Pt. 7

1.2K 102 1
                                    

Knock. Knock.

.

"Masuk Seokmin-Ssi"

.

Clek.

.

Pintu ruangan itu terbuka dengan lebar sehingga membuat seorang Namja yang baru saja mengetuk pintu itu terlihat dengan jelas.

"Silahkan duduk Seokmin-Ssi" Wonwoo beranjak dari kursi kebesarannya dan berjalan pelan menuju Sofa yang berafa diruang kerjanya.

Ia seorang direktur disebuah Perusahaan besar yang cukup terkenal.

Kekayaannya pun jangan di ragukan lagi. Tetapi, sayang sifatnya angkuh dan dinginnya membuat semua orang enggan berdekatan dengannya.

.

.

.

.

{Wonwoo Pov}

.

"bagaimana Seokmin-Ssi?" tanyaku pada Namja dihadapanku. Dia salah satu assisten kepercayaanku yang selalu ku banggakan. Karena memang tugas-tugas yang ia berikan selalu ia selesaikan dengan hasil yang sangat memuaskan.

"Aku hanya mendapatkan data-data ini Tuan" Seokmin memberikan sebuah Map padaku. Dahiku mengerut binggung. Tidak biasanya ia seperti ini.

Aku pun mengambil berkas itu dan membacanya. Hanya ada biografi hidup seorang Jung Jinnie tanpa ada latar belakang keluarganya.

" data-data keluarganya tidak saya temukan Tuan. Saya yakin dia bukan orang sembarangan sehingga latar belakang keluarganya tertutup rapat"

"apa kau yakin?"

Seokmin mengangguk yakin.

.

.

.

.

Different Side.

.

At Rosez Hospital.

.

Jinnie baru saja siuman dari pingsannya. Matanya terbuka perlahan dan nyeri di kepalanya begitu terasa menyerang.

"gwenchana Jinnie-yaa?" tanya Jisoo pada Jinnie. Ia menaruh bukunya diatas nakas setelah melihat Jinnie yang tersadar dari pingsannya.

Memang sedari tadi Jisoo terus ada disamping Jinnie selama Jinnie pingsan.

Ia mengisi waktu tunggunya dengan membaca buku yang entah sejak kapan ia baca.

"Nde, Oppa" jawab Jinnie dengan nada lemasnya. Ia berusaha untuk bangun dari tidurnnya tetapi-

"Jangan dipaksakan. Kau masih lemas Jinnie"

Jisoo menahannya. Ia kembali menyuruh Jinnie untuk tidur.

"istirahatlah. Kau masih butuh banyak tenaga. Kau tidak sayang dengan anak didalam kandunganmu?"

Jinnie terdiam dan menoleh kearah perutnya yang sudah mulai membesar.

Kandungan Jinnie sudah memasuki bulan ke 2. Agak aneh memang karena dibulan kedua ini kandungannya sudah cukup terlihat.

"Oppa" panggil Jinnie yang berhasil membuat Jisoo menatap kearahnya.

"wae?"

"Aniya Oppa. Hanya saja-"

.

.

"bisakah Oppa menutupi keberadaanku sementara"

.

.

.

.

At Jinnie Apartemen.

.

"apa kau benar-benar tidak ingin keluar dari apartemen ini?" tanya Jisoo pada Jinnie yang sedang ia bantu masuk kedalam apartemennya sendiri.

Jinnie menatap kearah Jisoo dan mengeleng pelan. "Aniya, Oppa. Aku masih ingin tinggal disini. Aku percaya Oppa bisa menutupi keberadaanku. Oppa kan hebat" Jinnie mengulas senyumnya diakhir ucapannya.

Ia sangat tahu bahwa Jisoo bukanlah orang sembarangan dan ia percaya Wonwoo tidak bisa menandingi kehebatan Jisoo.

Jisoo mengulas senyumnya dan mencubit pelan pipi Jinnie yang mulai berisi. "kau memang penjilat haha."

.

.

.

.

{Jisoo Pov}

.

Rasanya begitu tentram saat menatap wajah polos itu tengah menikmati tontonannya disampingku.

Sehingga membuatku enggan untuk jauh-jauh darinya.

Sudah lama aku mengenalnya. Ia sangat pintar merebut hatiku hanya dengan senyuman manisnya.

Yang aku benci adalah ketika ia menangis. Aku rasa aku hancur ketika melihat ia menangis.

Walaupun bukanlah aku yang membuatnya menangis. Hanya saja. Ia terlalu berharga untuk diberi luka.

"Jinnie-yaa" panggilku pada Jinnie. Jinnie pun menghentikan kegiatannya menguyah keripik kentang sebagai pendamping tontonannya.

"Wae, Oppa?"

"boleh aku tanya sesuatu padamu?"

Jinnie menganguk pelan.

"Aku berjanji akan menutupi keberadaanmu-"

"itu bukan pertanyaan Oppa haha" ujar Jinnie diakhiri dengan kekehan ia sengaja memotong ucapanku. Aku sangat tau itu.

"yaakk!! Jangan potong ucapanku"

Jinnie tertawa lepas setelah mendengar teriakan kesalku. "hahaha. Nde, Oppa. Mianhe"

"ahh. Kau membuatku tidak mood berbicara lagi" ujarku pura-pura mengambek padanya.

Jinnie yang melihat hal itupun akhirnya bertindak dengan memeluk tubuhku dengan erat. "iss, kenapa kau mengambek sih Oppa. Ahh, ga asik" ujarnya diakhiri dengan mempoutkan bibirnya.

Ia sangat mengemaskan bukan. Tubuhnya sudah mulai berisi dan tingkahnya semakin kekanakan.

"baiklah. Aku ingin bertanya serius padamu Jinnie"

"Nde Oppa" Jinnie melepaskan pelukannya dan menatap kearahku.

'ahh, berarti dia sudah bisa diajak berbicara serius'

"bagaimana kalau kau ditemukan olehnya tanpa sengaja?"

"aku akan menerimanya"

"benarkah? Tapi kalau sebenarnya itu bukan disengaja dan ia memang sudah merencanakannya sebelumnya?" pertanyaanku kali ini cukup membuat Jinnie terdiam. Aku tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Hanya saja aku tahu bahwa ia akan memberikan jawaban dengan yakin.

"Bawa aku pergi dari korea Oppa. Bawa aku pergi jauh dari sini"

.

.

.

.

.

Double up. Yeaaayy.

Happy weekend^^

Miracle (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang