Kenan masuk dengan langkah tergesa, menarik dasinya sembarangan hingga terlepas. Suara klik dari kunci pintu yang tertutup terdengar jelas, membuat Alanna tiba-tiba merasa ruangan ini terlalu sempit untuknya. Dia menelan ludah dengan susah payah, tenggorokannya kering. Pintu kamar kini terkunci dari dalam, dan Alanna berdiri terpaku, merasa terpojok oleh situasi yang tak diharapkannya.
Kenan berdiri diam di depan pintu, memandang Alanna dengan tatapan dingin dan datar. Tidak ada sedikit pun emosi yang terpancar dari wajahnya, membuat suasana semakin mencekam. Dia bersandar ke dinding, kedua tangan bersilang di dada, seolah menunggu sesuatu. Tatapannya tak pernah lepas dari Alanna, seperti predator yang sedang mengamati mangsanya.
"Kenapa dikunci?" Alanna memberanikan diri bertanya, suaranya parau dan gemetar. Dia tak berani menatap langsung mata Kenan yang tajam.
Kenan tidak menjawab langsung. Dia mendorong tubuhnya menjauh dari dinding dan berjalan perlahan menuju Alanna, sorot matanya tidak lepas dari Alanna.
"Kenapa?" tanya Kenan dengan nada dingin. "Kamu pikir saya akan membiarkan orang asing bebas berkeliaran di sini?"
Alanna mundur setengah langkah, merasakan punggungnya terhenti oleh ujung ranjang di belakangnya.
"Aku bisa jelasin. Aku cuma nggak sengaja masuk mobil kamu waktu itu. Nggak ada maksud buruk," jawab Alanna cepat, berusaha meyakinkan Kenan.
Kenan mengangkat alis, tetap mendekat dengan langkah pelan. "Tidak sengaja?" ucapnya dingin, menyipitkan mata. "Kamu pikir saya sebodoh itu percaya dengan kebetulan?"
Alanna semakin terpojok. "Aku benar-benar nggak tahu. Aku cuma-"
"Tutup mulutmu," potong Kenan dengan suara rendah namun tajam. Dia berhenti hanya beberapa inci di depan Alanna, mengintimidasi dengan kehadirannya. "Siapa yang menyuruhmu?"
"Aku nggak ngerti maksud kamu," kata Alanna gugup, tubuhnya gemetar di bawah tatapan Kenan.
"Aku nggak punya niat jahat. Aku nggak tahu apa-apa soal kamu."
Kenan tiba-tiba meraih dagu Alanna dengan keras, memaksanya menatap langsung ke matanya. "Jangan pura-pura bodoh," desisnya. "Kamu tahu siapa saya, dan kamu tahu siapa musuh saya. Satria Dirja. Kamu pikir saya nggak tahu ada permainan di balik semua ini?"
Alanna merasa jantungnya berdetak semakin kencang. Nama Satria disebut dengan kebencian yang jelas.
"Aku nggak ada hubungan sama Satria. Aku nggak tahu apa-apa soal dia, bahkan aku nggak tahu kalau kalian punya masalah."
Kenan menyipitkan matanya, cengkeramannya semakin kuat.
"Orang sepertimu, tiba-tiba muncul di tengah semua kekacauan ini... Kamu pikir saya tidak curiga?"
Alanna mencoba menenangkan diri, meskipun rahangnya terasa sakit akibat cengkeraman Kenan.
"Demi Tuhan, aku nggak punya niat buruk."
Tanpa peringatan, Kenan mengeluarkan pistol dari saku belakangnya dan mengarahkannya ke kepala Alanna, membuatnya terkejut dan mundur sedikit. Pistol itu hanya menyentuh lembut sudut kepalanya, namun cukup untuk membuat Alanna gemetar.
"Ini bukan permainan, Alanna," ucap Kenan dengan suara rendah yang penuh ancaman. "Kalau saya tahu kamu ada adalah kaki tangan Satria, saya tidak akan ragu-ragu menghabisi kamu."
Alanna merasakan air mata mulai menggenang di matanya. "Aku nggak tahu apa-apa. Aku bahkan kabur dari Satria. Aku nggak punya tempat lain untuk melindungi diri..."
Kenan memiringkan kepala sedikit, ekspresinya masih sama dinginnya. "Kamu pikir saya peduli? Masalahmu bukan urusan saya."
Alanna tahu dia tak punya pilihan lain. Dengan putus asa, dia jatuh berlutut di depan Kenan, air matanya akhirnya jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NOT]FAKE LOVE✔
RomanceWho knows the lines of destiny that brought them together? Alanna Haseena, terpaksa meninggalkan pekerjaannya karena terjerat masalah keuangan keluarga. Ayah tirinya yang bangkrut menyeretnya dalam utang 3 miliar kepada Satria Dirja, memaksanya bert...