7.

9.9K 495 3
                                    

Ugh! Dingin sekali! Mana selimut? Seharusnya aku menggunakan selimut dengan benar! Tapi, selimut ini terasa berat sekali. Seharusnya bed cover tidak seberat ini!

Astaga! Apa aku salah lihat? Rambut coklat itu ... Roy? Sedang apa dia di kamarku? Apa yang sudah dilakukannya?

Kutarik selimut sekuat tenaga. Astaga! Roy tanpa busana! Ia hanya mengenakan celana boxer tanpa atasan! Bagaimana ini?

Jantungku berdetak kencang, sementara wajahku pasti memucat! Apa yang harus kulakukan? Keringat dingin mengalir di tubuhku. Ini bukan yang aku bayangkan. Seharusnya tidak seperti ini! Cepat kututupi kembali tubuhnya. Untung saja pria itu memunggungiku.

"Roy!" teriakku panik.

Pria itu tak bergerak, hanya bola matanya yang terlihat sedikit naik turun di balik kelopak mata.

"Roy, bangun!" ujarku sambil menggoncang-goncangkan tubuh atletisnya. Tapi, pria itu tetap bergeming. Aku mengguncangnya lebih keras setelah tidak ada reaksi.

"Sebentar lagi." Roy berbalik menghadapku. Kembali terdengar suara dengkuran halusnya. Huh! Tampang boleh bule, tapi suara dengkurannya ternyata sama dengan Papa! Memang dengkur itu tidak mengenal adat dan bahasa!

"Kenapa kamu tidur di sini?" tanyaku berusaha membuatnya terjaga. Tapi pria itu tetap diam. "Roy!" Aku sedikit kesal, ingin mendorongnya jatuh dari tempat tidur!

"Capek!" jawabnya singkat tanpa membuka mata. Aku menarik napas panjang dan membuangnya sekaligus. Ini tidak bisa dibiarkan! Tapi, aku sudah terikat perjanjian. Aku belum bisa minta pulang sekarang, setidaknya aku harus bertahan satu bulan!

Syukurlah! Piyamaku masih lengkap. Aku berusaha mengingat apa yang sudah terjadi tadi malam. Rasanya tidak ada hal aneh! Setelah selesai makan malam di restoran bawah, aku memang langsung menuju kamar dan tidur. Aku memang masih sedikit capek. Tapi, aku tidak tahu kalau kami akan tidur satu ranjang. Kukira, Roy akan tidur di sofa. Apa bagi mereka ini hal yang wajar? Meski sejauh ini aku masih yakin kami tidak melakukan apa-apa.

Roy masih tertidur nyenyak. Dia memang manis, imut, dan jelas tampan.

Wajahnya begitu lembut, damai dan menggemaskan! Bola matanya yang biru kehijauannya tertutup kelopak dengan hiasan bulu mata pirang yang panjang dan lentik. Hidungnya mancung, membuatnya terlihat angkuh dan maskulin. Kulitnya putih kemerahan, lebih putih dari kulitku yang kuning langsat.

Masalahnya hanya: kenapa dia ada di ranjang bersamaku?

Ponselku bergetar ramai. Pasti Vina dan Mey! Mereka kebingungan karena aku tak ada kabar. Biasanya tak ada hari tanpa postingan instastory di medsosku. Paling tidak, aku akan mengabari mereka setiap hari! Mereka pasti ingin tahu tentang keluarga Roy! Sekalian saja kukirim gambar bayi besar ini. No pic=hoax, kan?

Tepat seperti dugaan, Vina dan Mey langsung menjerit heboh saat kukirimkan foto Roy yang tanpa pakaian ke grup whatsapp.

"Kirim gambarku ke mana?" Roy mengerjap-ngerjapkan matanya. Ups! Aku hanya tertawa melihatnya kebingungan.

"Ke restoran Bu Waty!" seruku. Roy meluruskan tubuhnya dan sedikit menggeliat.

"Bagus donk! Kukira kamu kirim foto ke Papa."

"Enak aja! Kamu bisa dibunuh kalau Papa tahu!" ancamku.

"Harusnya dia senang karena anaknya laku," gumam Roy.

"Enak aja!" Kulempar wajahnya dengan bantal. Roy hanya tertawa dan kembali memunggungiku. "Tunggu dulu! Kenapa kamu ada di sini? Kamu nggak ngapa-ngapain aku, kan?" selidikku.

"Please, Key, aku ngantuk! Lagipula Mom yang minta aku tidur di sini."

"Aku mau berenang," ujarku sambil bangkit dari tempat tidur. Percuma bicara dengannya kalau nyawanya belum terkumpul. Maksudku, dia masih setengah teler. Bagaimana bisa dia bicara serius dengan mata setengah tertutup?

Stay With The Prince (Completed On Platform KUBACA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang