku untuk meninjunya.

“mbak.” Tiba-tiba suara berat laki-laki yang bersumber dibelakangku terdengar.

Seketika Aku, Diana dan perempuan itu menoleh padanya. terlihat sesosok pria tinggi dengan baju khas pegawai kafe ini. bisa ditebak, dia adalah salah satu pegawai di kafe ini.

“Mbak,  saya lihat memang Mbak yang satu ini yang duluan datang. Jadi, mbak ini yang harusnya pesen duluan.” Suaranya sangat lemah lembut. Terlalu sopan malah , bila menghadapi pelangga semacam Perempuan menyebalkan ini.

Perempuan itu menatap terpaku pada pria itu. Tatapan bodoh, terpesona pada pria yang bru jatuh dari langit.

Memang sih, pria itu tampan, badannya tegak, tinggi pula. Tapi, saat ini aku masih diseimuti oleh amarah pada orang ini. jadi tak terlalu peduli dengn Pria ini.

“oh, iya.” Perempuan itu mundur dari tempatnya dan menyilahkanku untuk maju, tetapi tatapan masih terpaku, tanpa berpaling.

Aku pun maju satu langkah, dan memesan.

“mau pesan apa mbak?.” Pelayan itu sudah siap mencatat pesananku.

Muka ku masih cemberut melihat papan menu. Aku sekarang sudah tidak selera lagi untuk memesan. Kebahagiaanku dapat Nila tertinggi pun sudah hilang.

My Ice CreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang