- 1 -

4.2K 378 39
                                    


"Jihoon, aku dengar kemarin ayahmu pulang?" Tanya seorang lelaki bergigi gingsul kepada kepada lelaki manis berpipi sedikit tembam yang berjalan tepat di sampingnya.

"Umm.." Jawab Jihoon sambil menganggukkan kepalanya. "Kemarin Ayah pulang untuk mengurus kepindahanku ke sekolah ini. Tapi tadi pagi dia sudah berangkat lagi ke Jepang. Haah...dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan dia tak sempat melihatku memakai seragam baru ini." Jihoon menghela nafas panjang.

"Dia kan bekerja untukmu. Lagipula kau lebih banyak menghabiskan waktu di rumahku, jadi aku rasa kau tidak kesepian. Dan sekarang kita satu sekolah, jadi kau tidak akan pernah kesepian lagi."

Jihoon memandang lelaki bergigi gingsul yang tak lain adalah sepupu kesayangannya itu. "Ya, kau benar Woojin. Ayah bekerja untukku, jadi aku harus mendukungnya." Senyum lebar terukir di wajah Jihoon. "Woojin...aku menyayangimu." Ujar Jihoon sambil memeluk Woojin –si lelaki bergigi gingsul itu–

TIN TIIIIIIN

Jihoon dan Woojin terlonjak kaget karena bunyi klakson mobil yang memekakan telinga mereka. Jihoon membalikkan tubuhnya menatap sebuah mobil ferrari hitam yang mengeluarkan bunyi klakson tersebut.

Jendela mobil mewah itu terbuka dan muncullah wajah seorang lelaki yang err..cukup tampan dari balik jendela tersebut.

"Ya! Minggir! Kalau kalian ingin bermesraan lebih baik jangan di tengah jalan!" Ujar lelaki tampan itu setengah berteriak, kemudian dia kembali menutup jendela mobilnya.

Jihoon memandang lelaki itu dengan kesal, apa dia pikir ini sekolah milik nenek moyangnya sehingga dia bisa sok berkuasa di sini.

TIN TIIIIIIN

Bunyi klakson kembali terdengar karena Jihoon masih bergeming di tempatnya semula, sama sekali tidak berpindah walau satu centi pun.

"Jihoon lebih baik kita minggir." Woojin menarik tangan Jihoon ke sisi kanan jalan menuju gerbang sekolahnya tersebut.

BRRUUUUM

Ferrari hitam itu langsung melaju kencang melewati Jihoon dan Woojin. Dan...

"AAAAGGGGGHHHHH...." Jihoon berteriak saat melihat seragam barunya terkena cipratan lumpur yang terinjak oleh ban mobil ferrari hitam tersebut. Lumpur yang berasal dari hujan yang turun semalam.

"Siapa sih lelaki menyebalkan itu? Kenapa ada makhluk sombong seperti dia? Aish...kenapa aku sial sekali di hari pertamaku masuk ke sekolah ini." Jihoon menghentakkan kakinya kesal sambil menunjuk-nunjuk ke arah mobil ferrari yang telah menghilang di balik pagar sekolah itu, namun tiba-tiba...

Prak

Tangan Jihoon tak sengaja mengenai seorang lelaki dan membuat Ipod yang sedang dipegang oleh lelaki tersebut terjatuh ke kubangan lumpur yang membuat seragam Jihoon kotor tadi.

"Ah..maaf. Aku tidak sengaja." Jihoon membungkukkan badannya untuk meminta maaf.

Lelaki tersebut hanya menatap Jihoon sekilas, kemudian dia sibuk merogoh tasnya untuk mengeluarkan ponsel dan headphone dari dalamnya dan memakainya sambil berjalan begitu saja meninggalkan Jihoon yang masih membungkukkan badannya.

"Jihoon, dia sudah pergi." Ujar Woojin agar Jihoon berhenti membungkukkan badannya.

"Astaga...lelaki itu bahkan tidak mengucapkan sepatah katapun. Kenapa semua lelaki di sekolah ini menyebalkan dan sombong seperti mereka??" Jihoon mengacak rambutnya kesal, dia rasa dia tidak akan betah bersekolah di sekolah elite pilihan ayahnya ini.

"Mereka berdua adalah lelaki tertampan di sekolah ini. Dan keluarga mereka adalah donatur terbesar di sini, sama seperti ayahmu." Woojin berusaha menjelaskannya kepada Jihoon.

"Hah? Lelaki tertampan? Mungkin maksudmu mereka lelaki tersombong." Cetus Jihoon masih kesal dengan dua lelaki yang membuat hari pertamanya pindah ke sekolah ini menjadi hancur.

"Aku rasa mereka pantas sombong karena mereka tampan, pintar, dan kaya." Ucap Woojin.

"Apa yang perlu mereka sombongkan? Harta orang tua mereka?" Jihoon memutar bola matanya kesal.

"Yang tadi naik mobil ferrari hitam itu adalah Lai Guanlin. Ayahnya adalah direktur utama Lai corporation pemilik hotel L yaitu hotel terbesar di Asia. Dan lelaki yang tak sengaja kau jatuhkan Ipod nya itu adalah Bae Jinyoung. Ayahnya adalah pemilik agensi artis terbesar di Korea Selatan. Mereka berdua bersahabat. Ah ada satu lagi lelaki cantik yang selalu bersama mereka berdua, namanya Lee Daehwi. Seorang pemain biola handal yang sering memenangkan kompetisi bahkan di luar negeri." Jelas Woojin panjang lebar.

"Untuk apa kau menjelaskan latar belakang mereka kepadaku? Bahkan aku tidak ingin tau sama sekali."

"Kau harus tau karena kau akan berada di kelas yang sama seperti mereka."

"APAAAA??"

***

"Guanlin, tunggu aku!"

Guanlin menghentikan langkahnya ketika mendengar namanya disebut, dia membalikkan tubuhnya menatap lelaki cantik yang sedang berlari ke arahnya. Tanpa dia sadari, sebuah senyum mengembang begitu saja di wajahnya ketika melihat lelaki cantik itu.

"Hosh..hosh..." Lelaki cantik itu berhenti berlari ketika dia sudah sampai tepat di hadapan Guanlin.

Guanlin memberikan sapu tangan miliknya kepada lelaki cantik yang tak lain adalah Daehwi. "Elap keringatmu itu."

Daehwi mengambil sapu tangan berwarna hitam milik Guanlin dan mengelap keringat yang mengalir dari dahinya. "Ck..bahkan sapu tanganmu berwarna hitam juga."

"Hey..harusnya kau mengucapkan terima kasih, bukan malah mengomentari sapu tanganku."

Daehwi terkekeh. "Ah, Guanlin ada yang ingin kuberikan untukmu." Daehwi merogoh tas kuning kesayangannya dan mengeluarkan 3 lembar kertas menyerupai tiket.

"Tadaaa... 3 buah tiket film."

Guanlin tersenyum, sudah lama dia tidak pergi menonton bioskop bersama Daehwi –lelaki cantik yang 2 tahun ini disukainya–

"Kau memberikan ini untukku?"

Daehwi terdiam. "Guanlin... Kau mau membantuku kan?"

Guanlin mengerutkan dahinya bingung dengan apa yang dimaksud oleh Daehwi. "Membantu apa?"

Daehwi mendekatkan wajahnya ke telinga Guanlin dan membisikkan sesuatu. Dan saat itu juga senyum di wajah Guanlin menghilang...

.
.
.

"Sebenarnya aku ingin mengajak Jinyoung nonton berdua."

"Bisakah kau berikan tiket ini untuk Jinyoung? Bilang padanya kita akan pergi bertiga, tapi nanti kau tidak usah datang dan bilang ada urusan."

"Aku mohon Guanlin..."

Guanlin menghela nafas panjang mengingat ucapan Daehwi itu. Jujur dia merasa sangat kecewa dan sakit hati bila mengingatnya. Tak sadarkah Daehwi kalau Guanlin menyukainya sejak dulu? Kenapa hanya Jinyoung yang berada di hatinya? Kenapa hanya Jinyoung yang dilihatnya?

Guanlin menatap nanar dua buah tiket yang dipegangnya, kemudian merobek sebuah tiket itu menjadi dua sama seperti hatinya yang hancur saat ini.

Dia mengeluarkan sebuah cincin dari saku celananya. Cincin yang terlihat simple namun cukup unik dengan ukiran bunga lily di permukaannya. Cincin yang selalu dibawanya. Cincin yang menyimpan kenangan masa lalu baginya...

- TO BE CONTINUED -

Ini sebenernya cerita ff aku jaman dulu dengan pairing yang beda, aku remake aja jadi panwink hehehe
Semoga gak aneh dan gak ada typo ya 😁

©jeojang9901

DESTINY [[ Panwink / Deepwink ]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang