~3~ Hujan di Bulan September

105 24 18
                                    











Diana berlari sekencang mungkin setelah membayar tukang ojek yang ia tumpangi menuju sekolah. Gerbang utama SMA Nusantara sudah ditutup sekitar 10 menit yang lalu. Keringat mengucur di pelipis Diana, sejak pagi ia sudah lari sana lari sini agar tidak terlambat. Namun ujung ujungnya tetap saja terlambat.

Ini akibat semalam Diana pergi berkencan dengan Rian Hingga jam 10 malam. Dari jam 10 hingga jam 12, Diana mengerjakan prnya dan belajar untuk ulangan kimia hari ini. Namun sepertinya ia takkan bisa ikut ulangan karena ulangannya ada di jam pertama. Saat ini teman temannya pasti sedang pusing mengerjakan soal.

Diana melihat kesana kemari, ia tak menemukan guru piket yang berjaga. Ingin masuk tapi gerbang sudah di gembok. Langkah kaki dibelakangnya membuatnya berbalik.

"Lo telat? Tumben." Suara itu membuat Diana tidak jadi berbalik dan kembali keposisi awal.

"Berisik lo, ntar guru dateng." Bisik Diana. Ia melihat bayangan guru yang mendekat ke arah gerbang lantas menarik Alfin untuk bersembunyi bersamanya. Diana menarik Alfin ke sela sela tembok yang sempit namun cukup untuk mereka berdua. Keduanya terdiam sejenak membiarkan guru itu lewat. Diana yang merasa Alfin diam tak seperti biasanya menoleh kearahnya.

"Gue gak bisa sedeket ini." Ucap Alfin melangkah menjauh dari Diana.

"Kenapa?"

"Detak jantung gue gak terkontrol deket lo tau. Mau copot nih jantung."

"Halah, kemarin juga lo meluk meluk gue juga dari belakang." Diana tidak terima dengan sikap Alfin yang berubah ubah.

"Gue gak meluk, sumpah. tangan gue gak nyentuh badan lo. Gue cuma pasangin jaket doang gak lebih."

"Terus sekarang apa? Gak lebih deh menurut gue."

"Yaa namanya juga cowok ya, wajar fikirannya kemana mana kalo deket kayak tadi lama lama. Hehehee" ujar Alfin dengan diakhiri kekehan khasnya.

"Dasar mesum!" Diana menonjok perut Alfin yang dibalas Alfin hanya dengan tawanya.

"Udah deh. Mending sekarang cari cara buat masuk kedalam. Jam pertama ada ulangan Bu Rita kan?" Alfin menghentikan tawanya dan mulai berfikir.

"Iya, tapikan kalo lewat gerbang bakalan kena hukuman, sama aja gak bakal bisa ikut ulangan bu Rita." Alfin berfikir sejenak. Bersender pada tembok di sebelahnya. Sekian lama Alfin berfikir, ia kembali tegak berdiri dan memberi kode pada Diana untuk ikut bersamanya.

Alfin dan Diana berjalan menuju samping sekolah. Mereka berhenti tepat di belakang warung kopi tempat Alfin kemarin membelikan Diana roti jepang.

"Kita manjat sini aja." Diana memperhatikan tembok yang akan ia panjat.

"Gak ada yang lebih pendek gitu?" Ucap Diana ragu ragu melihat ketinggian tembok itu kira kira 2 meter.

"Gak, ini yang paling pendek." Diana terlihat mengangguk ngangguk. "Kalo gitu, lo naik ke punggung gue. Terus panjat deh temboknya. Tunggu gue di atas. Ntar gue turun duluan. Bantu lo turun. Gampang kan?"

"Gila! Modus lo aja! Lo mau ngintipkan? Dasar emang ya mesum emang selalu mesum dasar!" tangan Diana sudah siap menggeplak Alfin.

"Astaga gue niat bantuin malah dibilang mesum. Lagian ya kan gue jongkok hadep bawah. Mana bisa liat atas, gue bukan burung hantu yang kepalanya muter 180°. Udah ah, gue bete. Gue bolos aja." Alfin ngambek dengan Diana yang selalu Negative thinking padanya. Melihat itu Tangan Diana tadi yang siap menggeplak menjadi menahan Alfin untuk tidak pergi. Alfin berbinar binar dan melanjutkan rencana mereka.

That Should Be MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang