.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Sudah 2 hari Alfin tidak masuk sekolah, sejak insiden jatuhnya ia di kelas XII IPA 1, ia terserang demam parah. Penyakitnya tak lain dan tak bukan adalah flu. Ini sebab, ia waktu itu pulang sekolah hujan-hujanan bersama Diana. tapi anehnya, Diana saat ini baik-baik saja dan malah Alfin yang tersiksa oleh flu. Sungguh dunia memang tak adil.
Alfin berguling-guling di atas kasurnya, hatinya masih berbunga-bunga sejak ia menerima note kecil dari Diana waktu itu. Ia kemudian berhenti dan menatap langit kamarnya, memantapkan hatinya untuk apa yg akan ia lakukan berikutnya. Alfin kemudian bangkit dan bergegas untuk pergi sekolah.
"Eh fin, udah sehat?" Tifa~ibu Alfin~ yang sedang menyiapkan sarapan, kaget melihat anaknya sudah rapih pagi-pagi. Padahal dihari sebelumnya Alfin masih merengek manja karena flu yang dideritanya.
"Udah dong bu'." Alfin langsung duduk menyantap sarapannya. Tidak butuh waktu lama, Alfin bergegas menuju rumah sebelah yang terlihat sepi sepi saja.
Baru ingin menekan bel, Alfin dikejutkan dengan Dehan yang membuka pintu dengan wajah baru bangun tidur, namun sudah memakai seragam sekolah lengkap dengan kaos kaki yang tinggi sebelah.
"Ngapain?" Ucapnya sambil mengusap-ngusap matanya.
"Bareng lo." Alfin nyengir kuda memperlihatkan giginya.
"Gue bareng Diana."
"Gue naik bis kota aja." Diana datang dari arah belakang sembari berlarian kecil melewati keduanya.
"Gue juga." Alfin langsung berlari menyusul Diana meninggalkan Dehan yang kembali masuk ke dalam rumah, ingin melanjutkan tidurnya 20 menit lagi sebelum berangkat sekolah.
Alfin berlarian mengejar Diana. Dengan kilat ia masuk ke dalam bis melewati Diana dan duduk. Sialnya, saat Diana masuk, kursi yang di duduki Alfin adalah kursi kosong yang terakhir. Diana menatap tajam Alfin yang menyengir lebar ke arahnya tanpa dosa.
"Diana, sini! Gue pangku." Diana hanya mendelik dan berdiri memegang pegangan yang ada. Sementara Alfin bangkit menuju tempat Diana dan mendorong Diana untuk duduk ke kursinya. Diana sendiri hanya menurut, sedangkan Alfin sudah berdiri di samping Diana duduk.
"Sok gentle." Diana mendumel keras, agar di dengar oleh Alfin. Alfin sendiri hanya tersenyum lebar.
"Kering tuh gigi." Alfin malah semakin melebarkan senyumnya. Namun senyumnya sirna saat tiba tiba ia terjungkal ke depan karena supir bus yang mendadak mengerem.
"Woi bang! Tiati dong.!" Berbagai sorakan terdengar dari arah belakang Diana, membuat supir bus itu berbalik dan meminta maaf.
"Maaf mbak, mas.. tadi ada bebek nyebrang." Sorakan kembali terdengar dari arah belakang. Sepertinya di belakang adalah gerombolan anak anak nakal yang masih bersekolah. Bisa dibilang pembuat onar sekolah yang kerjanya hanya buat rusuh.
Bis kembali berjalan dengan normal, Diana mengambil tangan Alfin dan meletakkannya di sandaran kursinya.
"Pegangan." Katanya cuek dan mengambil handphonenya kemudian menyumpal telinganya dengan aerphone.
"Pedulinya... jadi makin sayang..." Alfin mengoceh sendirian. Melayang ke langit ketujuh hanya karena tangannya yang dipegang Diana.
*****
"Diana, Gak ke kantin?" Tanya Rina bersama Mila disampingnya.
"Gak, males. Masih bete' tadi tes matematika banyak banget salahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
That Should Be Me
Teen FictionSeharusnya aku, bukan dia. Seharusnya aku disampingmu bukan dia. Seharusnya aku yang menggenggam tanganmu, bukan dia. Seharusnya aku yg berjalan bersamamu, bukan dia. Seharusnya aku, seharusnya aku. #teenfiction #2019