ix. Should I Go?

89 8 20
                                    

Yoko's POV

"Ohayou, Yoko-chan!"

Aku menoleh ke arah sapaan itu. Tampak seorang wanita cantik berambut panjang yang menghampiriku. Itu Aihara Kumiko, salah satu rekan kerja sekaligus teman semasa SMA yang sangat dekat denganku. Orangnya asyik serta pintar melucu. Kalau baru pertama kali kenal, pasti orang akan menganggapnya sombong atau sejenisnya, dikarenakan wajahnya yang nampak cantik dan terkesan angkuh tersebut. Namun, kalau sudah berhubungan dekat dengannya, semua pemikiran itu akan langsung terpatahkan. Dia benar-benar seru... dan gila.

"Oha," balasku sambil tersenyum. "Kemarin kau akhirnya pulang jam berapa, Kumi? Maaf tidak membalas chat-mu, aku bahkan tidak sempat memegang handphone lagi kemarin malam dan tidur begitu saja."

"Daijoubu! Tenang saja, aku tahu situasimu. Akhir-akhir ini pekerjaan memang bertambah banyak, dan kita dipaksa bekerja seperti keledai saja. Kemarin aku akhirnya sampai di rumah jam sembilan malam."

"Malam sekali!" kataku terkejut. "Kau bahkan lebih tahan banting daripadaku. Hhh, capek sekali rasanya... aku ingin, deh, liburan sejenak dari semua hal ini."

Mata Kumi tiba-tiba bersinar-sinar. "Nah, maka dari itu, aku ingin mengajakmu pergi!"

"Ke mana?" Aku menatap Kumi dengan bingung. "Dan kapan? Pekerjaanku saja masih menumpuk begini."

"Ah, tenang saja. Aku tahu kau yang tekun ini pasti sudah mengerjakan setengah dari tugas-tugasmu itu. Paling juga butuh sehari lagi, lalu tugas-tugasmu itu akan beres," ucap Kumi santai. "Begini—kau pastinya ingat Iwaaki Chika, kan? Teman SMA kita dulu?"

"Chika? Tentu saja aku ingat. Satu bulan yang lalu, saat aku berjalan-jalan ke Osaka, aku pernah memintanya untuk menjadi tour guide-ku," jawabku. "Dia hebat, lho. Sekarang dia sudah bekerja di sebuah perusahaaan desainer interior ternama."

"Ya, dia memberitahuku mengenai hal itu. Memang dari dulu dia sangat berbakat dalam hal macam desain-desain itu, kan."

"Lalu, ada apa dengan Chika?"

Kumi lanjut menjelaskan lagi. "Katanya, Chika sedang berada di Tokyo karena perusahaannya mengadakan training di sini. Dan sore ini, dia mengajak kita untuk... ikut serta dalam sebuah kencan buta!"

"K-kencan buta?!" ulangku, sambil mengerutkan alis. Kumi mengangguk antusias.

"Ya. Chika bilang salah satu temannya mengajaknya ikut, tapi dia agak takut kalau hanya pergi berdua saja dan dia ingin sekalian bertemu dengan kita. Temannya tidak keberatan kalau kita ikut juga, malah semakin ramai semakin bagus katanya. Begitu jadinya! Tentu saja kau mau ikut, kan?"

Aku menatap Kumi dengan gugup. Otakku langsung berpikir keras. "Eeeh? A-aku belum tahu apakah aku bisa ikut atau tidak... pekerjaanku..."

"Sudah kubilang, itu pasti akan selesai besok," Kumi mengibas-ibaskan tangannya dengan enteng, membuatku mendengus sebal. "Pokoknya, kau akan rugi besar kalau tidak ikut. Pasti akan ada banyak pria tampan di sana! Lagipula, kau tidak ingin menjadi seorang wanita single selamanya, kan, Yoko?"

Aku tambah pusing. Haruskah aku ikut? Tapi, aku harus menyelesaikan—

"Iya kan, Yoookooooo~?"

Aku terdiam sejenak, lalu kuputar bola mataku.

Punya teman yang pintar membujuk seperti Kumi ini kadang-kadang bisa menyebabkan masalah juga.

Love Begins in My ApartmentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang