Spin Off: 3 - When God's Not Real

313 70 2
                                    

.

.

.

Apa yang akan terjadi saat manusia lupa pada Penciptanya? Apa yang akan terjadi saat tak ada seorang pun yang ingat pada keberadaan-Nya?

Akhir dari dunia bukan? Lagipula, apa orang-orang sudah kehilangan hatinya hingga tak lagi percaya keberadaan Tuhan?

.

.

.

In Author's Eyes...

Bagaimana anak itu bisa bertahan?

Sudah belasan, tidak, puluhan kali, orang-orang menanyakan pertanyaan yang sama. Bagaimana bisa seorang anak kecil masih bisa bertahan hidup setelah mendapatkan tembakan berulang kali?

Jawabannya hanya satu.

Apa kalian bisa menebaknya?

Bukan, bukan keajaiban jawabannya.

Tapi keinginan untuk hidup.

Anak tersebut, Oh Sehun, memiliki keinginan untuk hidup.

Meski dengan menahan sakit yang menyiksa tubuhnya dan membuat hidup menyerah padanya, merayu sang pemilik nyawa untuk menyerah saja pada malaikat pencabut nyawa dan beristirahat dengan tenang di alam yang berbeda, Sehun masih ingin hidup.

Yah, walaupun ia tidak juga terbangun dengan keadaan yang bisa dikategorikan sebagai keadaan baik-baik saja. Tapi setidaknya, ia masih ingin hidup. Itulah mengapa, Tuhan masih memberinya kesempatan untuk hidup dan meledek semua cemooh yang mengucapkan argumen tidak masuk akal tentang caranya bertahan.

Sampai sekarang pun—setelah Sehun bertahan selama bertahun-tahun akibat koma nya selama beberapa lama—Sehun masih menahan sakit. Orang-orang tidak tahu itu bukan?

Bahkan Sullivan yang ditugaskan untuk dua saudara itu pun tidak tahu.

Sullivan hanya tahu jika Sehun adalah seorang anak ceria yang tumbuh menjadi jenius teknologi karena latihan. Sehun memang selalu tersenyum pada siapa saja, meski ia tidak mengingat atau mengenal mereka.

Sehun ingin berbuat baik, supaya ia bisa bertahan hidup di tempat asing ini.

Sebenarnya, Sehun masih merasa sakit.

Organ tubuhnya hancur di dalam, tapi ia memaksanya untuk bekerja. Mungkin, lain kali Tuhan tidak akan berbaik hati lagi pada Sehun untuk memberinya kesempatan hidup.

Tapi mau bagaimana lagi, Sehun masih ingin hidup.

Dan untuk mendapatkan kehidupan, ada harga yang harus dibayarnya.

Berpura-pura adalah cara yang paling mudah dan tidak membutuhkan biaya apapun. Cukup menyiapkan mental dan memasang senyum paling tulus yang dimiliki, Sehun sudah bisa mengelabui pandang orang-orang.

Saat dokter menyentuh bekas luka di tubuhnya, Sehun bisa berkata jika luka-luka itu tidak sakit lagi. Tapi apa mereka tahu bagaimana rasa yang sebenarnya Sehun derita?

Sakit. Semua luka yang menyisa di tubuhnya masih terasa begitu sakit. Seringkali, membuat Sehun terbangun di tengah malam dan harus menenggak satu sampai dua pil penghilang rasa sakit.

Dia mungkin bisa memasang senyum saat harus mendapatkan suntikan-suntikan di tubuhnya—yang katanya bisa mempercepat pulihnya organ dalam pemuda itu—dan sekali lagi, Sehun harus menambah rasa bersalah karena sudah menyiksa tubuhnya sendiri.

Ia bilang jarum-jarum itu tidak menyakitinya, padahal, Sehun selalu menghitung detik berlalu saat suntikan-suntikan itu ia dapatkan, guna membuang waktu dan mengalihkan pikiran agar tidak terfokus pada rasa sakit yang menyambut.

CODE NAME LIV [finished]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang