Bab VII - Teka Teki

23 0 0
                                    

Semakin banyak saja yang aneh di villa ini, pikir Venya heran, Aku tak pernah melewatkan hari-hari liburan dengan segudang peristiwa aneh seperti yang kualami ini. Venya berdecak, Sulit dipercaya.

Dari pintu belakang Venya melewati sisi kiri villa untuk pergi ke bagian depan bangunan. Siang itu ia berencana untuk kembali menggambar sketsa villa karena beberapa waktu lalu sketsanya tercoret.

Cuaca agak mendung dan lembap, awan gelap menutupi langit akibatnya sinar matahari terhalang untuk mencapai bumi.

Venya melangkah dengan gontai sambil sesekali menggigil dari balik neckturtle ungu yang digunakannya, Huft, dingin sekali.

Angin dingin menerpa tubuhnya, Venya memegang erat kertas-kertas sketsanya. Hebat, kuharap aku tidak membeku. Rencana yang hebat menjalain hari. Aku seharus -- Tunggu! Apa itu? Seseorang berdiri di dekat pohon perdu yang baru dilewatinya. Venya berhenti hanya beberapa meter dari pohon itu. Ia tak berani menoleh untuk menatap orang itu secara langsung. Jangan bilang kalau...

Venya melangkahkan kakinya secepat mungkin. Lagi-lagi gadis itu. Venya kembali teringat pengalaman mengerikannya saat bertemu dengan gadis hantu dengan gaun tidur berwarna biru lusuh itu. Semakin cepat Venya melangkah jarak antara dia dan hantu itu semakin dekat. Venya memutuskan untuk berlari tepat di belokan menuju halaman depan villa.

"Dejama en Paz!!", pekiknya sesaat sebelum gadis hantu itu mencapai tubuhnya. Lalu ia merasa menabrak sesuatu dengan keras sehingga ia terjatuh dan seluruh sketsanya bertebaran terlepas dari genggamannya.

"Fantasma!", pekiknya.

"Venya?!", seseorang memegang kedua bahunya, "Venya, kau dengar aku?"

Venya membuka kedua matanya perlahan, agak takut menghadapi apa yang ada di hadapannya.

"Ini aku. Bryan"

Venya butuh beberapa saat untuk menenangkan diri dan meyakini kalau orang yang didepannya benar-benar Bryan.

"Apa yang terjadi?"

Venya menatap liar ke sekelilingnya seakan mencari sesuatu. Menyadari apa yang dicarinya tak ada Venya bernapas lega tapi jantungnya masih berdebar kencang.

"Bryan?", sahutnya seakan baru menyadari kehadiran pemuda itu, "Que pasa? – Ah, sketsaku". Venya buru-buru mengumpulkan sketsa-sketsanya kembali.

"Apa yang terjadi", Bryan mengulang pertanyaannya sambil membantu Venya, "Kau terlihat begitu ketakutan tadi"

"Aku melihatnya lagi, Bryan", tangan gadis itu masih bergetar sepertinya ia masih dalam keadaan shock.

"Maksudmu gadis hantu itu"

Venya mengangguk, "Dia selalu mengusikku"

Bryan mengembalikan sketsa yang berhasil dikumpulkannya, "Bagaimana keadaanmu sekarang? Apa kau terluka?"

"Mucho mejor. Descuida. Aku tidak apa-apa. Terima kasih"

Bryan membungkuk untuk mengambil sebuah sketsa yang tersisa di belakang Venya, tapi Venya segera menyambarnya sebelum Bryan sempat melihat objeknya.

"Lo siento. Aku buru-buru, Bryan. Sepertinya akan hujan, jadi aku harus cepat menggambar villa ini sebagai kenang-kenangan"

Bryan mengangguk tapi belum hilang rasa keterkejutannya karena reaksi Venya, "Tapi apa kau yakin baik-baik saja? Atau mungkin perlu kutemani"

Venya tersenyum, "Fig estar de sobra, Bryan. Aku tidak mau merepotkanmu. Lagipula aku hanya berada di halaman depan. Kalian pasti akan segera datang jika mendengar teriakanku", candanya.

Bryan ikut tertawa, "Baiklah. Aku tidak mau mengganggu harimu – Selamat bersenang-senang"

"Hasta mas ver, Bryan"

Keduanya berpisah dengan menyunggingkan senyumnya masing-masing.

---------------------------------------

Venya mondar-mandir di depan villa mencari sisi yang tepat untuk sketsanya. Keningnya berkerut mengamati dengan seksama bangunan kuno itu. Ia belum menemukan sudut yang tepat serta tempat dan posisi yang nyaman untuk "berkreasi". Aneh sekali tidak biasanya seperti ini.

"Venya!", kepala seseorang tersembul dari jendela lantai dua villa, tepatnya jendela ruang santai.

Venya mendongak, "Hai Yumi!". Venya mendengar suara beberapa orang di belakang Yumi. Tawa mereka terdengar jelas dari tempatnya berdiri sekarang.

"Apa kau sedang mengembangkan bakatmu"

Kening Venya berkerut, agak bingung dengan pertanyaan Yumi.

"Maksudku..."

"Ya. Aku mengerti", sela Venya setelah memahami maksud Yumi, "Aku memang sedang melakukan itu"

"Okay. Semangat Venya!", Yumi menghilang dari jendela, tapi suaranya masih sangat terdengar, "Hei Rob, jangan curang. Itu tempatku dan kau harusnya bertarung dengan Bryan karena kau belum bisa mengalahkan aku maupun, Mike"

"Ya Rob, kau juga kalah main denganku", suara Bryan terdengar kemudian.

Pasti mereka sedang bermain game, tebak Venya. Ia memutuskan masuk ke dalam taman diantara bunga-bunga. Akhirnya kutemukan tempat yang cocok. Venya memulai aksinya, keseriusan membayangi wajahnya yang berparas cantik itu. Tanpa hambatan, garis-garis di kertas putih itu mulai membentuk sebuah bangunan tua yang tampak kokoh. Tapi saat ia akan menggambar bagian atas villa pensilnya terlepas dari tangannya. Gadis itu menggerutu sambil merunduk mengambil pensil yang jatuh di dekat tanaman perdu berdaun rimbun.

Secarik kertas yang terlipat rapi berada tak jauh dari tempat pensilnya terjatuh, Kenapa bisa ada di sini? Mr. Charon yang merawat taman ini harusnya dia tahu tentang ini. Atau mungkin karena tempatnya yang agak tersembunyi jadi dia tidak menemukannya?

Venya membuka lipatan kertas itu dan mulai membaca isinya, "Air langit melewati bulan gelap tak begitu dalam di saat bintang hijau bersinar redup menanti ke bumi"

Venya mengerutkan dahinya berusaha mengerti maksud kalimat itu, "Padanan kata yang aneh. Seperti teka-teki saja"

Guruh bergelegar disusul dengan cahaya kilat. Venya terlonjak kaget, ia mendongak menatap langit yang telah ditutupi oleh awan gelap. Aku harus cepat.

Venya menyimpan kertas itu di sakunya dan meneruskan aktivitasnya sebelum hujan turun dan mengacaukan segalanya. Kali ini tangannya lebih cepat dan konsentrasi hanya terfokus hanya pada satu objek saja yaitu bangunan villa.

Jeopardize VillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang