Tiga - REVISI

25K 609 4
                                    

Sejak makan malam itu aku dan dirinya jarang bertemu meskipun kami satu rumah. Jadwal kami yang berbeda membuat kami sibuk masing-masing.

Rindu

Itulah yang aku rasakan
..
Hari ini aku tidak begitu sibuk sehingga aku memutuskan untuk menghampiri Brian di kantornya. Segera setelah bel pulang sekolah, masih dengan seragam putih abu-abuku ini, aku langsung menyalakan mesin mobilku menuju ke kantor Brian. Mungkin aku yang harus menghampirinya karna dia begitu.
Tidak begitu jauh dari sekolahku ke daerah matraman. Akupun segera masuk ke dalam gedung bertingkat yang besar ini. Sebenarnya aku ingin langsung masuk jika saja mbak resepsionis ini tidak memberhentikanku.

"Maaf kak, ada perlu apa ya? Jika ingin mengajukan proposal sponsor kami sedang tidak terima" ocehannya.

Apa? Proposal sponsor? Andai saja dia tahu kalau aku ini keponakan dari seorang CEO perusahaan ini.

"Mbak, saya kesini ingin bertemu dengan Pak Brian" gerutuku.

"Maaf, ada perlu apa dengan Pak Brian? Apa sudah membuat janji? Sampaikan saja pada saya nanti saya yang akan menyampaikan kepadanya"

Astaga menyebalkan sekali orang ini. Apakah dia tidak tahu betapa aku merindukan Brian?! Percuma saja aku berdebat dengannya. Aku langsung lari masuk ke dalam sebelum mbak itu memanggil satpam untuk mengejarku. Untung saja aku tau dimana letak ruangan Brian. Segeraku pencet lift menuju lantai 25.
*Teng tong

Dengan muka bahagia aku segera berlari ke ruangan pojok yang paling besar. Peduli amat dengan karyawan-karyawan yang memerhatikan bahagianya diriku. Rok seragam yang sedikit ketat membuatku berlari kecil. Kulihat pintunya sedikit terbuka. Degdegan sekali rasanya ingin masuk.
*krek -suara pintu-

"Aku dat..." belum sempat aku menyelesaikan kalimatku namun ..

"Ah maaf bukan bermaksud mengganggu kalian" ucapku.

"Nay, kau di sini? Ini tidak seperti yang kau lihat" dia mengejarku.

"Aku tidak peduli itu bukan urusanku"

Aku memutuskan untuk pergi dari sana sebelum air mataku keluar. Sementara wanita itu terus menggoda pamanku. Entahlah mungkin saling menggoda. Jarang sekali aku meneteskan air mata namun kali ini aku berlari meninggalkan tempat itu sambil menangis. Mengapa rasanya sakit sekali? Ah bodoh sekali aku, Lagipula kenapa aku menangis hanya karena dia sedang berciuman dengan wanita lain yang memang cantik, apa urusanku?

Aku segera keluar dari kantor itu. Waktu menunjukan pukul 6 sore ketika aku memutuskan untuk pergi ke club melepas semua stressku.

"Mau pesan apa nona?"

"Wine saja" ujarku.

Aku meneguk wineku banyak sekali dengan cepat. Kepalaku terasa sangat berat.

"Sepertinya sedang patah hati ya?"
Seseorang duduk di sebelahku.

"Urus urusanmu saja"
Aku tak berniat menoleh dan menatap wajahnya. Aku memesan wine lagi.

"Wine please"

"Sepertinya kau sudah mabuk berat nona, aku tidak mengizinkanmu memesan lagi"
Kata lekaki disebelahku.

"Apa urusanmu?" Gumamku.
Aku beranjak dari bar dan ketika aku ingin pergi darisitu, ia segera menarik tanganku sehingga aku berhadapan dengannya. Samar-samar aku melihat wajahnya yang tampan.

"Jangan pergi, kau sedang mabuk"

Aku mendorongnya menjauh namun kalah kuat. Dia memegangku.

Aku terus menyebut nama Brian tanpa sadar. Lelaki itu mengantarku pulang dengan keadaanku yang mabuk. Aku menunjukan jalan dengan tidak jelas. Untung saja dia mengerti. Lalu setelah itu, dia pergi dan aku masuk ke rumah masih dengan keadaan sangat mabuk dan bau alkohol.

Aku mengetuk pintu sambil bergumam tidak jelas. Baju dan rambutku sudah tidak karuan.

"Bukaaa pintunya, apakah ada orangggggg???? Halooooo"

"Nayyyyyy darimana saja kau, aku mengkhawatirkanmu, kenapa kau tidak angkat telfonku"

"Briannn mengapa kau menyakitiku huh?"
Gumamku dalam keadaan mabuk.

"Astaga kau mabuk?"

"Apa pedulimu huh?"
Aku berjalan masuk ke rumah. Dia membawaku ke kamar.

"Istirahatlah" katanya.

Aku menariknya masuk ke kamarku. Menyentuh bibirnya dengan jariku.

"Ssttt, tidurlah bersamaku"

"Nay kau benar-benar sedang mabuk"

Tanpa sadar karna pengaruh alkohol, aku terus berbicara dan berperilaku yang tidak-tidak.

"Apa yang kau lakukan?" Aku membuka bajuku.

"Inikan yang kamu mau huh?"

"Nay sadarlah aku takut kehilangan kendaliku" katanya.

Aku menariknya ke kasur dan dia terjatuh di atasku. Aku merasa matanya mulai gelap. Dia mulai terbawa dengan suasana. Kurasakan bibirnya mendarat di bibirku. Ia melumat habis bibirku. Tidak memberi kesempatan aku untuk bernafas. Ciuman itu, lembut tapi pasti. Perlahan ciuman itu turun ke leherku. Tiba-tiba aku merasakan dia berhenti.

"Tidak, saya tidak mungkin meneruskannya"

Sejenak dia tersadar dirinya bejat mengambil kesempatan aku yang sedang mabuk berat. Dia tidak ingin merusakku. Namun memang aku merasa hampa ketika dia berhenti. Lalu dia mengecupku, merapikan bajuku. Lalu aku tak sadar apa yang selanjutnya terjadi. Aku tertidur.

My Uncle, My husband?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang