Malam ini Brian mengajakku makan malam di luar. Tidak seperti biasanya. Padahal hari ini aku tidak sedang berulang tahun. Ulang tahunnya pun juga bukan. Entahlah mungkin hanya makan malam biasa. Tapi ajakan makan malam itu membuat aku kepikiran sehingga aku tidak fokus. Guru di depanku ini mengoceh tidak jelas. Semoga dia tidak menyadari diriku yang mengacuhkannya sejak tadi. Benar benar pelajaran matematika yang membosankan. Trigonometri atau apalah itu tidak begitu penting. Hmm kira-kira apa ya yang ingin Brian bicarakan..? Apa yang harus kukenakan malam ini..? Ah sudahlah toh juga hanya sekedar makan malam biasa yang tidak spesial
...Aku sudah sangat siap ketika Brian membunyikan klakson mobilnya memberi kode padaku untuk segera berangkat. Rasanya jantungku ingin meledak. Perasaan yang aneh dan tidak biasa. Apalagi ketika melihatnya malam ini begitu rapi. Mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru muda. Lengan kemejanya digulung setengah ditambah dengan jam tangan yang ia kenakan membuatnya semakin menawan. Celana chino berwarna coklat tua dan sepatu pantofel. Serta jas dipegang di tangan kirinya.
"Nay?"
Suaranya yang berat membuyarkan lamunanku. Ia membukakan pintu mobilnya untukku. Entahlah hatiku berdegup sangat kencang. Mungkin Ia bisa merasakannya. Kulihat raut wajahnya yang sedang menyetir, begitu lelah. Harusnya dia istirahat saja di rumah, pasti dia sangat lelah setelah seharian ini bekerja di kantor. Toh aku makan di rumah saja juga tidak apa-apa."Cie cie yang lagi di jalan sama pacarnya, atau yang lagi ngedate nih ada lagu spesial buat kalian, yang lagi PDKT, semoga cepet jadi ya, langsung aja kita puterin nih Kasmaran - Jaz cekidottttt!"
Suasana di dalam mobilpun semakin menjadi hening. Ditambah radio sialan itu membuat kami menjadi kikuk. Aku menikmati alunan musik dari radio tersebut sambil memandangi pemandangan jalan dari jendela mobil. Sepertinya dia juga menikmati musiknya.***
Akhirnya kami sampai di sebuah restoran yang mewah. Untung saja malam ini aku mengenakan dress yang bagus sehingga tidak akan membuat Brian malu mengajakku. Karna biasanya aku hanya memakai jeans belel kesukaanku dan kaos oblong. Tapi malam ini aku mengenakan dress panjang tidak berlengan berwarna biru muda senada dengan Brian.
Aku dan Brian memilih tempat duduk di lantai atas dekat jendela dengan pemandangan menghadap indahnya kota Jakarta malam hari.
"Kamu mau makan apa?" Tanyanya.
"Terserah saja" Jawabku.
Makan malam ini begitu romantis. Alunan musik clasic dan lilin di tengah-tengah kami menemani makan malam kami.
"Jadi untuk apa kau mengajakku ke sini?"
"Aku hanya ingin makan malam berdua bersamamu, memangnya tidak boleh?"
"Tapi tidak biasanya kau seperti ini"
Kalau hanya ingin makan malam berdua harusnya tidak usah seperti ini. Membuang-buang uang. Toh aku kan juga bisa memasak untuknya meskipun tidak seenak makanan ini. Entahlah aneh sekali dia.
Aku sedang asik melahap makananku ketika wajah Brian mendekat dan semakin mendekat. Jantungku berdebar debar. Aku menutup kedua mataku refleks. Kurasakan tangannya mengambil nasi di dekat bibirku.
"Untuk apa kau menutup mata?"
Bodohnya aku berharap akan dicium
"Tidak, hanya refleks saja"
"Berharap aku cium? Huh?" katanya
"Aku tidak berharap dicium oleh om om sepertimu"
Bohongku.
Dia hanya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Uncle, My husband?
RomanceProlog Nayla, gadis yang berumur 17 tahun tinggal bersama pamannya sejak kecil. Awalnya tidak mengerti namun hari demi hari, ia mulai menyadari akan perasaannya kepada pamannya. Brian, pria 28 tahun, direktur utama perusahaan ternama. Menaruh hati...